Sahabatku, aku ingin bertanya..
Tidakkah engkau lelah berdiri mematung,
membiarkan wajahmu dibelai angin malam
seraya menatap tajam langit mendung itu
dan menanti rintik-rintik hujan turun menampar kedua pipimu,
kemudian engkau bebas menghamburkan tangisan
karena saat itu, hanya saat itu,
tak seorang pun bisa memisahkan air matamu dari air mata langit?
Ijinkan aku mengira bahwa dengan begitu
tak seorang pun tahu bahwa engkau sedang menyembunyikan tetes air matamu
dalam derasnya tetes air mata langit..
Tak seorang pun tahu bahwa engkau sedang membasuh air matamu
dengan air mata lain
Ya, membasuh air mata dengan air mata...tidak lebih
Engkau mungkin bisa mengelabui mataku, tetapi tidak untuk langit
Kau pasti tahu bahwa langit menyaksikan semua itu
dari atas permukaan air yang hening, namun bening seperti cermin
Dan tahukah kau bahwa purnama yang tergantung di langit yang penuh rahasia itu
tidak pernah benar-benar hilang?
Dia hanya bersembunyi dan sesekali muncul agar kau tidak bosan
dengan wujudnya
Agar kau tetap rindu, tetap kangen dirinya saja
Aku juga ingin bertanya lagi..
Masih senangkah kau mempermainkan waktu dengan harapan?
Kau jejalkan berdesak-desakkan pada pisau detiknya,
kemudian dicabik-cabiklah mereka semudah merobek
kertas putih tipis yang kosong, tanpa tulisan
Sahabatku, mari kita berlindung dari guyuran hujan itu,
sesekali bercanda dengan purnama dan bersama-sama
menaiki komidi putar waktu...sesekali saja..tanpa harapan
karena langit telah melihat sesuatu yang melebihi harapanmu dan harapanku
dari atas permukaan air yang hening, namun bening seperti cermin..
Surabaya, 18 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar