Sabtu, 22 Agustus 2015

Knock The Door

Jesus says, ”Knock and the door shall be opened unto you.” But please remember if it is a door or not. Don’t go on knocking on the wall, otherwise no door shall be opened unto you. And, in fact, when you knock at the door, when you really reach near the door, you will find it has always been open. It has always been waiting for you. A door is a waiting, a door is a welcoming, a door is a receptivity. It has been waiting for you, and you have been knocking on the wall.
What is the wall?
When you start through knowledge and not through being, you are knocking at the wall. Become, be! Don’t gather information. If you want to know love, be a lover. If you want to know God, be meditation. If you want to enter the infinite, be prayer. But be! Don’t know about prayer. Don’t try to accumulate what others have said about it. Learning will not help; rather, unlearning will help. Drop whatsoever you know, so that you can know. Drop all information and all scriptures, forget all Korans and Bibles and Gitas; they are the barriers, they are the wall. And if you go on knocking against that wall, those doors will never open, because there are no doors. And people are knocking against the Koran, knocking against the Vedas, knocking against the Bible, and no door opens.

#Osho

KESATUAN DENGAN KEHIDUPAN:

[Kesadaran yang memisahkan timbul dari kesadaran adanya “si aku” (“I”, “me”, “mine”, “myself”) yang berelasi dengan segala hal sebagai objek. Sebaliknya, kesadaran yang menyatukan adalah kesadaran sebelum tercipta paham adanya “si aku”. Kita, Anda dan saya, adalah kesadaran INI, kesadaran tak-berbentuk, tak-berobjek, tanpa ego.
Kesadaran INI mirip seperti ruang mahaluas tak-terbatas yang mendasari dan melingkupi semua bentuk-bentuk kehidupan. Apabila Anda menyentuh dimensi Kehidupan Tak-Berbentuk ini–sebuah Kesadaran Tak-berbentuk yang menyatukan–maka Anda akan mengerti bahwa Anda bukan memiliki hidup, tetapi Anda adalah hidup itu sendiri; Anda bukan memiliki Kesadaran, tetapi Anda adalah Kesadaran itu sendiri. Kesadaran INI bukan milik Anda, bukan milik saya; INI adalah Kesadaran Semesta, Universal, Ilahi. Kesadaran INI adalah Anda yang sesungguhnya.
.....Rasakan beberapa saat kemahaluasan dari Kesadaran atau Kehidupan Tak-Berbentuk yang adalah Anda yang sesungguhnya. Tinggallah dalam realisasi ini dalam beberapa saat dan perhatikan bagaimana Kesadaran Tak-Berbentuk ini bermanifestasi dalam dunia bentuk, meresapi dan melampaui segala hal yang Anda sadari.
.....Apabila Anda merealisasikan atau menghidupi Kesadaran Tak-Berbentuk ini sementara Anda hidup dan berelasi dalam dunia bentuk, maka Anda akan menemukan secara relative mudah kedamaian, kebahagiaan dan kelimpahan dalam hidup.]

#Romo Sudrijanta Johanes

A Seed and Forest (Sebutir Biji dan Hutan)

Adalah sebutir biji. Ia memiliki rasa ingin tau yang kuat mengenai bagaimana hutan tercipta. Ia tidak cukup pengetahuan untuk menjawab rasa ingin tahunya itu. Maka ia pun memulai pengembaraannya untuk mencari jawaban.
Dalam perjalanannya ia belajar satu per satu pengetahuan yang bisa ia pelajari, dimulai dari ilmu tanah, ilmu air, dan ilmu udara. Ia sekarang mengerti bahwa di sekelilingnya ada tanah, air dan udara. Dan ia tau fungsi mereka masing-masing. Namun pengetahuan ini belum cukup dalam menjawab bagaimana penciptaan hutan.
Ia melanjutkan perjalanannya. Ia memperluas pengetahuannya. Si biji mempelajari ilmu lain seperti ilmu iklim, cuaca, juga ilmu kelangitan, seperti cahaya matahari, bulan, bintang. Sekarang ia tahu apa fungsi dari masing-masing komponen itu dan bagaimana hubungannya antara satu dan lainnya. Ia juga paham bagaimana semua itu berhubungan dengan tanah, air, dan udara.
Si biji sekarang menjadi biji yang pintar dan terpandang. Ia sudah layak mendapatkan gelar biji yang berilmu tinggi. Ia paham dengan baik apa yang terjadi pada alam di sekelilingnya. Namun pengetahuannya ini yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun masih belum mampu menjawab keingintahuannya mengenai bagaimana hutan tercipta.
Beberapa tahun lamanya kemudian, si biji masih ingin tau bagaimana hutan tercipta. Tapi ia tidak tau harus belajar apa lagi. Dan ia tidak punya tempat untuk bertanya. Hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Sampai suatu hari ia bertemu sebatang pohon tua yang besar.
Ia pun bertanya kepada sang pohon besar, "Wahai pohon tua besar yang bijak, apakah engkau tau bagaimana hutan tercipta? Sudikah kau menceritakannya kepadaku?
"Sang pohon besar memandang ke bawah ke arah si biji. Ia berkata, "O biji, berhentilah bergerak, dan duduklah diam di sampingku."Si biji menuruti apa yang dikatakan oleh pohon besar. Ia duduk berdiam diri di samping pohon besar itu.
Sehari, seminggu, sebulan pun berlalu, biji tetap duduk diam tidak bergeming. Perlahan-lahan mulai terjadi perubahan pada dirinya. Biji mulai ditumbuhi akar kecil, yang kemudian membesar dan menjalar menembus tanah. Tubuhnya meninggi karena batang yang tumbuh keluar dari tubuhnya. Daun pun muncul dari batangnya. Ia merasakan cahaya matahari masuk ke dalam tubuhnya yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Dulu ia hanya tau mengenai cahaya, namun sekarang ia bisa merasakannya mengalir melalui daun dan seluruh tubuh. Ia merasakan akarnya yang menyerap zat-zat mineral dari dalam tanah ke dalam tubunya. Ia pun semakin tumbuh. Semakin besar, dan besar.
Bertahun-tahun sudah berlalu, si biji sekarang bukanlah sebuah biji lagi. Ia telah menjadi sebatang pohon yang sangat tinggi besar, berbatang banyak, dan daun-daunnya yang rimbun. Sekarang si biji mengerti bahwa selama ini ia sudah berada di dalam hutan. Dan ia sekarang mengerti bagaimana hutan itu tercipta.
Si biji mengerti. Ia lah hutan itu!