Hidup bukan tentang perjalanan kaki, tetapi perjalanan hati. Bukan tentang yang paling cepat, tapi yang paling dekat.
Selasa, 06 April 2010
Si Kecil yang Nakal
Suatu ketika aku pernah diberi pertanyaan oleh seorang kawan. Pertanyaannya bukanlah pertanyaan yang serius dan membutuhkan perhitungan yang rumit. Pertanyaan ini lebih bersifat teka-teki dan cenderung jauh dari akal sehat. Pertanyaan sederhana itu adalah, “binatang apa yang disembah sebagian besar manusia?” Menjawab pertanyaan seperti ini tidak dianjurkan mengaitkannya dengan agama apapun karena akan berujung pada kemarahan. Boleh saja mengaitkannya dengan sejarah, ketika sebagian manusia masih menganut paham animisme dan dinamisme. Namun, melihat raut mukanya yang cengengesan, tentu saja jawaban pertanyaan ini tidak ada hubungannya dengan manusia purba yang hidup nomaden pada jamannya. Cukup lama juga aku berpikir untuk menemukan jawaban pertanyaan konyol ini. Hingga akhirnya aku pun menyerah sebagai tanda kewarasan seorang manusia yang enggan masuk ke dalam realita yang jauh dari akal sehat. Alibi ini cukup kuat untuk mengalihkan ketidakmampuanku menggunakan otak kanan pada saat-saat seperti ini.
Setelah mendengar kata menyerah dariku, dengan bangganya dia menjawab pertanyaan yang dia buat sendiri. Memang terdengar aneh ada orang yang mengajukan pertanyaan dan menjawabnya sendiri. Namun, ini semua tentang seulas senyum persahabatan, bukan tentang analisis fakta dan data. Mungkin terdengar mengejutkan bila jawabannya adalah seekor binatang kecil yang setiap kita melihatnya hanya ada satu instruksi dalam pikiran, yaitu menepuknya. Binatang ini tidak lain dan tidak bukan adalah nyamuk. Aku kalah telak. Kawanku benar-benar mampu mendeskripsikan dengan jelas bagaimana posisi terakhir kedua tangan kita ketika menepuk nyamuk yang sedang terbang, walaupun tepukan itu tidak disertai doa yang tulus, namun umpatan seperti, “Akhirnya mampus juga kamu!” atau “Sial, cepat sekali terbangnya!” Belum lagi pertanyaan menjengkelkan yang mempersoalkan kenapa suara nyamuk itu “ngiung…nguing….nginnggg.” Malas juga memperdebatkan suara yang tidak masuk kategori “Indonesian Idol” seperti suara nyamuk ini. Namun, kawanku telah berhasil mengingatkanku bahwa sampai saat ini nyamuk itu senang menghisap darah manusia. Bila yang dihisap adalah bensin, tentu saja suaranya akan menjadi “bremm…bremmm….bremmm…ngenggg!!!”
Bila direnungkan sejenak, nyamuk adalah ciptaan Tuhan yang tentu saja bermanfaat dalam kehidupan. Ketidakhadirannya di dunia tentu saja akan mengganggu siklus rantai makanan dan memengaruhi harmonisasi alam semesta. Namun, ulah nyamuk terhadap kelangsungan hidup makhluk lain seringkali merugikan. Nyamuk mampu menyebarkan penyakit malaria, kaki gajah, cikungunya, dan demam berdarah. Tidak jarang penyakit-penyakit tersebut mengakibatkan kematian bagi penderitanya. Oleh karena itu, tidak dapat disalahkan juga ada orang yang amat membenci binatang kecil yang satu ini.
Aku tidak memiliki kewenangan untuk melarang seseorang membenci nyamuk, apalagi orang tersebut adalah mantan penderita salah satu penyakit yang disebabkan oleh binatang ini atau orang yang memiliki trauma karena kematian sanak keluarga akibat penyakit demam berdarah. Aku hanya ingin berbagi sedikit hal yang mungkin menjadi salah satu kekeliruan pikiran kita tentang nyamuk selama ini. Setelah membaca buku yang ditulis Dr. Didit Darmawan tentang binatang yang satu ini, aku menjadi tahu bahwa nyamuk memerlukan darah, dan oleh karenanya dia menghisapnya dari dalam tubuh kita, untuk perkembangan telurnya. Maka dari itu, yang menghisap darah hanya nyamuk betina. Nyamuk betina membutuhkan protein dalam darah untuk membantu telurnya berkembang. Nyamuk, baik jantan dan betina, dapat hidup dari nektar bunga. Nyamuk juga merupakan indikator bahwa lingkungan di sekitar kita tidak dalam keadaan bersih. Oleh karenanya, keberadaannya dapat menjadi pengingat bahwa masih ada selokan yang harus kita bersihkan, bak mandi yang belum kita kuras airnya, atau sampah yang belum kita buang pada tempatnya. Belum lagi keberadaan nyamuk telah memberi penghasilan secara tidak langsung bagi para pekerja atau karyawan di industri obat nyamuk. Keberaniannya mengambil resiko seharusnya dapat memberikan inspirasi. Dengan tubuhnya yang kecil, dia berani menghisap darah makhluk lain yang ukuran tubuhnya lebih besar dengan resiko kematian dirinya dan calon buah hatinya. Semua tindakan pasti ada resikonya. Yang terbaik yaitu bukan menghindari resiko, tetapi mengenali setiap resiko yang hadir atau akan hadir dan berupaya untuk menemukan solusi yang tepat.
Ada juga sebuah ungkapan yang pernah aku dengar dan berhubungan dengan binatang yang satu ini. Ungkapan tersebut adalah, “jangan membunuh nyamuk dengan bom atom”. Sepintas ungkapan tersebut lebih mirip lelucon yang tak bermakna dalam. Namun, apabila kita pernah bertemu dengan orang yang menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang melebihi takaran, hal ini akan terasa lain. Terpancing emosi untuk berkelahi karena ejekan anak kecil hanya akan menguras energi dan membuat suasana menjadi kacau-balau. Besar kecil masalah memang relatif, tetapi persahabatan dan kekeluargaan akan memberi tahu kita tentang hal apa yang dapat menyelesaikan masalah dan hal apa pula yang dapat menimbulkan masalah baru. Menggunakan cara-cara berlebihan dalam menyelesaikan masalah seringkali menghancurkan hal lain yang tidak menjadi persoalan.
Semoga catatan kecil tentang “hal kecil” ini dapat memberikan inspirasi baru untuk tetap mensyukuri semua yang telah diciptakan-Nya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar