Kamis, 28 Juli 2011

Energi untuk Nasi


Salam hangat untuk semuanya. Hari ini aku menulis sebuah catatan berdasarkan percobaan yang aku lakukan terhadap nasi putih (lagi). Ini adalah percobaan keempat yang aku lakukan untuk membuktikan respon suatu benda yang diberikan sepaket energi. Aku memang menyukai nasi putih sebagai bahan percobaan karena dua hal, yang pertama karena nasi putih mudah didapat, yang kedua karena nasi adalah makanan pokok bangsa Indonesia. Dan bagi siapapun yang belum membaca catatan-catatan sebelumnya, silakan klik http://cheminlove.blogspot.com/2009/10/ketika-air-sedang-mengajar-part-2.html, http://cheminlove.blogspot.com/2010/12/tiga-botol-nasi-untuk-kita-resapi.html, dan http://cheminlove.blogspot.com/2011/05/nasi-dari-hati.html

Beberapa percobaan mengenai respon materi terhadap energi telah aku lakukan, hingga akhirnya aku sampai juga pada percobaan ini. Percobaan ini muncul karena keingintahuan yang lebih mendalam tentang kekuatan kata-kata yang terpancar melalui pikiran dan hati. Aku yakin, ketika kita mengucapkan sesuatu, memikirkan sesuatu, dan merasakan sesuatu, ada energi yang terpancar dari diri kita kepada alam semesta. Energi tersebut adalah suatu power atau kapasitas yang bisa merubah sesuatu. Berbicara alam semesta memang terkesan luas, oleh karenanya kita persempit saja menjadi materi atau benda atau zat.

Materi merespon energi yang diberikan kepadanya. Respon tersebut dapat sangat nyata dilihat oleh mata, dapat juga tidak. Perubahan yang dapat dilihat bisa berupa perubahan fisik atau bentuk, dapat pula perubahan yang bersifat kimia, seperti perubahan warna, aroma, terbentuknya gas, dan terbentuknya endapan. Perubahan yang tidak dapat dilihat bisa berupa vibrasi atau getaran di level atomik. Melalui percobaan ini, aku mencoba untuk membuktikan respon tersebut. Tentunya berupa perubahan yang tampak oleh mata.

Percobaan dimulai pada tanggal 14 Juli 2011 dengan memasukkan 2 gumpal nasi ke dalam 2 botol transparan yang sama. Botol tersebut kemudian ditutup rapat. Botol pertama aku beri label “THANKS”, sedangkan botol kedua aku beri label “BODOH”. Pada percobaan-percobaan sebelumnya, aku memberikan afirmasi berulang yang sesuai label botol sambil memegang botol tersebut. Percobaan kali ini berbeda!! Aku tidak menyentuh botol-botol tersebut. Aku hanya memandanginya sambil mengucapkan afirmasi sesuai dengan label pada masing-masing botol. Pada botol yang berlabel “THANKS”, aku mengucapkan terimakasih atas segala nikmat yang diberikan-Nya dalam kehidupan ini secara berulang-ulang di dalam hati, sedangkan pada botol yang berlabel “BODOH”, aku mengucapkan kata-kata seperti ‘bodoh’, ‘tolol’, dan ‘goblok’ secara berulang-ulang di dalam hati. Ingat, aku tidak menyentuhnya, hanya memandanginya saja. Sesekali ketika mengendarai sepeda motor atau sedang berada di luar kamar, aku mengingat kedua botol ini sambil mengucapkan afirmasi sesuai dengan labelnya masing-masing di dalam hati.

Setiap hari aku perhatikan perubahan yang terjadi pada kedua gumpal nasi dalam botol transparan tersebut. Mulai berubah warna dari putih, kuning, kecoklatan, abu-abu, dan akhirnya hitam. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan sampailah pada tanggal 27 Juli 2011. Ini menarik dan mengagumkan, nasi yang berada dalam botol “BODOH” lebih hitam dibandingkan dengan nasi yang ada pada botol “THANKS”. Warna hitamnya begitu dominan seperti tampak pada foto di bawah.





Afirmasi berbeda pada nasi yang beratnya relatif sama, disimpan dalam botol yang keadaannya dibuat sama, dan lama percobaan yang sama, memberikan hasil yang berbeda. Kesimpulan yang dapat diambil kurang lebih sama seperti percobaan-percobaan sebelumnya, hanya saja pada percobaan kali ini ada sebuah keadaan baru yang mengungkapkan secara tersirat bahwa energi yang dipancarkan melalui kata-kata yang diucapkan dari dalam hati (afirmasi) dapat menembus ruang. Tanpa memegang botol sekalipun, aku dapat melihat perubahan berbeda yang terjadi pada nasi setiap harinya. Melihat fenomena ini, aku jadi berpikir, ada kekuatan dibalik kata-kata atau afirmasi yang dapat menembus ruang serta memberikan perubahan terhadap sesuatu. Kata-kata yang begitu powerfull, yang diucapkan dengan kesungguhan hati dan ditujukan kepada Energi Yang Maha Besar kita kenal sebagai DOA. Dan doa itu MENEMBUS RUANG.

Ini percobaan sederhana, siapapun bisa melakukannya. Bila kurang yakin, silakan mencobanya sendiri. Aku akan sangat senang bila banyak diantara teman-teman yang akhirnya terinspirasi setelah melakukan percobaan ini. Tidak banyak yang ingin aku sampaikan lagi, aku hanya ingin menginspirasi teman-teman dengan hal yang sederhana ini. Mudah-mudahan ada hikmah yang bisa diambil. Dan bagi siapapun yang saat ini terpisah jarak oleh teman, keluarga, kekasih, atau siapapun yang sangat dicintai, berdoalah yang terbaik untuk mereka, mudah-mudahan senantiasa dianugerahkan kesehatan dan kebahagiaan. Ingat, DOA MENEMBUS RUANG! Sukses selalu untuk semua!

Surabaya, 27 Juli 2011

Rabu, 13 Juli 2011

9 = CERMIN


Pada awalnya, aku menyukai angka 9 (sembilan) dengan alasan yang sederhana, karena angka 9 menunjukkan bulan lahirku, yaitu September. Seiring berjalannya waktu, aku pun mulai mengenal banyak angka, banyak rumus, banyak reaksi, yang kesemuanya itu membuatku menyukai hitung-menghitung. Dan itulah yang menyebabkan aku masuk jurusan IPA ketika di SMA, dan melanjutkan studi di bidang kimia. Mempelajari sesuatu yang aku sukai dan menyukai apa yang aku pelajari. Sederhana, tapi banyak orang yang akhirnya sukses dengan menerapkan prinsip ini. Semoga aku dan semua yang meyakini dan menerapkannya menjadi sukses juga. Amin.

Mari kita mulai. Sembilan adalah angka tunggal yang nilainya paling tinggi. Lalu bagaimana dengan 10, 11, 12, 20, 50, 100? Bilangan-bilangan tersebut memang nilainya lebih tinggi dibandingkan 9, namun tidak berdiri sendiri (tidak tunggal). Sebagai contoh, 10 memang lebih tinggi nilainya dibanding 9, hanya saja 10 merupakan gabungan angka 1 dan 0 yang kedua-duanya memiliki nilai lebih rendah dibandingkan 9. Dan disinilah menariknya. Sebagai angka tertinggi, 9 memiliki nilai keunikan yang lain apabila berada dalam operasi aljabar, seperti pertambahan dan perkalian. Aku tidak akan menjabarkan operasi aljabar yang rumit dan banyak ada pada artikel-artikel mengenai keunikan angka 9 karena aku pun tidak menyukai kerumitan. Bagi yang kurang menyukai perhitungan, ini adalah sebuah sudut pandang baru dalam melihat deretan angka-angka, dan bagi yang menyukai perhitungan, ini adalah catatan yang menarik.

Sebagian dari kita pasti tahu, atau lebih tepatnya hapal, perkalian angka 9. Namun, mungkin batasnya saja yang berbeda. Ada yang tahu hingga perkaliannya dengan 10, ada juga yang hapal sampai batas 15, dan seterusnya. Untuk memudahkan, aku hanya akan mengambil angka 5 sebagai batas perkalian dengan 9 dan secara berturut-turut hasil perkaliannya adalah 9, 18, 27, 36, dan 45 (perkalian 9 dengan 0 tidak dimasukkan karena semua bilangan yang dikalikan 0 akan sama dengan 0). Bila kita agak sedikit iseng dan memiliki waktu cukup banyak, mari kita jumlahkan hasilnya dari perkalian 9 tersebut menjadi 1 digit angka. 9 tetap 9, 18 menjadi 1+8 = 9, 27 menjadi 2+7 = 9, 36 menjadi 3+6 = 9, 45 menjadi 4+5 = 9. Menarik bukan? Semua hasil penjumlahan bilangan-bilangan tersebut mengacu pada satu angka, yaitu 9. Dan itu tidak berhenti sampai dengan 5 deret perkalian angka 9. Silakan rekan-rekan coba sendiri! Ini sangat menarik! Bagi yang sudah berulang kali mencobanya, pasti akan menemukan angka yang sama, yaitu 9. Lalu bagaimana dengan 123x9? 123x9 = 1107 (1+1+0+7 = 9). Jadikan 1 angka dan kita pasti mendapat 1 angka yang sama, apa lagi kalau bukan 9?!

Keunikan kedua ini aku ceritakan berdasarkan pengalamanku yang amat sering menjumlahkan angka-angka pada plat nomor kendaraan. Memang terkesan seperti kurang kerjaan, tapi aktivitas ini aku kerjakan dengan senang hati dan akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan “angka 9 adalah cermin”. Angka pada plat nomor kendaraan biasanya terdiri dari satu, dua, tiga, atau empat angka. Satu angka pada plat nomor kita abaikan. Kita bermain saja pada deretan dua, tiga, atau empat angka. Karena berhubugan dengan angka 9, aku akan memberikan contoh-contoh yang mengandung angka 9 pada deret-deret tersebut. Untuk dua deret, sebagai contoh 29, 49, dan 69. Apabila kita menjumlahkan 2 dan 9, akan didapat hasil 11, dan apabila kita merubah 11 menjadi satu angka akan didapatkan angka 1+1 = 2. Dua adalah angka pertama pada angka 29. Begitu juga dengan 49, 4+9 = 13, 1+3 = 4, dan 4 adalah angka pertama pada 49. Dan tanpa menghitung angka 69-pun akan menjadi 6. Bila memang ingin menghitungnya, silakan! Artinya, angka 9 pada ketiga bilangan itu (29, 49, 69) hanya menampakkan angka yang dijumlahkan padanya (2, 4, dan 6) apabila kita melakukan penjumlahan untuk mendapatkan hanya 1 digit angka. Atau dengan kata lain, angka 9 bisa diabaikan, tapi aku lebih senang menyebutnya “ANGKA 9 ADALAH CERMIN SATU ANGKA YANG DIJUMLAHKAN PADANYA”. Lalu bagaimana dengan deretan 3 atau 4 angka. Sama saja! Sebagai contoh 239, 679, dan 2395.
2+3+9 = 14, 1+4 = 5 hasilnya akan sama dengan 2+3 (tanpa 9) = 5
6+7+9 = 22, 2+2 = 4 hasilnya akan sama dengan 6+7 (tanpa 9) = 13, 1+3 = 4
2+3+9+5 = 19, 1+9 = 10, 1+0 = 1 hasilnya akan sama dengan 2+3+5 (tanpa 9) = 10, 1+0 = 1
Angka 9 bisa diabaikan dalam penjumlahan karena hanya sebagai “cermin” penjumlahan angka-angka di sekitarnya.

Mungkin sekian yang dapat aku bagi, mudah-mudahan ada manfaatnya. Setiap angka pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, sama seperti kita, nobody is perfect. Ini mungkin kelebihan angka 9, tapi tentu saja ada beberapa kelemahan. Sebagian besar orang pasti menginginkan mendapat ranking 1 dibanding 9, mendapat juara 1 dibanding 9. Hidup tidak akan lengkap tanpa dua sisinya. Silakan menyukai angka berapapun. Temukan kelebihannya dan jadikan hidup menarik!! Sukses selalu!

Sabtu, 09 Juli 2011

Jangan Baca Tulisan Ini


Tulisan ini memang dibuat untuk tidak dibaca siapapun, baik itu siswa, mahasiswa, ibu rumah tangga, pekerja kantor, pengusaha, pejabat, atau siapapun yang melihat secara langsung judul tulisan ini. Oleh karena itu, judulnya langsung mengacu pada tujuan pembuatan tulisan ini.

Namun, ternyata aku harus kecewa karena judul tulisan ini tidak membuat rekan-rekan sekalian untuk tidak membaca isinya. Bukan hanya sekedar “mengklik” judulnya, tetapi juga membaca beberapa kalimat pembukanya. Walaupun aku tidak melihat rekan-rekan secara langsung, aku yakin ini terjadi. Ayo ngaku! He..he..he. Dan disinilah menariknya. Melalui tulisan ini, aku ingin membagi sesuatu tentang “kekuatan kata jangan” yang sebenarnya lebih cocok dijadikan judul tulisan ini, tapi tidak menjamin lebih banyak orang yang membaca..(“,)

Beberapa pakar komunikasi menyatakan bahwa pikiran kita tidak dapat memproses pikiran yang negatif. Tidak ada jaminan seorang anak kecil berhenti main di pasir ketika diberikan perintah “Jangan main di pasir!” Begitu juga, tidak ada yang bisa menjamin bahwa tulisan ini tidak akan dibaca orang hanya dengan memberikan judul “Jangan Baca Tulisan Ini.” Sebagian besar orang tidak senang diperintah, apalagi bila perintah itu digandengkan dengan kata-kata negatif seperti “Jangan” atau “Tidak Boleh.” Bagi anak kecil, perintah seperti itu seperti tantangan. Namun, bagi yang tidak merasa anak kecil, perintah seperti itu membuat penasaran. Kita adalah makhluk pembelajar dan selalu ingin tahu. Membuat penasaran adalah salah satu langkah awal untuk membuat seseorang, bahkan diri kita, belajar.

Terkait dengan pernyataan pakar komunikasi di atas, aku kurang sependapat. Sebenarnya pikiran kita juga memproses kata negatif seperti “Jangan”. Kevin Hogan, penulis buku The Psychology of Persuasion, mengatakan, “Pernyataan negatif pada umumnya menyebabkan orang LEBIH MENGINGAT atau MEMPROSES LEBIH CERMAT apa yang disampaikan. Hal itu tidak berarti orang akan melakukan cara lain. Pernyataan negatif hanya membuat suatu perintah/gagasan/permintaan LEBIH MUNGKIN DIINGAT.” Tambahan kata jangan dalam judul tulisan ini hanya membuat lebih mudah diingat, bukan menjadikan rekan-rekan bersedia membaca. Kata “Jangan” membuat seseorang MEMIKIRKAN sesuatu, tetapi belum tentu MELAKUKAN sesuatu yang dipikirkan. Sama dengan ketika aku mengatakan “Jangan memikirkan facebook!”, “Jangan keluar..di luar hujan!”, “Jangan merokok!”, dan secara ajaib, facebook, tetes-tetes air hujan, dan sebatang rokok masuk secara berurutan ke dalam pikiran.

Begitu powerfullnya sebuah kata “Jangan”, sehingga orang-orang pemasaran suatu produk seringkali membubuhkan kata ini dalam setiap iklan-iklan produknya. Ini hanya sebuah wawasan, silakan rekan-rekan menggunakannya dengan niat untuk memberi manfaat bagi orang lain. Bila ada yang memiliki wawasan lebih dari apa yang dijabarkan dalam tulisan ini, silakan memberikan komentarnya. Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan. Selamat beraktifitas dan bermalam minggu. Sukses selalu untuk semua.

Surabaya, 9 Juli 2011.