Sabtu, 18 Desember 2010

Tiga Botol Nasi untuk Kita Resapi

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia kehidupan kepada kita semua. Mudah-mudahan catatan kecil ini semakin memperbesar rasa syukur kita kepada-Nya.
Pada bulan Oktober 2009 aku pernah menuliskan sebuah eksperiman yang sangat terinspirasi dari seorang professor bernama Masaru Emoto yang kuberi judul “Ketika Air sedang Mengajar (Part 2)”. Bagi siapapun yang belum dan ingin membaca catatan tersebut, silakan klik disini.
Catatan kali ini juga dibuat sebagai hasil percobaan yang aku lakukan selama kurang lebih 2 minggu. Percobaan ini hampir mirip seperti yang aku lakukan pada catatan “Ketika Air sedang Mengajar (Part 2)”. Namun, bahan yang aku pilih sebagai objek percobaan kali ini adalah nasi dan waktu percobaan dibuat lebih singkat. Botol yang digunakan juga merupakan botol transparan agar aku bisa melihat perubahannya setiap waktu.
Bermula dari rasa penasaran setelah melakukan percobaan dengan 3 roti dalam botol yang diberi label ‘terimakasih’, ‘bodoh dan tolol’, dan satu lagi tidak diberi label, aku melakukan percobaan ini. Aku tidak yakin bahwa ‘tulisan-tulisan itu’ yang menyebabkan perubahan yang terjadi pada ketiga roti. Karena keraguan ini aku meminta 3 botol transparan kepada Lul 'Ucil' Andriani, menyiapkan nasi putih yang dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebanyak 3 buah, 2 kertas kecil denga tulisan ‘terimakasih’ dan ‘bodoh dan tolol’. Kertas tersebut ditempelkan pada dinding botol dengan isolasi bening. Setelah itu, nasi dimasukkan ke dalam botol seperti pada foto di bawah.


Setiap hari kuamati dengan cermat perubahan yang terjadi pada ketiga botol. Tidak lupa aku berikan afirmasi pada ketiga botol tersebut. Dan inilah hal yang paling membedakan percobaan kali ini dengan percobaan sebelumnya. Pada percobaan sebelumnya, aku memberikan afirmasi kepada botol secara berulang-ulang sesuai label yang tertera pada botol, namun kali ini aku melakukan hal yang lain. Pada botol yang dilabeli ‘terimakasih’, aku berikan afirmasi secara berulang-ulang dalam hati dengan kata-kata ‘bodoh dan tolol’, sedangkan pada botol yang dilabeli ‘bodoh dan tolol’, aku berikan afirmasi dalam hati dengan kata ‘terimakasih’ secara berulang-ulang pula. Afirmasi ini tentu saja aku lakukan dengan memegang botol yang bersangkutan. Aku tidak memberikan afirmasi apapun pada botol yang tidak dilabeli.
Satu hari berlalu, dua hari, tiga hari, seminggu, akhirnya mulai ada perubahan warna yang terjadi pada ketiga nasi dalam botol. Ini sungguh-sungguh menggetarkan hatiku. Ini merupakan jawaban dari banyak pertanyaan yang selama ini menggelayut dalam pikiran. Sungguh keajaiban Tuhan. Botol yang sama, nasi yang sama, kondisi penyimpanan yang sama, tulisan yang berbeda, afirmasi yang berbeda, memberikan reaksi yang berbeda. Ini sangat jelas mengisyaratkan ‘kekuatan afirmasi’ atau ‘kekuatan doa’. Nasi dalam botol yang dilabeli kata ‘terimakasih’, tetapi diberikan afirmasi ‘bodoh dan totol’ terlihat lebih kuning dibandingkan nasi yang lain, sedangkan nasi dalam botol yang dilabeli ‘bodoh dan tolol’, namun diberikan afirmasi ‘terimakasih’ adalah yang paling putih diantara ketiganya seperti terlihat pada foto di bawah.



Satu hal lagi yang tidak bisa aku buktikan melalui gambar maupun tulisan yaitu bahwa ketika botol yang dilabeli ‘terimakasih’ dibuka, aroma busuk langsung menusuk hidung. Hal yang hampir sama terjadi pada botol yang tidak dilabeli. Namun, aroma lain tercium dari botol yang dilabeli ‘bodoh dan tolol’. Aromanya tidak busuk, seperti aroma ragi yang khas. Bila belum yakin, silakan mencobanya sendiri. Banyak hal yang bisa disimpulkan dari percobaan yang sederhana ini. Silakan rekan-rekan, kawan-kawan, saudara-saudara menyimpulkan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan bidang ilmu masing-masing. Yang jelas, sebuah ungkapan ‘don’t judge a book by its cover’ menjadi lebih bermakna setelah melakukan percobaan ini. Apa yang tampak indah, menawan, dan baik di luar, belum tentu mengisyaratkan sesuatu yang sama di dalamnya. Yakinlah akan kekuatan doa karena ada Tangan Maha Lembut yang sedang menggenggam semuanya. Semoga bermanfaat. Itu saja..

Sabtu, 04 Desember 2010

Dan Tidurlah…


Foto ini aku ambil pada tanggal 21 Nopember 2010 sekitar pukul 10 malam di tangga salah satu rumah makan di Gresik. Rumah makan yang letaknya cukup strategis, yaitu pada perempatan jalan R.A. Kartini, Panglima Sudirman, Veteran, dan Kapten Dulasim. Seorang lelaki berusia sekitar 40 tahun sedang tidur dengan posisi terlentang. Tidak di kasur, bukan juga dengan bantal empuk. Namun, melihat raut wajahnya yang amat kelelahan, aku berharap dia tidur nyenyak malam itu.

Entah apa yang sebenarnya ingin Tuhan sajikan kepada mataku malam itu. Sepasang mata yang pada akhirnya melihat sebujur tubuh yang sedang menikmati malam dengan caranya sendiri. Dengan cara yang jarang aku lihat secara langsung, sedekat itu, semalam itu, sedingin itu. Kemudian pikiran mulai berkelana, mencari maksud dan makna yang tersembunyi. Hati mulai tervibrasi oleh bias pandang yang diterima kedua bola mataku. Namun, tetap saja tak mampu bagiku menggapai keseluruhan makna yang Engkau sembunyikan dalam kelam malam itu.

Sebuah potret satu sisi tentang bagaimana seorang lelaki yang merelakan tubuhnya bercengkerama dengan pelukan angin malam, merelakan kepalanya beradu dengan tetes-tetes embun yang semoga saja menyegarkan, merelakan kerasnya tangga-tangga itu menjadi alas penat dan lelahnya, merelakan telinganya yang harus menerima suara-suara bising jalanan, merelakan hidungnya sesekali menghirup asap yang keluar dari knalpot kendaraan-kendaraan malam itu. Dan semoga saja ada mimpi yang sudi hadir pada tidurnya itu. Mimpi yang mewujud menjadi semangat dalam menjalani hari-harinya. Mimpi yang membakar asanya untuk terus berusaha menjadikan hidupnya lebih baik. Semoga.

Tidurlah…dengan tenang karena engkau pasti bukan pencuri yang tidak pernah tenang hidupnya itu…
Tidurlah…dengan damai karena engkau pasti bukan koruptor yang merugikan banyak orang itu…
Tidurlah…dengan nyenyak karena engkau pasti bukan orang yang senang memakan uang yang bukan milikmu…
Tidurlah…dengan pulas karena engkau bukan orang yang senang berpikir untuk menjatuhkan orang lain demi keuntunganmu sendiri…
Tidurlah…walau tanpa piyama, walau tanpa AC, walau tanpa alunan musik yang lembut, walau tanpa selimut yang tebal, walau tanpa susu yang hangat, walau tanpa lampu yang temaram, namun engkau tetap saja berdoa dan bersyukur atas anugerah hidup yang diberikan-Nya…
Dan tidurlah…dengan sebaik-baik posisimu, kemudian bangunlah karena pagi akan datang, masih dengan senyum mentari yang menyembunyikan seribu misteri, kemudian engkau bekerja, bukan sebagai peminta-minta yang merelakan hidupnya dipenuhi belas kasihan orang lain, dengan semangat untuk berbagi. Itu saja.

Gresik, Desember 2010