Tadi makan mie ayam di warung kopi. Keren kan, di warung kopi ada mie
ayam?! hehe..Untuk menemani semangkuk mie ayam, saya memesan minuman
dingin rasa jeruk. Siang ini cukup terik, sehingga perpaduan antara
dingin-kecut-manisnya es jeruk dan hangat-asin-pedasnya kuah mie ayam
sangat pas rasanya di tenggorokan.
Ketika sedang menikmati mie ayam, seorang ibu datang, menggendong
seorang anak laki-laki dengan kain. Tangan kiri ibu ini menggandeng
tangan kanan seorang anak perempuan. Tangan kanannya memegang 'alat
musik' yang terbuat dari kayu yang dihiasi beberapa tutup botol minuman
bersoda.
Tidak beberapa lama mulailah ibu ini bernyanyi sambil
menggerakkan-gerakkan 'alat musik' sederhananya. Lagunya berbahasa
Indonesia, namun asing di telinga saya. Baru beberapa kalimat meluncur
dari mulut ibu itu, saya segera memberinya uang. Saya menghargai upaya
ibu ini, namun terlebih lagi, saya ingin menikmati makan siang saya
saja. Saya ingin ibu itu menghentikan nyanyiannya dan segera pindah ke
tempat yang lain.
Tak disangka-sangka, beberapa detik setelah saya memberinya uang,
ibu ini langsung memesan mie ayam di tempat saya makan! Glek! "Pak,
mie-ne siji (mie ayamnya satu), mangkok'e loro (mangkuknya dua)," pesan
ibu itu kepada tukang mie ayam. Ada perasaan kaget campur bingung campur
linglung dalam hati dan kepala saya. Sungguh, makan siang saya hari ini
ramai sekali rasanya..hehe. Ibu itu duduk di hadapan saya, kemudian
menenangkan kedua anaknya yang rewel. Apa yang saya inginkan untuk
'pergi', malah 'mendekat'.
Selang beberapa saat, mie ayam yang dipesan ibu itu datang juga.
Tukang mie ayam sepertinya paham maksud ibu itu. Dia tidak memberikan
apa yang dipesan, tapi memberikan 2 mangkuk yang telah berisi mie ayam
setengah porsi-setengah porsi kepada ibu itu. Keren! Pastilah maksud ibu
itu juga demikian, karena dia membawa 2 orang anak yang harus diberi
makan. Ini komunikasi setengah kebatinan..hehe. Sambil menikmati mie
ayam yang tinggal sedikit lagi di mangkuk, sesekali saya melihat ketiga
orang ini makan. Rukun dan lahap sekali.
Apa pelajarannya?? Terkadang, apa yang kita inginkan pergi justru
tidak pergi, malah mendekat untuk menunjukkan pelajaran yang berharga
kepada kita. Kehidupan bukan saja tentang terpenuhinya keinginan, tapi
juga keselarasan dengan rancangan-Nya. Dan komunikasi antara tukang mie
ayam dan ibu itu menunjukkan bahwa ada hal-hal yang terkadang luput dari
pemahaman kita hanya karena kita terlalu lama bersenang-senang dalam
struktur, dalam konteks, dalam arti, bukan dalam makna.
Hidup bukan tentang perjalanan kaki, tetapi perjalanan hati. Bukan tentang yang paling cepat, tapi yang paling dekat.
Selasa, 24 Desember 2013
Selasa, 03 Desember 2013
Keramaian Warung Penyetan
Dulu, saya anti 'keramaian'. Paling males kalau lihat orang bergerombol ada di satu tempat. Entah apa yang dilihat atau dicari. Maunya sih melatih pikiran supaya tidak ikut-ikutan, melawan mainstream. Jadi orang yang antimainstream itu keren. Makanya, saya agak males kalau diajak ke Mall atau ke tempat-tempat ramai. Tapi di satu sisi, saya juga tidak suka kalau diajak ke tempat yang terlalu sepi, seperti kuburan...haha. Agak galau juga.
Lambat-laun saya agak mengurangi ego yang satu ini. Sekarang saya suka ikut nimbrung kalau ada orang ramai di suatu tempat, terutama tempat makan, apalagi tempat makan penyetan. Bagi yang tidak mengerti tempat makan penyetan, ini mirip dengan warung-warung makan pecel lele dan lalapan. Memang yang dijual bukan hanya lele, ada tempe, tahu, ayam, bebek, ikan mujair, belut, telur, dll. Semuanya digoreng dan tentu saja disajikan dengan sambal dan lalapan. Hanya ada 2 sebab utama kenapa warung penyetan bisa ramai: Enak atau Murah. Bisa juga perpaduan keduanya. Sebab tambahan: yang goreng cantik..hehe
Tadi saya sempat melihat keramaian di salah satu warung penyetan di dekat tempat saya tinggal. Warung ini baru beberapa bulan buka, tapi keramaiannya cukup konstan hingga hari ini. Saya mampir saja. Pas masuk, saya langsung tahu apa yang membuat warung ini ramai. Konsep ini tidak dilakukan di warung penyetan lain di sekitarnya. Pertama, beberapa jenis ikan disajikan mentah dan segar, dikelilingi es batu. Orang datang memilih ikan dan meminta penjual menggorengkannya. Ini menghadirkan sensasi yang berbeda dibandingkan ketika kita memesan makanan di warung penyetan lain. Konsumen dilibatkan. Konsumen memakan ikan hasil pilihannya sendiri! Rasanya tetap ikan, tapi sensasinya beda. Kedua, ada 2 jenis sambal: pedas dan biasa. Ada juga irisan mangga muda untuk memberi rasa asam. Sambal ini ditaruh di ulekan besar. Masih fresh. Cita rasanya terjaga. Dalam dunia 'perpenyetan', yang menguasai sambal, menguasai pasar. Konsep ini bagus, konsumen bisa memilih 'tingkat' sambal mana yang sesuai dengan kondisi lidah dan perutnya. Dua hal itu yang saya tangkap dari kelebihan warung penyetan ini. Mungkin ada kelebihan-kelebihan lain yang luput dari pandangan saya, tapi bagi saya, 2 hal itu yang mencolok. Terkait harga, tentu saja itu relatif. Tapi bagi saya, cukup terjangkau.
Setelah saya makan, rasa sambalnya cukup enak. Rasa ikannya ya seperti ikan biasa, tapi karena saya yang pilih ikan itu, jadi rasanya enak..haha. Demikianlah yang bisa saya bagi malam ini, mudah-mudahan bisa memberi inspirasi dan mungkin juga ide untuk memilih menu makan malam ini. Selamat malam minggu, teman-teman! :
Lambat-laun saya agak mengurangi ego yang satu ini. Sekarang saya suka ikut nimbrung kalau ada orang ramai di suatu tempat, terutama tempat makan, apalagi tempat makan penyetan. Bagi yang tidak mengerti tempat makan penyetan, ini mirip dengan warung-warung makan pecel lele dan lalapan. Memang yang dijual bukan hanya lele, ada tempe, tahu, ayam, bebek, ikan mujair, belut, telur, dll. Semuanya digoreng dan tentu saja disajikan dengan sambal dan lalapan. Hanya ada 2 sebab utama kenapa warung penyetan bisa ramai: Enak atau Murah. Bisa juga perpaduan keduanya. Sebab tambahan: yang goreng cantik..hehe
Tadi saya sempat melihat keramaian di salah satu warung penyetan di dekat tempat saya tinggal. Warung ini baru beberapa bulan buka, tapi keramaiannya cukup konstan hingga hari ini. Saya mampir saja. Pas masuk, saya langsung tahu apa yang membuat warung ini ramai. Konsep ini tidak dilakukan di warung penyetan lain di sekitarnya. Pertama, beberapa jenis ikan disajikan mentah dan segar, dikelilingi es batu. Orang datang memilih ikan dan meminta penjual menggorengkannya. Ini menghadirkan sensasi yang berbeda dibandingkan ketika kita memesan makanan di warung penyetan lain. Konsumen dilibatkan. Konsumen memakan ikan hasil pilihannya sendiri! Rasanya tetap ikan, tapi sensasinya beda. Kedua, ada 2 jenis sambal: pedas dan biasa. Ada juga irisan mangga muda untuk memberi rasa asam. Sambal ini ditaruh di ulekan besar. Masih fresh. Cita rasanya terjaga. Dalam dunia 'perpenyetan', yang menguasai sambal, menguasai pasar. Konsep ini bagus, konsumen bisa memilih 'tingkat' sambal mana yang sesuai dengan kondisi lidah dan perutnya. Dua hal itu yang saya tangkap dari kelebihan warung penyetan ini. Mungkin ada kelebihan-kelebihan lain yang luput dari pandangan saya, tapi bagi saya, 2 hal itu yang mencolok. Terkait harga, tentu saja itu relatif. Tapi bagi saya, cukup terjangkau.
Setelah saya makan, rasa sambalnya cukup enak. Rasa ikannya ya seperti ikan biasa, tapi karena saya yang pilih ikan itu, jadi rasanya enak..haha. Demikianlah yang bisa saya bagi malam ini, mudah-mudahan bisa memberi inspirasi dan mungkin juga ide untuk memilih menu makan malam ini. Selamat malam minggu, teman-teman! :
Sukses Bagi Saya dan (mungkin) Bagi Anda
Sore teman-teman :) Pada catatan ini, saya ingin membagi tentang konsep sukses. Konsep ini tentu saja adalah konsep yang cocok untuk diri saya. Apakah nantinya akan cocok dengan teman-teman? Saya tidak tahu. Yang saya bisa lakukan adalah membagi konsep saya sendiri. Dan memang dari sanalah bermula keindahan kehidupan ini, berbagi manfaat bagi sesama, sekecil apapun.
Sukses. Mendengar kata itu apa yang teman-teman bayangkan? Apakah terbersit sebuah pekerjaan yang hebat, baju kantor yang mahal, rumah yang megah, mobil yang keren, uang yang berlimpah, keluarga yang damai? Dulu, kilasan bayangan-bayangan itu muncul secara otomatis dalam pikiran saya ketika saya membaca atau mendengar kata sukses. Alhasil, seketika itu juga saya langsung 'down' karena kesemua bayangan itu belum ada di dalam kehidupan saya saat ini. Itu hanya MIMPI..! Itu khayalan saja! Belum terjadi..! Memang ada tipikal orang yang langsung termotivasi ketika membayangkan hal-hal seperti itu. Adrenalin terpicu, sehingga semangat pun jadi membara untuk meraih semuanya. Namun, hal yang sebaliknya terjadi pada saya. Saya tidak tergerak sama sekali untuk melangkah kesana, rasanya jauh sekali, rasanya momen saat ini tidak ada artinya.
Lama-lama, saya jadi 'kurang suka' dengan kata sukses. Rasanya seperti jauh sekali dari momen-momen saat ini. Mungkin banyak diantara teman-teman semua yang se-tipikal dengan saya. Namun, akhirnya saya berpikir ulang, teman-teman. Saya mulai merenung, "Mungkin yang salah bukan kata SUKSES-nya, tapi makna yang saya berikan kepada kata itu. Dan saya tentunya bebas memberikan makna apapun terhadap kata sukses itu. Yang penting saya nyaman. Daripada saya berlari terus dari kata ini, lebih baik saya berikan makna yang 'enak' rasanya bagi diri saya sendiri. Siapa yang mau marah terhadap makna yang saya berikan terhadap kata sukses? Saya kira tidak ada! Itu hak saya untuk memaknai apapun dalam hidup ini."
AHA..dan saya pun mendapat makna yang 'rasanya enak' bagi diri saya sendiri tentang sukses. Perkara apakah itu 'enak' juga bagi teman-teman, saya tidak tahu, tapi coba baca dulu makna yang saya berikan. Sukses bagi saya terdiri dari 5 poin atau nilai. Yang pertama adalah MENYUKAI diri sendiri. Yang kedua adalah MENYUKAI visi saya sendiri. Yang ketiga adalah MENYUKAI apa yang saya lakukan. Yang keempat adalah MENYUKAI bagaimana saya melakukannya. Yang kelima, MENYUKAI untuk berbagi manfaat kepada sesama.
Kenapa kata MENYUKAI itu penting untuk memaknai SUKSES bagi saya? Karena segala sesuatu yang dimulai dengan rasa suka akan memberi tenaga tambahan bagi kita dalam melakukan apapun. Dan sukses itu sendiri bukanlah tujuan, tapi perjalanan mencapai tujuan. Dalam semua perjalanan, menyukai diri sendiri terlebih dahulu adalah step yang paling vital. Menyukai berarti menerima diri kita apa adanya, baik kelebihan maupun kekurangannya. Penerimaan dan penghargaan kepada diri sendiri membuat langkah menjadi ringan, setiap hal yang muncul dalam perjalanan tidak cepat menjadi masalah, tapi malah menjadi kesempatan untuk berbenah. Visi juga penting. Visi adalah impian besar, bukan impian yang biasa yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri. Visi adalah cita-cita luhur yang kita tetapkan dari dalam hati kita untuk kepentingan banyak orang. Kemudian, lakukan banyak hal yang kita sukai yang mengarahkan kita ke visi itu. Terima apapun yang terjadi sebagai hasil. Memang ada saja yang rasanya kurang 'enak', tapi cobalah untuk mengambil hikmahnya, ubah cara melakukannya, teruslah belajar. Dan di puncak perjalanan, berbagi adalah yang paling cantik untuk menghiasi makna sukses. Apa artinya kelimpahan yang kita miliki kalau tidak bermanfaat bagi sesama, terutama orang-orang yang terdekat dengan kita? Masih pantaskah kita disebut sukses kalau kita tidak bisa membaginya dengan orang-orang di sekitar kita? Apa artinya karir yang luar biasa, rumah yang mewah, mobil keren, uang banyak kalau tidak bermanfaat bagi orang lain? Kalau kita enggan berbagi, saya pikir sukses menjadi sebuah perjalanan yang egois.
Itu dulu yang bisa saya bagi sore ini, teman-teman. Karena saya sudah berbagi, saat ini saya sudah sukses :) Saya pun senang melakukan aktivitas berbagi ini. Jadi, tidak perlu menunggu 'suatu hari nanti' yang 'entah kapan itu' kita menjadi sukses. Saat ini, kita semua sudah bisa SUKSES :)
Sabtu, 14 September 2013
Sekilas Tentang Khusyuk
Lama tidak menulis (mengetik) di blog ini..hehe. Akhirnya tangan gatal juga. Hari ini tanpa ba-bi-bu, aku langsung saja ke hal penting yang aku dapat setelah membaca sebuah buku yang sangat ciamik dari Agung Webe. Judulnya Inner Peace. Ada satu catatan yang sangat berkesan bagiku, dimulai dengan sebuah kalimat 'Khusyuk bukanlah konsentrasi, khusyuj adalah trance'.
Mungkin ada yang belum mengerti 'trance', dan aku akan jelaskan dengan bahasa sederhana saja bahwa trance itu adalah kondisi yang seringkali kita alami dalam keseharian yang menyebabkan kita larut pada suatu kejadian atau hal tertentu. 'Trance' terjadi misalnya ketika kita sedang menonton tv, membaca buku, membaca blog ini, dihipnosis oleh seseorang, mengikuti seminar, mendengarkan musik, dll. Kita mengalami fenomena trance setiap hari.
Oke langsung saja aku kutip catatan yang ditulis oleh Agung Webe terkait dengan khusyuk.
Khusyuk bukanlah konsentrasi, khusyuk adalah trance
Dalam beribadah, kita memang harus mengalami trance, yaitu mengalami penyatuan antara kehidupan luar kita (sebagai saksi) dan kehidupan dalam kita (sebagai yang disaksikan).
Sekali lagi bahwa khusyuk bukanlah konsentrasi yang mengharuskan kita fokus pada satu titik dan mengharapkan pikiran tidak mengeluarkan gambar-gambar lainnya, sehingga bila pikiran sedang mengeluarkan gambar lain, sesegera mungkin Anda tepis dan Anda hilangkan. Anda berusaha kembali fokus pada satu titik yang Anda buat.
Apa yang terjadi?
Sekali gambar pikiran dihilangkan, ia akan tumbuh seribu. Ya, prinsip mati satu tumbuh seribu sangat berlaku sekali bagi gambar-gambar pikiran Anda. Jadi, akan sampai kapan Anda berusaha menghilangkan gambar pikiran untuk satu kondisi yang Anda namakan khusyuk?
"Khusyuk tidak akan pernah dicapai dengan konsentrasi."
Ada perbedaan yang sangat mendasar antara khusyuk dan konsentrasi. Khusyuk adalah kondisi penyatuan antara kehidupan luar dan kehidupan dalam, dalam bahasa lain disebut trance. Dan trance hanya bisa dicapai dengan menyadari sepenuhnya aliran pikiran dan hanyut dalam aliran tersebut.
Sementara konsentrasi adalah kegiatan pemusatan pikiran yang menyebabkab ia mengambil jarak dan dengan jarak tersebut ia berdiri kokoh sehingga tidak bisa hanyut.
Apabila khusyuk yang Anda lakukan adalah fokus kepada satu titik dan mencoba menghilangkan, menepis, atau membunuh gambar-gambar pikiran Anda, maka usaha tersebut akan sia-sia, karena pikiran akan mengeluarkan seribu gambar ketika satu gambarnya Anda bunuh! Jadi, setiap kali ibadah, yang Anda harapkan akan menjadi khusyuk di dalamnya, ikuti aliran pikiran yang ada. Hanya mengikuti sampai sejauh mana gambar itu bisa bertahan disana. Ia tidak akan bertahan, ia akan selalu berganti seperti slide-slide film. Apabila Anda benar-benar mengikuti TANPA MENILAI, maka Anda akan masuk dalam kondisi khusyuk atau trance tersebut.
Sabtu, 18 Mei 2013
Personalitas Kecil
Dulu, ketika saya kelas 2 SMP, sekarang mungkin setara dengan kelas 8, ada teman saya yang ribut sekali ketika pelajaran bahasa indonesia. Teman saya itu duduk persis di depan bangku saya. Gak tau juga apa yang diributkan dengan teman sebangkunya, yang jelas bapak guru bahasa indonesia langsung menoleh ke arahnya dan langsung mendekatinya.
Tanpa basa-basi, ba-bi-bu-be-bo, telinga kanan teman saya ini langsung dijewer oleh pak guru, dan dia meringis kesakitan. Sebagai teman yang baik, saya hanya bisa tertawa kecil saja..kalau tertawa besar, tentu saya bukan teman yang baik:) Setelah menjewer telinga teman saya, pak guru bahasa indonesia langsung menuju depan kelas dan mulai menerangkan begini, "Saya tidak menjewer Amin (nama disamarkan untuk kepentingan penulis), saya hanya menjewer bagian yang nakal dalam diri Amin."
Saya tidak tahu apakah pak guru ini sedang berpuisi atau membaca sajak, yang jelas, kata-katanya sulit dipahami pada waktu itu. Menjewer kenakalan seseorang berarti kan menjewer orang itu?! Aneh kata-katanya...! Tapi seiring berjalannya waktu, saya mulai memelajari banyak hal, tentang karakter, sifat, dan ego state yang ada dalam diri manusia, dan akhirnya....AHA..kata-kata pak guru beberapa tahun silam itu terngiang kembali.
Tiap orang memiliki bagian-bagian kecil diri, yang kita sebut saja personalitas mini/kecil. Ada si nakal, si baik, si gembira, si bijaksana, si sukses, si berani, si kasih sayang, dan lain-lain. Bagian-bagian kecil diri itu berinteraksi terus-menerus dalam diri kita dalam menghadapi sesuatu. Keributan-keributan yang mereka hadirkan kadangkala membuat kita galau, bingung, bimbang, ingin melangkah, tapi kok ya sulit, masih sayang, tapi kok benci ya, sebenernya gak mau nakal, tapi tangan gatel mau ngusilin orang lain. Menarik....setiap orang unik. Setiap orang adalah RASA dengan KOMPOSISI tertentu.
Dan benar kata pak guru bahasa indonesia saya dulu, dia hanya menjewer bagian yang nakal dari diri teman saya itu. Karena tentu saja, dalam diri teman saya itu ada bagian yang baik hati, penuh kasih, bijaksana, dekat dengan Tuhan, yang jarang dimunculkan sebagai karakter yang dominan, yang jarang diajak berbicara, dan jarang dipeluk dengan mesra oleh bagian-bagian diri yang lainnya.
Kalau kita menyadari konsep ini, sebenarnya kita bisa lebih sabar menghadapi orang-orang yang pemarah, pendendam, cerewet, dan usil. Di dalam diri mereka pasti ada bagian-bagian yang "baik hati", namun jarang dimunculkan. Bukan karena seseorang itu nakal, kita membenci keseluruhan dirinya. Setiap orang pernah salah, pernah menyakiti orang lain, baik sengaja maupun tidak, tapi hanya orang kuat yang bisa memaafkan. Hanya orang kuat yang bisa, dan hanya orang-orang yang mencintai hatinya sendiri.
Happy Weekend, teman-teman!
Kamis, 16 Mei 2013
FILM KEHIDUPAN
Saya punya seorang kawan yang memiliki banyak koleksi film. Kualitas gambar di filmnya pun bagus, sebagian besar filenya bertipe blue ray. Kawan saya ini jarang menceritakan detail kisah film yang akan dia berikan kepada saya. Paling hanya gambaran besarnya saja, kemudian berkata, "Wes, nonton aja, cocok buat kamu.." Karena saya bersahabat sudah cukup lama dengan dia, saya percaya-percaya saja. Ada kalanya dia memberikan saya film yang ending-nya sedih, seringkali dia memberikan film yang berakhir bahagia, terkadang juga ada film yang ending-nya menyisakan sesuatu yang setengah bahagia, setengah sedih..hehe..bingung jelaskannya. Tapi, secara keseluruhan, saya selalu suka film-film yang dia beri. Pertama, karena kawan saya itu sangat mengerti karakter saya, sehingga bisa memberikan referensi film yang cocok untuk saya. Kedua, karena dia tidak pernah menceritakan keseluruhan isi film, sehingga membuat saya penasaran dan ingin menontonnya. Seandainya dia menceritakan detail isi filmnya sampai endingnya, saya pasti tidak akan tertarik lagi menontonnya. Apa serunya menyaksikan film yang kita sudah ketahui jalan cerita hingga endingnya?
Akhirnya, saya mulai berpikir, seandainya kehidupan kita seperti film yang diberikan kawan saya itu. Keseruan menjalani kehidupan itu justru terletak pada ketidaktahuan kita terhadap masa depan. Seandainya tahu, apa serunya lagi menjalani hidup ini? Sehingga keputusan terbaik yang bisa kita lakukan dengan keterbatasan pengetahuan kita terhadap masa depan itu adalah mensyukuri nikmat yang kita terima saat ini. Dan, film kehidupan itu dianugerahkan secara khusus kepada kita oleh Tuhan, Yang Sangat Mengerti kita. Sehingga, hal terbaik yang bisa kita lakukan lagi, seperti yang saya lakukan pada kawan saya itu, adalah 'percaya-percaya saja.'
Selamat malam, teman-teman. Mudah-mudahan status yang tidak pendek ini ada manfaatnya. Selamat beristirahat:)
Akhirnya, saya mulai berpikir, seandainya kehidupan kita seperti film yang diberikan kawan saya itu. Keseruan menjalani kehidupan itu justru terletak pada ketidaktahuan kita terhadap masa depan. Seandainya tahu, apa serunya lagi menjalani hidup ini? Sehingga keputusan terbaik yang bisa kita lakukan dengan keterbatasan pengetahuan kita terhadap masa depan itu adalah mensyukuri nikmat yang kita terima saat ini. Dan, film kehidupan itu dianugerahkan secara khusus kepada kita oleh Tuhan, Yang Sangat Mengerti kita. Sehingga, hal terbaik yang bisa kita lakukan lagi, seperti yang saya lakukan pada kawan saya itu, adalah 'percaya-percaya saja.'
Selamat malam, teman-teman. Mudah-mudahan status yang tidak pendek ini ada manfaatnya. Selamat beristirahat:)
Jumat, 12 April 2013
Pintu Kemana Saja
Saya senang sekali mengunjungi tempat baru, melihat pemandangan alam, dan mencicipi kuliner khas suatu daerah. Dengan bepergian ke berbagai tempat, wawasan saya bertambah, bertemu dengan orang-orang baru dan mengenal budaya-budaya baru. Singkatnya, saya senang jalan-jalan.
Suatu ketika, saya bayangkan diri saya memiliki pintu kemana saja-nya Doraemon. Saya bayangkan lagi pintu itu berwarna pink dan ketika saya buka, saya langsung berada di tempat yang saya inginkan. Mulailah saya bayangkan tempat mana saja yang ingin saya kunjungi. Muncul banyak sekali nama, mulai dari daerah-daerah di dalam negeri sampai luar negeri.
Karena saking banyaknya tempat yang ingin saya kunjungi, saya batasi khayalan saya tentang pintu ajaib ini. Saya konsep bahwa pintu ini hanya bisa 1 kali saja dipakai, untuk masuk ke tempat yang saya inginkan dan kembali ke tempat saya semula. Hanya 1 kali pakai saja, masuk dan kemudian kembali. Dengan begitu, saya betul-betul memikirkan tempat yang paling penting yang akan saya kunjungi. Mulailah berkurang beberapa tempat dalam daftar khayalan saya.
Tapi ternyata masih lumayan banyak tempat yang ingin saya kunjungi, terutama bersama orang-orang terdekat. Mulailah saya konsepkan lagi batasan pintu ajaib ini. Pintu ajaib ini hanya bisa dilewati oleh saya sendiri, hanya saya sendiri. Jadi, saya tidak bisa mengajak siapa-siapa, termasuk keluarga saya sendiri. Nah loh?! Mulai terasa pusing. Apa enaknya pergi jalan-jalan tanpa mengajak teman-teman atau keluarga? Mana bisa maksimal happy-nya? Perlahan mulai saya sadari bahwa tempat-tempat baru dan pemandangan yang indah-indah itu memang menyegarkan mata, tapi keberadaan orang-orang terdekat ke tempat-tempat tersebut menyegarkan hati. Saya jelas memilih yang menyegarkan hati..karena hati ukurannya lebih besar dibandingkan mata..hehehe
Dengan tambahan konsep baru itu, mulai banyak tempat yang berkurang..berkurang terus..berkurang terus..sampai akhirnya hanya tersisa satu tempat. Rasanya enak sekali memilih satu tempat seperti ini. Tidak menimbulkan sakit kepala dan kegalauan:) Setelah memantapkan hati, mulailah saya melangkah melewati pintu ajaib itu. Perlahan saya melihat pemandangan yang tidak begitu luas, tidak lebih luas dari gunung-gunung yang pernah saya daki, tidak lebih luas dari laut-laut yang pernah saya kunjungi, tidak bising dengan suara ombak dan kicau burung, hanya senyum beberapa orang saja..benar-benar beberapa orang saja. Beberapa orang yang masih bisa saya lihat dan saya peluk. Masih bisa saya ajak bicara dan bercanda. Saya berada di sebuah rumah yang tidak begitu luas, namun hangat oleh kasih sayang keluarga.
Sejauh apapun kita berkelana, menuntut ilmu, ataupun bekerja, rumah yang ditinggali oleh orang-orang yang kita sayang dan menyayangi kita adalah tempat terindah. Bukan semata-mata karena tempatnya, tapi kehangatan cinta yang diberikan orang-orang tersebut yang menyelimuti hati kita. So, bersama siapa kita berada itu jauh lebih penting dibandingkan dimana kita berada. Thanks to Doraemon. Lain waktu kita berkhayal lagi ya..!
*Note: Jangan lupa bersih-bersih rumah:)
Gambar dikutip dari: mahdiyaturrahmah.wordpress.com
"Rumah Saya Sebesar..."
Dulu, ketika saya masih kecil, ya sekitar usia 5-6 tahun, saya seringkali terlibat "lomba" dengan teman-teman sebaya. Lomba yang nge-trend waktu itu adalah lomba "besar-besaran" kepemilikan atas sesuatu. Namanya juga anak kecil, "lomba" yang diikuti ya biasanya lomba adu mulut...hehe
Mulailah teman saya itu unjuk gigi duluan, "Rumah saya itu lebih besar dari rumahmu." Ditantang seperti itu jelas naluri emosi saya meningkat. Seandainya ketika itu saya tau bahwa rumah yang dia maksud adalah rumah orang tuanya, mungkin saya tidak terlampau emosi, sialnya saya belum tau. Langsung saja saya balas, "Rumah saya jelas lebih besar dari rumahmu, rumah saya sebesar komplek perumahan ini." Tak mau kalah, dia membalasnya, "Rumah saya sebesar kota!!". Masih dengan emosi, saya mengatakan, "Rumah saya sebesar pulau". Emosi melihat tangan saya yang bergerak membentuk sebuah lingkaran besar, dia membalasnya lagi, "Rumah saya sebesar Negara Indonesia." Mulailah saya berpikir sejenak, kemudian akhirnya muncul ide cemerlang. Sambil tersenyum saya mengatakan, "Rumah saya sebesar dunia..haha!!" Dengan cepat teman saya itu mengatakan, "Rumah saya sebesar alam semesta!" Wuih...besar banget pikir saya. Untuk ukuran anak kecil, frase "alam semesta" udah nyangkut di otaknya saja sudah luar biasa, apalagi dia bisa menggunakannya untuk melawan saya waktu itu. Saya mulai kehabisan kata-kata...tuk..tuk..tuk...dan kemudian secercah harapanpun muncul, dengan santai dan sambil tersenyum saya mengatakan, "Rumah saya sebesar Tuhan." Teman saya langsung diam seribu bahasa, walaupun saya tau betul dia tidak menguasai seribu bahasa. Jangankan seribu bahasa, bahasa Indonesianya saja masih acak-acakan.
Bagi sebagian orang, cerita di atas mungkin lucu, mungkin biasa saja, atau bahkan mungkin ada yang tersinggung karena mengeksplorasi sesuatu yang membawa-bawa Tuhan dalam perkelahian. Tapi ya namanya juga anak kecil..hehe. Habis beradu mulut, biasanya tak lebih dari 5 menit, 2 jari kelingking sudah tertaut kembali. Melalui ilustrasi cerita di atas, yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kita akan selalu "menang" dengan "mengandalkan Tuhan". Mengandalkan Tuhan yang saya makud tentu tidak persis sama dengan cerita di atas, tapi dengan meletakkan prinsip tersebut di hati kita masing-masing, tidak perlu sesumbar atau bahkan digunakan untuk merendahkan orang lain yang berbeda cara pandangnya. Cukup untuk diri sendiri dulu. Menang yang keren itu bukan dengan mengalahkan orang lain, tapi dengan meredam keinginan-keinginan untuk menyombongkan diri. Banyak hal yang rasa-rasanya tidak mungkin kita lakukan dalam hidup ini. Dan bila kita ingin mengurangi ketidakmungkinan-ketidakmungkinan tersebut, jangan hanya mengandalkan diri sendiri, andalkan Tuhan, pasrah dan ikhlas. Walaupun masih sulit, kita coba dan tidak lupa saling mengingatkan.
Selamat hari Jumat, teman-teman:)
Mulailah teman saya itu unjuk gigi duluan, "Rumah saya itu lebih besar dari rumahmu." Ditantang seperti itu jelas naluri emosi saya meningkat. Seandainya ketika itu saya tau bahwa rumah yang dia maksud adalah rumah orang tuanya, mungkin saya tidak terlampau emosi, sialnya saya belum tau. Langsung saja saya balas, "Rumah saya jelas lebih besar dari rumahmu, rumah saya sebesar komplek perumahan ini." Tak mau kalah, dia membalasnya, "Rumah saya sebesar kota!!". Masih dengan emosi, saya mengatakan, "Rumah saya sebesar pulau". Emosi melihat tangan saya yang bergerak membentuk sebuah lingkaran besar, dia membalasnya lagi, "Rumah saya sebesar Negara Indonesia." Mulailah saya berpikir sejenak, kemudian akhirnya muncul ide cemerlang. Sambil tersenyum saya mengatakan, "Rumah saya sebesar dunia..haha!!" Dengan cepat teman saya itu mengatakan, "Rumah saya sebesar alam semesta!" Wuih...besar banget pikir saya. Untuk ukuran anak kecil, frase "alam semesta" udah nyangkut di otaknya saja sudah luar biasa, apalagi dia bisa menggunakannya untuk melawan saya waktu itu. Saya mulai kehabisan kata-kata...tuk..tuk..tuk...dan kemudian secercah harapanpun muncul, dengan santai dan sambil tersenyum saya mengatakan, "Rumah saya sebesar Tuhan." Teman saya langsung diam seribu bahasa, walaupun saya tau betul dia tidak menguasai seribu bahasa. Jangankan seribu bahasa, bahasa Indonesianya saja masih acak-acakan.
Bagi sebagian orang, cerita di atas mungkin lucu, mungkin biasa saja, atau bahkan mungkin ada yang tersinggung karena mengeksplorasi sesuatu yang membawa-bawa Tuhan dalam perkelahian. Tapi ya namanya juga anak kecil..hehe. Habis beradu mulut, biasanya tak lebih dari 5 menit, 2 jari kelingking sudah tertaut kembali. Melalui ilustrasi cerita di atas, yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kita akan selalu "menang" dengan "mengandalkan Tuhan". Mengandalkan Tuhan yang saya makud tentu tidak persis sama dengan cerita di atas, tapi dengan meletakkan prinsip tersebut di hati kita masing-masing, tidak perlu sesumbar atau bahkan digunakan untuk merendahkan orang lain yang berbeda cara pandangnya. Cukup untuk diri sendiri dulu. Menang yang keren itu bukan dengan mengalahkan orang lain, tapi dengan meredam keinginan-keinginan untuk menyombongkan diri. Banyak hal yang rasa-rasanya tidak mungkin kita lakukan dalam hidup ini. Dan bila kita ingin mengurangi ketidakmungkinan-ketidakmungkinan tersebut, jangan hanya mengandalkan diri sendiri, andalkan Tuhan, pasrah dan ikhlas. Walaupun masih sulit, kita coba dan tidak lupa saling mengingatkan.
Selamat hari Jumat, teman-teman:)
Selasa, 12 Februari 2013
Jangan Marah, ya..
Di siang yang terik ini, setidaknya di Surabaya, mudah-mudahan teman-teman
semua dalam kondisi hati yang tenang dan damai, terpancar kebahagiaan, dan
tidak sedang emosi. Pada catatan kali ini, saya akan sedikit membahas tentang
marah, tentang apa yang sebenarnya membuat kita marah, mengapa orang-orang
tertentu marah akan hal tertentu, sedangkan orang-orang lainnya tidak, mengapa
ada orang yang baru disenggol sedikit, sudah mau ngebacok, mengapa orang-orang
tertentu lebih sabar dibandingkan orang yang lain. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut dapat diketahui dengan memahami konsep marah. Dengan menulis hal ini,
bukan berarti saya adalah orang paling sabar sedunia, yang tidak pernah marah.
Orang-orang terdekat saya tahu persis bahwa ketika saya marah, saya diam. Tidak
banyak kata yang diucapkan. Dan orang-orang yang marahnya diam lebih mengerikan
dibanding orang-orang yang marahnya berteriak atau mengumpat. Karena dengan
berteriak, orang-orang akan segera tahu apa yang menjadi penyebab orang
tersebut marah, tapi orang yang marahnya diam??!
Saya tidak melarang siapapun untuk marah. Marah itu juga anugerah, yang
ketika kita bisa memanfaatkan energinya, kita bisa lebih cepat mendapat apa
yang kita inginkan. Hanya saja, seringkali kita kesulitan untuk mengontrol diri
kita sendiri ketika marah itu datang. Baru-baru ini saya mengetahui dari
seseorang bernama Anthony Robbins bahwa sebenarnya kita marah bukan karena
perilaku orang lain terhadap kita, tapi lebih karena aturan yang kita tetapkan
sendiri di pikiran kita masing-masing. Saya ulangi ya, kita menjadi marah
karena aturan yang kita tetapkan sendiri di pikiran kita masing-masing. Ketika
ada orang lain atau keadaan yang timbul dan berada di luar aturan yang ada di
pikiran kita, secara otomotis kita menjadi marah atau mungkin kecewa.
Iya, mungkin ada orang yang merobek buku kita, mungkin orang lain menjambak
rambut kita, mungkin ada orang yang berkata-kata kasar di depan kita, mungkin
orang lain tidak membalas SMS atau BBM kita, mungkin kita tidak bisa makan
makanan yang kita inginkan hari itu, dan mungkin kita sudah begitu lama
menunggu seseorang keluar dari Mall, sehingga pantaslah untuk marah. Semua itu
pemicu, dan yang menentukan kita marah dan bersikap reaktif terhadap hal-hal
tersebut adalah kita. Ada aturan dalam pikiran kita sendiri yang mengatakan
bahwa ketika orang lain tidak membalas SMS atau BBM kita berarti orang tersebut
tidak peduli terhadap kita, ketika orang lain berkata-kata kasar kepada kita
berarti orang tersebut menganggap kita rendah dan hina atau orang tersebut
sangat tidak menyukai kita, dan kita hanya punya waktu toleransi 5 menit untuk
menunggu seseorang yang sedang jalan-jalan, bila lebih, berarti orang tersebut
tidak menghargai kita atau tidak mencintai kita atau tidak menganggap kita ada.
Padahal kan tidak mesti seperti itu. Itu hanya pikiran-pikiran picik kita saja.
Itulah yang saya katakan bahwa kita marah lebih kepada aturan yang ada di
pikiran kita sendiri daripada sikap dan keadaan yang ada di luar diri kita.
Cek hati kita. Kapan saja hati kita merasa ingin marah dan kecewa berarti
ada aturan di pikiran kita yang membuat kita memutuskan, ”Inilah saat yang
tepat untuk menumpahkan semuanya!” Sekali lagi, saya tidak melarang siapapun
untuk marah, tapi setidaknya dengan mengetahui aturan yang tersimpan di pikiran
kita tentang ”syarat marah” kita, kita menjadi lebih memiliki banyak pilihan.
Entah itu dengan merubah kata-kata dalam ”syaratnya” atau membiarkannya tetap
seperti itu dan tetap marah. Yang jelas, ketika kita marah, kita seperti
mengambil batu bara panas dengan tangan kita sendiri, kemudian melmparkannya
kepada orang lain. Orang lain bisa saja terkena lemparan batu bara kita, bisa
saja menghindar dan tidak kena. Orang lain mungkin saja sakit hati, sedih,
malu, menyesal, dongkol dengan amarah kita, bisa saja tidak. Tapi yang jelas,
kita 100% merasakan panas batu bara yang kita pegang, kita PASTI tersakiti.
Ilustrasi ini begitu indah, setidaknya bagi saya, dan karenanya saya bagikan
kepada teman-teman semua. Ilustrasi mengagumkan ini saya dapatkan dari
pemikiran seorang biksu bernama Ajahn Brahm, penulis buku Si Cacing dan Kotoran
Kesayangannya.
So, cek kembali apa yang bisa dicek. Mungkin uang kita di dompet atau di
ATM..hehe. Jangan marah, ya...bercanda. Beberapa orang sulit sekali diajak
serius, beberapa yang lainnya sulit sekali bercanda, makanya saya mohon maaf
apabila ada unsur keseriusan dan ke-bercanda-an yang kurang berkenan dalam
catatan ini. Cek hati kita untuk mengetahui aturan main di pikiran kita! Semoga
hari ini menyenangkan bagi teman-teman semua. Selamat siang, selamat berkarya!
Surabaya, 12 Februari 2012
Gambar dikutip dari: http://www.eh.com.my/fokus/tip-hangat/pasanganmu-sedang-marah
Langganan:
Postingan (Atom)