Rabu, 24 Desember 2014

Jing

Bila ada orang yang memakimu dengan sebutan 'anjing', tariklah napas lebih dalam, kemudian hembuskan..jangan ditahan, nanti pingsan..haha.
Sadari kalau memang ada rasa marah yang muncul. Rasa marah yang hadir karena ketidaktahuan kita bahwa ada sifat2 anjing yang perlu kita pelajari juga..karena bisa jadi sifat2 itu lebih mulia dari sifat kita sebagai manusia. 
Kalau ada yang menyebutmu 'babi', 'gajah', atau apapun..kemarahanmu yg muncul mungkin karena tidak tau bahwa ada sifat2 mulia dari hewan2 itu. Maka, dengan pola pikir itu, mungkin saja orang yang sedang menghinamu itu sedang memujimu.
Dan tenang saja, makian dan hinaan apapun yang terlontar kepadamu tidak menunjukkan siapa dirimu, tetapi hanya menunjukkan siapa diri pemaki dan penghinanya.
Teko yang berisi air putih hanya mengeluarkan air putih, teko yang berisi teh mengeluarkan teh, dan teko yang tidak berisi apa2, tidak mengeluarkan apa2, selain suara gaduh bila dipukul,,,dengan sendok!
Sekian dan terimakasih..anjing. 

Jalan yang Berbeda, Cahaya yang Sama

Kita sedang sama-sama melangkah
Menapaki jalan untuk mencapai tujuan
Aku tidak tahu kapan aku akan sampai
Mungkin kau pun begitu
Aku pun tidak tahu akan ada apa di depan sana
Sama seperti dirimu
Namun, kita terus melangkah
Sesekali beristirahat
Untuk menyadari kalau kita masih bernapas
Dan napas yang aku hirup dan hembuskan ini
Yang masuk ke dalam tubuhku
Keluar dari tubuhku
Mungkin pernah berada dalam tubuhmu
Dan pernah keluar dari tubuhmu
Kemudian aku perlahan menyadari
Bahwa semesta adalah sebuah ruang raksasa
Yang mengikat kita melalui tali-tali udara
Yang tak kasat mata..
Ayolah Kawan..
Masihkah engkau tak menyadari kesatuan ini?
Tuhan sedang bercanda..
Melalui perbedaan-perbedaan yang tampak
Di hadapan kita,
Kita seolah-olah menyusuri jalan yang berbeda
Namun, dihadiahkan cahaya matahari yang sama
Untuk menerangi jalan-jalan itu
Kita terus melangkah mencapai tujuan kita masing-masing
Seolah-olah ada istana di ujung jalan sana
Namun, ternyata istananya disembunyikan
Di dalam hati kita sendiri. Itu saja.
Surabaya, 23-12-2014

#CintaItu

Cinta itu bukan menggenggam, apalagi mencengkeram, tapi memberikan ruang bagi kekurangan dan kelebihan. Genggaman hadir karena ketakutan akan kehilangan..semakin takut kehilangan, semakin kuat genggamannya.

Cinta memberikan kebebasan bagi seseorang untuk menjadi dirinya sendiri. Kebebasan dalam keunikan menghadirkan keindahan. Keindahan yang hadir karena gerakan sempurna antara kepakan sayap kelebihan dan sayap kekurangan.

#CintaItuMenerbangkan


Senin, 22 Desember 2014

Masih Kaku

Dulu, ketika saya awal-awal berlatih kempo di sebuah dojo, rasanya bangga bisa menguasai beberapa jurus. Ada tendangan, pukulan, tangkisan, disertai dengan teriakan yang perkasa. Pokoknya keren deh. Di luar latihan, saya menjadi sosok yang berani dan percaya diri. Setiap ada masalah dikit aja dengan orang lain, maunya langsung mukul atau nendang, saking beraninya. Setiap ada laki-laki yang cara berjalan atau meliriknya tidak saya sukai, maunya langsung ngantem mukanya. Namanya juga masih anak kemarin sore belajar beladiri..merasa diri hebat, padahal hanya hebat dalam memberi nutrisi bagi ego sendiri. Sangat kaku, segala sesuatu disikapi dengan cara-cara yang mengedepankan otot.
Di lain waktu, saya belajar main gitar. Di awal-awal belajar, jari-jari tangan kiri saya sering sakit karena belum terbiasa menekan senar-senar gitar. Karena baru belajar, jari-jari saya kaku sekali, tidak luwes seperti guru saya. Nada yang dihasilkan oleh jari-jari yang kaku pun ikut kaku, tidak mengalir..tidak harmonis. Kadang-kadang nadanya berbunyi..tek..tek..tek. Kayanya saya salah neken tuh..haha. Namanya juga masih anak kemarin sore belajar gitar...meluweskan jari-jarinya sendiri saja masih belum mampu. Masih kaku.
Saya amati dalam berbagai hal di kehidupan ini, ketika saya baru pertama kali belajar sesuatu, rentan sekali hadir ego untuk menyombongkan diri. Saya merasa menguasai banyak hal, tapi sebenarnya tidak paham esensi apa-apa! Masih di permukaan..masih sangat dangkal..tapi sudah sering bikin orang lain dongkol. Kekakuan adalah ciri bahwa kita baru mempelajari sesuatu. Dan keluwesan adalah ciri dari kedewasaan dan kemahiran kita dalam menguasai sesuatu. Sama seperti orang yang baru pertama kali naik sepeda, seluruh tubuhnya menegang, sangat kaku. Berbeda dengan orang yang sudah mahir, sangat luwes, namun tidak kehilangan keseimbangan dalam keluwesannya itu.
Ini bukan hanya tentang beladiri, tentang belajar gitar, atau naik sepeda, ini tentang ilmu apapun yang kita pelajari dalam hidup ini. Entah itu belajar masak, belajar balet, renang, menari, ilmu kimia, matematika, fisika, astronomi, psikologi, ilmu komputer, manajemen, komunikasi, agama,dll! Bila masih kaku, berarti masih harus banyak berlatih. Bila masih sering bikin ribut dengan orang lain, berarti masih harus banyak belajar. Orang-orang yang sudah ahli justru sangat luwes, sangat tenang, dan jarang bikin ribut. Bila masih berteriak sana-sini tentang yang ini benar-yang ini salah-dan saya yang terbenar, sama seperti suara senar gitar yang berbunyi tek..tek..tek. Belum harmonis. Jari-jarinya masih kaku. Namanya juga masih anak kemaren so..ah sudahlah! 

Minggu, 14 Desember 2014

Perdebatan Tentang Listrik

Suatu sore, setrika lagi nongkrong sama teman-temannya di ruang tengah. Ada kulkas, kipas angin, mesin cuci, dan lampu. Setrika memulai obrolannya,
"Fren, menurut kalian, listrik itu apa sih? Bagiku listrik itu sesuatu yang ketika mengaliri tubuhku, tubuhku jadi makin panas. Dan ketika tidak mengalir lagi, tubuhku kembali seperti biasa."
"Kurang tepat kalo artinya seperti itu, Ka," kata kulkas kepada setrika. "Justru listrik itu adalah sesuatu yang membuat sekujur tubuhku merinding kedinginan, bukan malah semakin panas. Air bisa kuubah jadi es kalau listrik mengalir di tubuhku."
"Wah, ngawur aja kalian ini," mesin cuci mulai ngoceh. "Listrik gak ada hubungannya dengan panas dingin, justru listrik itu berhubungan dengan goyang. Kalo listrik mengalir, badanku maunya goyang aja..seger...campur apek!"
"Sudahlah, kalian ini sebenarnya belum tau apa-apa tentang listrik," kata lampu mulai memberi pencerahan. "Kalian ini makhluk-makhluk bawah, aku yang termasuk makhluk atas karena letakku di atap, jadi aku lebih mengerti tentang listrik dibanding kalian. Listrik itu adalah sesuatu yang mengubah kegelapan menjadi terang. Dari gelap terbitlah terang."
"Itu bukannya quote-nya ibu Kartini ya, Mpu?" potong kulkas.
"Tau apa kamu tentang ibu Kartini. Kamu belum lahir waktu beliau lahir," kata lampu.
"Iya nih, sok tau banget kamu, Kas..t'goyang..kapok!" ejek mesin cuci kepada kulkas.
Tidak beberapa lama, sang pemilik rumah yang sedari tadi mendengar perdebatan alat-alat elektroniknya itu mulai bersuara, "Kalian semua benar, apa yang kalian definisikan sebagai listrik sudah benar menurut persepsi kalian masing-masing. Kalian mempersepsikan listrik sesuai dengan fungsinya dalam diri kalian masing-masing. Seandainya saja kalian tidak banyak berdebat, hening saja sebentar, kalian akan tau bahwa listrik yang mengalir di tubuh kalian; setrika, kulkas, mesin cuci, lampu, tv, radio, laptop, hp, tab, panggangan roti, ac blender, solder, dll adalah listrik yang sama. Tidak ada bedanya. Yang berbeda adalah fungsi dan persepsi kalian. Itu saja."

Tentang Sabar

Sabar itu dimulai tepat setelah pikiran kita berhenti bertanya "sampai kapan?". Ketika kita masih berkutat dengan pertanyaan itu, sebenarnya kita masih belum memulai untuk sabar, kita hanya sedang menampung emosi di dalam diri kita sendiri.

Awal Rasa Cinta

Awal dari semua rasa cinta adalah penerimaan...penerimaan bahwa diri kita pantas untuk dicintai. Kalau kita tidak bisa mengerti dan mencintai diri kita sendiri, dari mana kita memiliki energi untuk mengerti dan mencintai orang lain?
Kadang, pertanyaan terpenting dalam hidup kita adalah pertanyaan yang tidak perlu lagi dijawab, hanya perlu direnungi, karena justru jawabannya sudah terkandung di dalam pertanyaannya itu.

Minggu, 07 Desember 2014

Reza Bakhtiar

Untuk sahabatku, yang juga seorang adik, dan bos 10.11..kata-kata ini bukan untuk mengobati rasa kehilangan yang ada di hatimu saat ini, bukan untuk mengusir rasa sedih yang saat ini sedang bertamu, dan bukan untuk menghapus kerinduan yang sedari kemarin hadir..kata-kata ini hanya penanda, bahwa aku ada di sampingmu, Kawan. Baik ketika rasa senang hadir di hatimu, maupun ketika kesedihan menyapa.
Menangislah, bukan untuk menendang kesedihan itu, bukan untuk memukul rasa bersalah itu, tapi untuk mendekapnya, memeluknya lebih erat dari biasanya. Sampai rasa sedih itu sedih untuk berlama-lama hadir di hatimu. Hingga rasa bersalah itu merasa bersalah bila harus menetap lebih lama di hatimu. Mereka bukan musuhmu, mereka hanya bukan dirimu. Dirimu bukan rasamu, bukan juga pikiranmu. Mereka semua hanya tamu-tamu dalam semesta kecilmu. Engkau abadi, begitu pula dengan sosok yang kau tangisi saat ini.
Menangislah, namun jangan merasa lemah. Engkau kuat dan aku bisa melihat itu. Air matamu saat ini bukan tanda kelemahan, namun kejujuran akan perasaanmu sendiri. Keberanian yang sejati hadir bukan karena ketiadaan rasa takut, tapi karena kejujuran dalam mengakui keberadaan rasa takut itu. Kebahagiaan yang hakiki juga hadir bukan karena ketiadaan rasa sedih, tapi karena keikhlasan dalam memeluk rasa sedih itu. Air matamu mengajarkanku tentang kejujuran dan keikhlasan ini, Kawan.
Jadi, tidak ada alasan bagiku untuk tidak mengatakan bahwa dirimu kuat. Dirimu memang kuat, bukan karena aku ingin menghiburmu, dan bukan karena aku sahabatmu. Dan dalam ketegaran dan kekuatanmu itu, engkau pasti sudah melihat bahwa surga yang ada di kedua telapak kakinya itu kini bersatu dengan keindahan semesta, bersatu dengan bintang-bintang, rembulan, matahari, bahkan udara yang kini kau hirup dan kau hembuskan. Surga itu kini menjadi lebih luas..jauh lebih luas dari apa yang mampu kau lihat dengan matamu. Bahkan, surga itu kini meresap ke dalam semesta kecilmu, menyatu dengan dirimu. _/|\_

Kita Hidup Berdampingan dengan Masa Lalu

Bintang yang kita lihat di langit ketika malam, mungkin saja sudah hancur dan tidak ada lagi, namun cahayanya baru sampai ke bumi dan tertangkap mata kita. Matahari yang kita lihat ketika pagi adalah matahari beberapa detik yang lalu. Ini adalah beberapa bukti bahwa ada masa lalu yang kita lihat di masa kini.
Kita hidup di saat ini, namun juga hidup berdampingan dengan masa lalu. Cukup dibutuhkan sebuah lagu untuk membawa memori kita pada peristiwa di masa lalu, cukup sebuah rasa makanan untuk mengantarkan pikiran kita kepada sebuah tempat yang pernah kita kunjungi di masa lalu, cukup semilir angin yang membawa aroma tertentu yang mengantarkan kenangan kita dengan seseorang ke saat ini.
Tidak dibutuhkan hal besar untuk 'memanggil' masa lalu kita ke kehidupan kita saat ini, namun dibutuhkan upaya yang sangat besar untuk 'memusnahkan' atau melupakan masa lalu..karena kita tidak mungkin melupakan tanpa mengingatnya terlebih dahulu. Ingin melupakan dan ingin mengingat sebenarnya adalah permohonan yang sama dengan kata-kata yang berbeda. 

Kelak Kau akan Mengerti

Kelak kau akan tau, Nak..kehidupan itu tidak selalu berjalan selaras dengan apa yang sekedar kau inginkan, tidak selalu sesuai dengan buku yang kau baca, tidak persis sama dengan apa yang orang-orang katakan kepadamu...Kau berhak memaknai kehidupanmu sendiri, dengan persepsimu sendiri, dengan kelapangan hatimu sendiri. Dunia hanya seluas lapangnya hatimu dan seindah makna yang kau bentuk dengan pikiranmu.
Jelajahilah dunia bukan hanya dengan buku yang kau pegang saat ini, namun dengan kedua kakimu, kedua tanganmu, kedua mata, telinga, dan semua anggota badanmu..melangkahlah ke tempat dimana hatimu nyaman untuk berada. Dengan begitu, semua tempat akan menjadi rumah bagimu. Karena rumah adalah tempat dimana hatimu berada, tidak peduli engkau sendirian atau bersama orang lain. Kemudian, berilah lengkung terbaik yang dimiliki bibirmu, agar semesta juga tersenyum kepadamu.
Hidup bukan hanya perjalanan kaki, tapi juga perjalanan hati.
~Your Happiness Is, part 2

Senin, 01 Desember 2014

Yang Membutakan

Cinta itu tidak membutakan. Justru dengan cinta, kita bisa melihat sesuatu lebih dalam. Kita bisa menemukan keindahan pada sesuatu yang mungkin selama ini kita anggap biasa saja. Pandangan kita menjadi hanya terfokus pada keindahan. Cinta membuat kita melihat keindahan lebih jelas.
Jadi, bukan cinta yang membutakan..yang membutakan adalah kemarahan. Ribuan kebaikan dari seseorang bisa lenyap seketika ketika api amarah muncul dari dalam diri. Dan dari semua api yang ada dalam kehidupan kita, api di dalam diri kita lah yang paling berbahaya...karena bukan saja mampu membakar kebaikan-kebaikan orang lain, tetapi juga mampu membakar hubungan baik yang selama ini dibina.
Setiap orang punya 'titik api' di dalam dirinya. Sekali titik ini tersentuh oleh pikirannya sendiri tentang keadaan, kejadian, atau sikap seseorang, api amarah muncul. Ketika ada bagian di dalam diri kita yang sedang marah, menyadari bahwa diri kita sedang marah adalah langkah penting agar 'nyala apinya tidak melebar kemana-mana'. Namun, upaya untuk menahan 'nyala apinya', memaksa diri agar tidak marah ketika sebenarnya ingin marah adalah langkah awal untuk membuat 'kobaran apinya' semakin besar di kemudian hari.

Tuhan dan Kotoran Sapi

"Pernah gak kalian bercermin?" tanya saya kepada beberapa anak SMP yang sedang mengikuti camp di salah satu lembaga bimbingan belajar.
"Ya pasti pernah, Mas!!" kata mereka, sambil menunjukkan raut wajah yang sedikit kebingungan. Mungkin karena pertanyaannya yang aneh atau tidak begtu penting.
Saya tersenyum, kemudian melanjutkan bertanya, "Nah, ketika kalian bercermin, pernah gak kalian tersenyum dan mengucapkan terimakasih kepada orang yang ada di depan cermin?"
Seorang anak cowok langsung merespon pertanyaan saya itu dengan berkata, "Gendeng Mas!" Teman-temannya yang lain langsung tertawa mendengar jawaban anak ini.
Kemudian, mulai terdengar jawaban dari anak-anak yang lain: "Gak pernah, Mas!", "Aneh Mas!", "Ngapain gitu, Mas?!", "Untuk apa, Mas?", "Narsis Mas!"
"Kalau kalian gak pernah mengucapkan terimakasih pada diri sendiri, lalu kalian mengucapkan terimakasih kepada siapa?" tanya saya lagi.
Seorang anak dengan cepat menjawab, "Kepada Tuhan, Mas." Anak-anak yang lain langsung terkagum-kagum dengan jawaban anak ini yang cepat dan tegas. Termasuk saya.
"Tuhan ada gak di dalam diri kita?" tanya saya.
"Ada Mas!" jawab mereka serempak.
"Kalau kita mengucapkan terimakasih kepada diri sendiri, kita sedang mengucapkan terimakasih kepada Tuhan, gak?"
Wajah mereka tampak berpikir, dan akhirnya seluruh anak mengatakan, "Iya Mas."
"Tuhan ada gak di tangan kita?" tanya saya lagi.
"Ada Mas!" kata mereka.
"Kalau kita mengucapkan terimakasih kepada tangan kita, sama gak dengan mengucapkan terimakasih kepada Tuhan?" kembali saya bertanya.
"Iya Mas!" kata mereka lagi.
"Tuhan ada di kaki kita?"
"Ada."
"Tuhan ada dalam diri setiap orang?"
"Ada."
"Ada dalam diri binatang?"
"Ada"
"Ada di dalam diri anjing?"
"Ada."
"Ada di dalam diri babi?"
Sebagian anak mulai kebingungan, sebagian lagi mengatakan, "Ada Mas."
"Tuhan ada dalam kotoran sapi?" tanya saya sedikit jahil.
Dan merekapun serempak menjawab, "Gak ada Mas!" sambil menunjukkan wajah jijik.
Saya tertawa, dan seisi kelas pun tertawa. 

Ruang Antara

Kebahagiaan memberikan kita sayap untuk terbang melayang menembus ruang yang tak berwaktu. Kemudian kita melihat hidup itu begitu indah dan penuh warna. Namun, ketika kesedihan bertamu, mematahkan sayap-sayap itu, kita kehilangan kemampuan untuk terbang. Seakan langit runtuh menghantam kita ke kedalaman hati kita sendiri.
Kebahagiaan membuat kita melihat kehidupan secara meluas, dan kesedihan membuat kita melihat kehidupan secara mendalam. Namun, ada ruang diantara keduanya, yang membuat kita melihat dunia dan kehidupan apa adanya. 

~Your Happiness Is, part 2

Tentang Kita dan Hujan

Semakin dewasa, kita semakin membenci hujan. Padahal dulu kita pernah tertawa di bawah rintik hujan dari langit yang sama, Kawan. Bajumu basah, bajuku juga basah. Namun, kita tetap saja nyengir bersama ingus kita masing-masing. Dan kita berdua sudah tahu bahwa beberapa menit ke depan, di dalam rumah yang berbeda, kita akan sama-sama tertunduk terpaku sambil mendengarkan omelan ibu kita masing-masing. Omelan yang akan memberhentikan kita berhujan-hujanan hari itu...tapi tidak besok, Kawan. Besok memiliki hiburannya sendiri, permainannya sendiri, keindahannya sendiri.
Kau tahu apa yang paling indah dari air hujan, Kawan? Air-air itu akan terus mengalir ke tempat yang lebih rendah dan terbang bersama sinar mentari walaupun tahu rasanya jatuh berkali-kali. Lalu kau pasti protes bahwa air dan manusia itu berbeda..fitrahnya air memang seperti itu..sedangkan manusia berbeda. Tidak semua orang nyaman mengalir ke tempat yang lebih rendah, dan tidak semua orang juga cepat bangkit ketika terjatuh. Ah..aku kenal betul tabiatmu yang suka protes ini, Kawan. Itulah yang membuat kita tetap berkawan. Bukan karena engkau tidak memiliki sifat yang aku tidak sukai, tapi karena aku bisa menerima hal itu, dan engkau juga melakukan hal yang sama akan sikapku yang tidak kau sukai.