Baiklah, akan kukatakan kepadamu
Bahwa sebenarnya kita tidak pernah terpisah
Sekarang tatap mataku..
Kini engkau ada di hadapanku
Dan aku ada di hadapanmu, bukan?
Engkau melihatku
Dan aku melihat wajahku sendiri
Ada di kedua bola matamu.
Dan pada saat yang bersamaan
Engkau ada di dalam diriku
Dan aku ada di dalam dirimu
Kenapa bisa seperti itu??
Begini, biar kujelaskan perlahan
Wujudmu terhenti sampai di kedua bola mataku saja
Tapi cintamu merasuk hingga
ke dalam pikiran dan hatiku
Bila aku hanya mengandalkan mataku
Jelas cintaku hanya sebatas keanggunan fisikmu
Tapi, jangan salah paham dulu
Bukan berarti aku tidak perduli itu
Itu tidak salah sama sekali
Hanya saja itu belum dalam
Aku mencintai kedua mataku
Dengannya aku menangkap wujudmu
Aku mencintai wujudmu
Bila aku hanya mengandalkan telingaku
Cintaku akan terkungkung dalam suaramu
Tidak bisa bergerak lebih bebas dari itu
Tapi, seperti yang kukatakan sebelumnya
Itu juga tidak salah
Hanya saja belum dalam
Aku mencintai kedua telingaku
Dengannya aku menangkap suaramu
Aku mencintai suaramu
Yang terdalam..yang terhalus
Cintamu tak dapat kusandera dengan inderaku
Terlalu kecil..begitu halus
Menempati ruang-ruang di pikiran dan hatiku
Sehingga engkau kini menggandakan diri!
Di hadapanku dan di dalam diriku
Aku mencintai engkau yang ada di hadapanku
Aku mencintai engkau yang ada di dalam diriku
Dan aku mencintai caraku mencintaimu
Mungkin engkau bertanya...
Kenapa mesti mencintai caraku mencintaimu?
Supaya aku bisa kembali
Ke titik kesetimbangan cinta itu sendiri
Ketika engkau yang ada di hadapanku
Mulai berbeda dengan engkau yang ada di dalam pikiranku
Ketika engkau yang sebenarnya
Mulai berkonflik dengan engkau yang aku harapkan
Ketika engkau dengan segala sifat dan sikap
Mulai berseteru dengan sifat dan sikap
yang aku inginkan ada padamu
Apakah sekarang engkau mulai paham?
Intinya, aku manusia yang rindu rasa - rindu rupa
Terkadang tergiur menjebak rasa dalam kata
Dan senang mengurai kata menjadi rasa
Entah sampai kapan
Mungkin sampai bumi berhenti berputar..
Ah, pasti engkau anggap itu doa, kan?
Tuhan tidak senaif itu
Dia juga senang puisi
Lalu engkau sebut apa kehidupan ini
bila bukan jalinan bait-bait puisi
pada kertas semesta-Nya?