Minggu, 20 Juni 2010

Teruntukmu...


Ada selembar hati yang secara perlahan masuk
mengisi celah hati
Bersemayam di dalamnya dengan penuh keanggunan
Mengetuk-ngetuk dengan halus melalui senyum yang
tak mungkin terlupa
Mengguncangkan logikaku dengan sepercik tatapan
yang sulit terhapus begitu saja..

Aku terjatuh...
Tak tahu kapan tepatnya
Tak tahu juga bagaimana bisa terjadi
Tak habis pikir, bahkan kedua kakiku tampak
masih sangat kuat
Masih cukup tegar untuk menopang tubuhku, tetapi tidak hatiku..

Kumenatap langit yang tergurat pesona warna
Membius mataku yang berteman keangkuhan
Bias syamsu damaikan hati
yang sedari tadi diisi oleh riuh rendah kicau burung sore hari
Entah berapa lama lagi aku disini
Mencoba berdiri di atas keputusanku sendiri
Tegar berjalan meniti waktu

Dan jika suatu saat nanti aku bertanya..
Itu hanya karena tidak ingin ada yang membusuk
karena terlalu lama memendam
Dan tidak ingin ada yang membatu
karena terlalu lama membeku..
Jika hatimu ragu,
Aku akan menunggu, tapi dengan batas waktu..
Jika hatimu resah,
Aku pun turut gelisah,
Berusaha untuk tidak pasrah..
Jika satu hari nanti kepastian itu datang dari lubuk hatimu yang dalam itu
Aku pastikan masih ada ruang di hati ini
Entah untuk kau tempati atau hanya untuk kau singgahi
Karena engkau adalah jalan bagiku untuk melihat begitu sederhananya kasih itu..

selsurya.blogspot.com, Gresik, 20 Juni 2010

Jumat, 18 Juni 2010

Roti Bakar


Gerimis turun dengan lancangnya dari langit Gresik malam ini. Namun, hal itu tidak menurunkan semangatku untuk pergi keluar. Perut sudah tidak bisa diajak kompromi. Masuk kembali ke dalam kamar sama saja dengan mengundang maag dengan ramah. Setelah berpakaian lengkap, disertai jaket tebal, aku pun bergegas menuju halaman depan kost, menaiki motor, dan melajukannya. Di sepanjang jalan, di setiap warung kopi yang kutemui, hampir dipastikan seluruh pengunjungnya sedang mengarahkan fokus mereka pada layar kaca yang menyajikan tayangan dengan dominasi warna hijau. Entah apa yang membuat 22 orang di suatu lapangan berlari kesana-kemari memperebutkan sebuah bola dengan mengikuti aturan tertentu. Memang sulit untuk dipercaya, tapi banyak orang menyukainya. Walaupun begitu, aku tetap berdoa yang terbaik, mudah-mudahan gelaran piala dunia yang diadakan di Johannesburg tahun ini berjalan dengan lancar dan para penjaga warung kopi mendapat rezeki yang bermanfaat. Amin.

Setelah menyusuri jalan veteran, R.A. Kartini, dr. Sutomo, Jaksa Agung Suprapto, dan Panglima Sudirman, akhirnya aku sampai juga di jalan Arief Rahman Hakim. Jalan ini mengingatkanku pada sebuah jalan yang sering aku lalui ketika masih kuliah di Surabaya. Sungguh jalan yang penuh kenangan, dan juga penuh air ketika hujan datang. Sambil menoleh kanan-kiri, akhirnya mataku berjumpa dengan sebuah gerobak bertuliskan “ROTI BAKAR”. Ini dia yang kucari, menu makan malam ini. Bukannya ingin meniru orang Barat yang senang sekali mengonsumsi roti, aku hanya tidak ingin terlalu kenyang saja malam ini. Setelah memarkir sepeda motor, aku melihat-lihat menu yang tertempel pada kaca gerobak. Ada 34 menu roti bakar dan kesemuanya menggugah selera. Ada roti bakar nanas + stoberi, blueberry + kacang, keju + kacang, coklat + keju, milo + keju, dll (dan lainnya lupa). Karena keterbatasan isi dompet, aku pun memesan roti bakar milo + kacang.

Sambil menunggu roti yang akan diproses lebih lanjut, aku pun duduk di kursi plastik yang ada di samping gerobak. Ada 7 kursi plastik yang disediakan disana. Itu berarti hanya 7 orang yang diperkenankan duduk sambil menungu roti yang sedang dibakar. Bila pembeli melebihi jumlah tersebut, silakan berdiri di dekat gerobak sambil melipat kedua tangan di depan dada. Atau bisa juga memberikan pesan singkat kepada penjual seperti, “Pak, saya tinggal dulu, nanti saya ambil rotinya ya!” Semuanya bisa diatur, yang penting jangan mengeluh. Setelah kucermati dengan seksama, roti bakar termurah yang tertera pada menu adalah roti bakar nanas + stroberi, dengan harga 6 ribu rupiah, sedangkan roti bakar termahal adalah roti bakar milo-keju + milo-keju, dengan harga 13 ribu rupiah. Kesemua menu itu menggunakan roti yang sama, baik dari segi kualitas, maupun segi kuantitas. Jadi, yang membedakan harga masing-masing roti bakar bukanlah “rotinya”, tetapi “isi rotinya”.

Ada satu pelajaran menarik yang aku dapat malam ini. Aku lebih senang menyebutnya dengan “the power of content”. Hal ini membuatku sadar akan “pentingnya sebuah isi”. Berbeda isi, berbeda harga. Dalam banyak hal, kualitas diri kita tidak saja ditentukan oleh faktor fisik, tetapi juga faktor-faktor lain yang berkaitan dengan “isi”, seperti kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spiritual. Dan justru faktor-faktor itulah yang paling menentukan kesuksesan seseorang. Jutaan orang Indonesia belajar di sekolah, kuliah di kampus, dan bekerja di manapun sedang dalam proses “mengisi diri” dengan kualitas-kualitas yang mereka harapkan masing-masing. Ada yang mengisinya dengan “nanas”, “stroberi”, “kacang”, “coklat”, “keju”, dan “blueberry”. Semuanya sesuai dengan selera. Aku jadi teringat seorang guru yang mengatakan bahwa kita bekerja bukan untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, tapi kita bekerja untuk menjadi semakin mahal. Tidak mudah memang untuk memegang prinsip seperti ini, apalagi uang adalah kebutuhan yang sangat penting. Namun, aku yakin kita bisa merubah pikiran serta tindakan kita sedikit demi sedikit dengan berfokus pada peningkatan kualitas diri. Yang lebih penting lagi, kita saling memotivasi satu sama lain.
Mudah-mudahan ada manfaat yang bisa diambil dari catatan malam ini. Sukses selalu dan selamat makan malam…!!

selsurya.blogspot.com, 17 Juni 2010, 22.15 WIB

Minggu, 06 Juni 2010

Gula dalam Secangkir Teh..


Hari minggu pagi ini adalah jadwalku melakukan aktivitas cuci-mencuci. Sudah banyak pakaian kotor yang menunggu untuk dibersihkan. Kesemuanya itu kutampung sementara dalam sebuah tas kresek putih besar untuk kemudian kupindahkan dalam ember hitam berisi air yang tergeletak dekat kamar mandi. Setelah kumasukkan semua pakaian ke dalamnya, barulah aku membubuhi detergen bubuk dengan sangat hati-hati. Terlalu banyak detergen akan menimbulkan banyak busa dan tentu saja memberikan efek tertentu bagi tangan saat mencuci, biasanya terasa agak panas karena terkandung soda api di dalamnya. Setelah deterjen kumasukkan, aku memanfaatkan waktu sejenak untuk melihat reaksi yang terjadi di dalam ember. Tidak ada yang terlalu menarik bagiku, perlahan-lahan warna air berubah menjadi putih akibat dispersi deterjen, tetapi tidak terlalu banyak. Belum ada busa yang muncul. Setelah cukup lama termenung, akhirnya aku MENGADUK pakaian di dalam air secara perlahan. Secara perlahan pula, busa muncul ke permukaan air dan warna putih keruh menyebar secara merata. Seketika itu juga pikiranku melayang pada sebuah kisah yang sempat diceritakan oleh Cavett Robert.

Diceritakan bahwa seorang ayah melihat putrinya sedang menuangkan gula berkali-kali ke dalam cangkir tehnya. Setelah tuangan gula yang ketujuh, sang ayah tak tahan untuk mencegah tuangan selanjutnya.
“Nak,” katanya sambil memegang tangan putrinya yang hampir menuangkan gula untuk kedelapan kalinya.
“Tidakkah jika terlalu banyak gula yang kamu tuangkan, akan membuat tehmu menjadi terlalu manis?”
“Tidak, Ayah,” jawab putrinya dengan lucu.
“Tidak, jika saya tidak MENGADUKNYA!”

Ada kesamaan makna yang terkandung dalam kisah “mencuci pakaian” dan kisah Cavett Robert, yaitu tentang suatu proses pengadukan. Dalam kimia, proses pengadukan dilakukan untuk mempercepat tumbukan antarpartikel di dalam campuran, sehingga memengaruhi laju reaksi yang terjadi. Dengan kata lain, pengadukan adalah salah satu upaya untuk mempercepat reaksi. Kita, termasuk penulis, seringkali menjalani kehidupan tanpa mengasah bakat dan kemampuan yang kita miliki. Kita bukan tidak memiliki potensi itu, namun kita enggan untuk sekadar “mengaduknya” dan menjadikannya berguna bagi peningkatan kualitas diri. Kemampuan kita untuk mengolah pikiran-pikiran yang ada, kemudian menghasilkan satu konsep yang menarik dan berguna, itulah yang sama artinya dengan “proses pengadukan”. Memiliki pikiran-pikiran cemerlang belumlah cukup, masih harus dikelola, dibentuk menjadi satu konsep yang baik dan berguna bagi orang lain. Orang besar itu bukan karena kebesaran pikirannya, tetapi kebesaran manfaat yang diberikan oleh kebesaran pikirannya itu.

Mungkin begitu ideal bila aku menuliskan tentang mengelola pikiran, kemudian menjadikannya bermanfaat bagi sesama. Bukan ingin menjelaskan bahwa aku telah berhasil dalam banyak proses pengadukan, baik pikiran dan perasaan, tetapi setidaknya kita memiliki potensi yang sama untuk melakukan proses itu. Semoga catatan kecil ini senantiasa mengubah dirinya menjadi satu inspirasi baru dalam pikiran kita, kemudian merajut dengan pikiran lain, yang pada akhirnya melahirkan satu aktivitas yang penuh dengan makna dalam menjalani hidup ini. Have a nice day!!

selsurya.blogspot.com, 6 Juni 2010