Senin, 28 Desember 2009

Di Bawah Cahaya Purnama Tahun Baru


Detik demi detik bergulir, membawa kita semua pada akhir tahun 2009. Mengantarkan kita semua di gerbang sebuah masa baru lagi dengan segudang misteri yang menunggu untuk disingkap. Entah ada kejutan apa lagi. Tak seorang pun yang tahu pasti. Itulah hidup, penuh ketidakpastian. Namun, ketidakpastian membuat segalanya tampak mungkin dan memberikan ruang bagi kita untuk mengembangkan kebijaksanaan atas beragam pilihan. Hidup akan kehilangan makna bila takdir bukanlah sebuah rahasia. Sangat kering. Dan hidup akan dimaknai sebagai proses menunggu waktu mati, yang sudah pasti.
Hidup harus terus dijalani. Dan mimpi adalah pengindah perjalanan itu sendiri. Namun, mimpi hanyalah sebuah visi. Kita harus juga mampu menetapkan misi. Seseorang pernah mengatakan bahwa vision without mission is daydream, but mission without vision is nightmare. Hidup bukanlah penuh dengan mimpi, namun perpaduan yang indah antara visi dengan misi.
Waktu mungkin terlihat begitu angkuh, seperti sebuah kereta yang enggan berhenti, apalagi mundur, dan terus membawa kita bergerak maju. Melintasi kejadian-kejadian yang penuh dengan tawa, bahkan juga air mata, dengan gayanya yang amat tidak peduli. Kita mungkin bisa tertidur, tetapi waktu tidak. Kita mungkin mampu menahan napas sejenak, tapi waktu tidak. Kita mungkin bisa mengumpat waktu, tapi waktu tidak peduli, tidak pula berniat membalas umpatan kita. Maka dari itu, berdamailah dengan waktu, bergeraklah seirama dengannya, daripada memaksakan diri berhenti pada suatu masa yang sudah lama ditinggalkannya. Waktu tidak bisa menunggu, bahkan sedetik pun.
Kini, kereta waktu itu telah sampai di penghujung tahun. Bukan untuk berhenti, hanya sekedar melintasi. Mimpi-mimpi melambung tinggi ke langit dan bergelantungan dengan manis pada awan-awan, yang beruntungnya terbasuh cahaya purnama. Purnama yang mungkin disambut dengan riuhya suara terompet; mengepulnya asap ikan, ayam, dan jagung bakar; genjrengan suara gitar; lantunan lagu-lagu kebahagiaan; atau gemerlapnya ribuan kembang api. Purnama yang mungkin dilihat dari balik jendela kamar rumah, dari balik tirai rumah sakit, dari belakang jeruji penjara, di hamparan rumput lapangan yang luas, di puncak gunung, di hamparan pasir pantai, di atas gedung hotel bintang lima, di bawah kolong jembatan, atau dari dalam tempat ibadah yang hening. Purnama yang sama. Purnama yang menggantung di langit sebagai pembuka tahun baru yang penuh dengan berkah. Dan bila masih tersisa satu ruang di langit sana untuk harapanku di tahun baru, aku hanya ingin bisa lebih berdamai dengan segala kehendak-Mu, ya Tuhan. Itu saja.
Selamat tahun baru 2010. Semoga semua mimpi mewujud dengan indah dan kebaikan senantiasa mengalir kepada hati-hati yang ikhlas menjalani hidup.

Sabtu, 26 Desember 2009

Antara Positif dan Tak-Negatif


Kita seringkali mendengar seruan atau nasihat seseorang yang mengajak kita untuk berpikir positif. Berpikir positif dapat diartikan secara sederhana dengan berpikir yang baik-baik atau berpikir yang baiknya saja. Lalu, yang negatif? Dihilangkan dari pikiran hingga tak berbekas. Sulitkah? Tentu saja. Menurutku, setidaknya ada 3 hal yang menjadi penyebab dasar kesulitan ini.
Pertama, setiap hari kita dihinggapi puluhan ribu pikiran. Richard Carlson, dalan bukunya "Don't sweat the small stuff", menyatakan bahwa dalam sehari, rata-rata, manusia memiliki kurang lebih 50.000 pemikiran yang beragam. Bukan perkara mudah mengontrol begitu banyaknya pemikiran manusia setiap hari. Pikiran-pikiran tersebut, pada akhirnya, menimbulkan beragam keinginan. Ketika melihat baju di toko, ingin membeli. Melihat gadis cantik, ingin berkenalan. Melihat buku kimia, ingin tidur. Semuanya berpusat pada pikiran. Namun, Erbe Sentanu pernah memberikan deskripsi yang cukup menarik tentang kehadiran pikiran manusia ini. Menurutnya, gerakan pikiran manusia itu seperti gerakan awan di langit. Jangan berfokus pada setiap gerakan awan itu, tetapi jadilah langit yang luas itu. Menjadi sesuatu yang kokoh dan tidak terganggu oleh pergerakan awan-awan pikiran. Itulah idenya.
Kedua, setiap orang mempunyai definisi yang berbeda tentang sesuatu yang positif. Positif bagiku bukan berarti positif bagi orang lain. Namun, hal-hal positif memberikan kesamaan manfaat yang tidak bisa dielakkan, yaitu kedamaian hati. Pikiran positif akan mendatangkan perasaan positif. Perasaan positif itu lebih penting dibandingkan pikiran positif itu sendiri. Oleh karena itu, pikirkanlah hal-hal yang dapat mendamaikan hati kita. Dengan hati yang damai, dunia tampak lebih indah.
Ketiga, kita masih sering menganggap bahwa berpikir tak-negatif adalah juga berpikir positif. Ini tidak sepenuhnya tepat. Sebagai contoh, seseorang yang ingin berhenti dari kebiasaan merokok seharusnya tidak memberikan afirmasi kepada pikirannya bahwa "Aku tidak akan merokok lagi." Kata-kata "Aku tidak akan merokok lagi" adalah contoh kata-kata yang ada dalam pikiran tak-negatif karena terdapat kata "tidak" dan hal yang, dianggap sebagian besar orang, negatif (merokok). Bagaimana mungkin bisa berhenti merokok, sedangkan dalam pikirannya masih "tertulis dengan jelas" kata merokok? Afirmasi yang lebih baik adalah "Aku ingin lebih sehat lagi dan Aku ingin keluargaku bahagia melihat Aku lebih gemuk." Atau "Aku menghargai tubuh yang bersih." Bisa juga dengan "Aku menghargai uang dan menggunakannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan." Tidak ada lagi kata merokok. Harapannya, kebiasaan merokok akan memudar secara perlahan. Contoh kedua adalah pikiran untuk melupakan seseorang. Biasanya pikiran ini timbul pada akhir hubungan persahabatan atau percintaan yang kurang berlangsung baik. Kenapa aku bisa tahu? Karena aku pernah mengalaminya dan hanya ingin berbagi. Afirmasi yang timbul biasanya "Aku tidak ingin mengingatnya." Afirmasi seperti ini tentu saja merupakan afirmasi tak-negatif. Kita harus mengubahnya. Kita coba dengan "Aku ingin melupakannya." Nampaknya, lebih enak untuk dipikirkan. Namun, tetap saja sulit. Walaupun kata "tidak" telah dihilangkan, tetapi masih ada kata "-nya" setelah kata "melupakan". Bagaimana bisa kita melupakan sesuatu yang kita pikirkan terus? Afirmasi yang lebih baik adalah "Aku kini lebih bebas menjalani hari-hari yang indah." Atau "Aku kini mempersiapkan hatiku untuk seseorang yang mencintaiku dengan tulus." Mudah-mudahan pikiran dan harapan itu terkabul. Amiiiieeeeeennnnnnnnn!
Berpikir positif itu indah, asal kita tahu seninya. Aku bukan orang yang selalu dapat berpikir positif. Kadangkala ada saja awan gelap pikiran yang sulit disingkirkan. Menangani hal ini, aku butuh waktu untuk berdiam diri seraya berdoa memohon petunjuk. Mudah-mudahan selalu ada titik terang bila kita memusatkan pikiran dan hati kita pada Sumber Cahaya Yang Abadi. Semoga bermanfaat.

Sabtu, 19 Desember 2009

We have to be Rich...


Akhir-akhir ini, semenjak jadi pengacara, aku lebih sering menjadi penjaga tempat kost. Duduk santai di pagi hari yang cerah sambil membolak-balik halaman koran. Sesekali membaca rubrik show & selebriti dan tidak jarang juga membaca opini masyarakat tentang masalah-masalah yang sedang hangat di Nusantara. Tiada hari tanpa masalah. Ada tindak korupsi, demo taksi, kasus Century, kasus Antasari, perseteruan cicak-buaya, dan tidak ketinggalan koin untuk Prita.
Beragamnya kasus di Indonesia mencerminkan kondisi sebagian besar masyarakatnya yang masih belum kaya, alias masih miskin. Orang miskin zaman sekarang tidak lagi berpenampilan lusuh dan kumuh dengan kulit yang jarang dibasuh air bersih, tetapi terlihat lebih segar dengan dasi yang menawan hati. Berbicara panjang lebar tentang nasib rakyat, namun perutnya masih kosong, masih lapar…masih butuh makan uang rakyat. Sangat menyedihkan. Sungguh memilukan.
Agar tidak semakin menyayat hati, marilah kita mengambil waktu sejenak untuk menenangkan pikiran. Membuka hati lebih lapang lagi agar mampu menerima pencerahan. Belajarlah kembali dari atom yang kecil itu. Atom yang sebagian besar tubuhnya hanya berisi ruang hampa itu. Belum cukupkah mengajarkan kita untuk senantiasa rendah hati? Kemudian bayangkan atom itu menyumbangkan elektronnya kepada atom lain yang membutuhkan. Lalu apa yang terjadi? Atom yang menyumbangkan elektronnya tersebut akan bermuatan positif..sungguh-sungguh positif. Belum cukupkah mengajarkan kita makna sebuah pemberian?
Memberi itu tidak mudah, Kawan. Kita harus menjadi pribadi yang kaya agar mampu memberi. Apa yang bisa diberi oleh seseorang yang tidak memiliki apa-apa? Orang yang kaya ilmu bisa memberikan ilmunya. Orang yang kaya harta bisa menyumbangkan hartanya. Orang yang penuh rasa bahagia mampu menularkan kebahagiaanya. Atom yang kaya elektron pun bisa menyumbangkan elektronnya. Perkayalah diri kita dengan hal-hal baik yang berguna bagi banyak orang. Hanya orang kaya yang mampu memberi dan orang miskin yang pantas iri. Pantas iri karena tidak memiliki apa-apa untuk diberi. Ciri yang lain dari seseorang yang miskin adalah selalu meminta. Orang yang ingin selalu diperhatikan adalah orang yang tidak memiliki perhatian, bahkan untuk dirinya sendiri. Orang yang ingin selalu dicintai adalah orang dengan sedikit kadar cinta di dalamnya. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk memiskinkan diri kita dengan hal-hal tersebut. Berbagilah dan berbahagialah karena dengan itu kita menjadi positif. Semoga bermanfaat.

Senin, 07 Desember 2009

Memory of Camplong


Dimulai dari sebuah rapat kabinet di kost gang makam Keputih blok E no 22, akhirnya diputuskan bahwa lokasi tujuan tour pada tanggal 6 Desember 2009 adalah pantai Camplong. Ditinjau dari komposisi hurufnya, aku hampir tidak percaya bahwa “Camplong” adalah nama sebuah pantai. Menurutku, nama itu lebih pas bila dijadikan nama sebuah makanan khas daerah. Namun, bagaimanapun juga rakyat Madura sudah menyematkannya sebagai nama objek wisata bahari di kota Sampang. Waktu pemberangkatan direncanakan pukul 9 pagi dengan menggunakan sepeda motor.
Keputusan tersebut disepakati secara bersama dan dilanggar secara bersama pula karena kami baru berangkat pukul 10 siang...!! Hidup Indonesia...! Tiga sepeda motor telah siap meluncur menuju Madura. Pole position ditempati oleh Mushlik dan Kacong dengan sepeda motor bernopol S 3287 KK. Kacong adalah putra daerah Pamekasan dan telah bersedia dengan (mudah-mudahan) ikhlas untuk menjadi guide pada perjalanan kali ini. Makasi, Cong! Urutan kedua diisi oleh Dani dan Wawan dengan sepeda motor bernopol W 5919 XC. Nomor paling buncit dipegang olehku dan Riesthandie dengan sepeda motor bernopol DR 6830 AL. Madura, we’re coming...!!
Tiga puluh menit berlalu dan kami telah sampai di jembatan yang saat ini sedang naik daun, Jembatan Merah Plasa...ups salah, maksudnya Jembatan Suramadu. Sungguh megah dan benar-benar mempesona. Hasil karya anak negeri. Cukup dengan membayar tiga ribu rupiah saja, satu sepeda motor sudah bisa melintasi jembatan ini. Murah meriah. Perlahan namun pasti sepeda motor kami melintasi jembatan dengan panjang 5.438 m itu dan selat Madura terlewati begitu saja.
Kota pertama setelah melewati jembatan Suramadu adalah Bangkalan. Setelah menaklukkan Bangkalan, Sampang telah menunggu. Berhasil melewati Sampang, Pamekasan siap menghadang. Di posisi ujung, Sumenep pun bersiaga. Emang sampe Sumenep? Nggak kok, cuma mau ngasi informasi aja. Perjalanan menuju pantai sebenarnya sangat jauh, tetapi Kacong benar-benar telah menjadi motivator terbaik. Lama perjalanan yang sebenarnya tersisa 1 jam lagi dari tempat pemberhentian sementara di pom bensin dikatakan dengan polosnya tinggal 20 menit lagi. Bagus, Cong...! Kami pun berhasil sampai di pantai Camplong pukul 1 siang bolong, saat matahari tersenyum manis sekali.
Objek wisata pantai Camplong terletak di jalan raya Camplong dan dekat dengan PT Pertamina. Memasuki pantai ini, kita diharuskan membayar dua ribu rupiah. Mungkin untuk biaya kebersihan. Setelah memarkir sepeda motor di tempat yang layak, kami pun segera memanjakan perut-perut yang sedari tadi bersenandung lirih. Sepiring rujak dan segelas es degan cukup untuk membuat mereka berhenti bernyanyi. Setidaknya untuk 2 jam kedepan. Sambil makan rujak, kami pun menikmati pemandangan sekitar pantai. Pantai ini cukup bersih. Warna airnya biru jernih dari kejauhan, namun tidak menyatu dengan warna birunya langit. Pasir pantainya sangat lembut. Mungkin lebih tepat dinamakan serbuk pasir dibandingkan butiran pasir. Kapal-kapal nelayan dibiarkan terapung karena memang bukan waktu yang tepat untuk menangkap ikan. Hanya saja, pantai ini sangat sepi pengunjung. Yaiyalah, mana ada orang yang dengan cueknya jalan-jalan santai di pantai bermandikan sinar uv-a, uv-b, dan uv-c. Setelah berfoto-foto ria, kami pun segera meninggalkan pantai, menuju rumah Kacong.
Keikutsertaan Kacong dalam perjalanan kali ini setidaknya memberikan tiga manfaat penting bagi kami berlima. Pertama, Kacong telah berhasil menjadi peta berjalan, sehingga penggunaan bensin berlebihan yang disebabkan aktivitas bernama nyasar dapat dihindari. Kedua, keberadaan rumah Kacong yang dekat dengan tujuan tour mengakibatkan silaturahmi dengan keluarganya semakin erat dan camilan yang keluar pun semakin banyak. Ketiga, kemahiran Kacong dalam berbahasa daerah dapat digunakan untuk tawar-menawar harga oleh-oleh, sehingga selain harganya pas di kantong, pas juga di hati.
Setelah leyeh-leyeh di rumah Kacong, kami pun segera bersiap-siap untuk perjalanan pulang. Waktu menunjukkan pukul 4 sore. Bila perjalanan lancar, kami semua akan sampai di Keputih sekitar pukul 7 malam dengan kecepatan motor berkisar antara 60 – 80 km/jam. Kami semua berpamitan dengan Ayah Kacong yang sangat baik hati karena tidak marah melihat kami mambawa satu tas keresek mangga madu yang diambil dari pohon di halaman rumah. Namanya juga rejeki...!
Saat perjalanan pulang, aku melihat pemandangan yang sangat menarik, seperti hujan awan. Lokasinya cukup jauh dari jalan yang dilalui motor kami, maka dari itu aku hanya bisa memotretnya. Baru kali ini aku lihat awan lupa merubah dirinya menjadi air saat turun ke bumi. Sungguh indah.
Langit terlalu luas untuk sekedar dipandang dan laut terlalu dalam bila hanya untuk berenang. Maknai dan berkelilinglah untuk merasakan kebesaran-Nya. Semoga bermanfaat.