Di siang yang terik ini, setidaknya di Surabaya, mudah-mudahan teman-teman
semua dalam kondisi hati yang tenang dan damai, terpancar kebahagiaan, dan
tidak sedang emosi. Pada catatan kali ini, saya akan sedikit membahas tentang
marah, tentang apa yang sebenarnya membuat kita marah, mengapa orang-orang
tertentu marah akan hal tertentu, sedangkan orang-orang lainnya tidak, mengapa
ada orang yang baru disenggol sedikit, sudah mau ngebacok, mengapa orang-orang
tertentu lebih sabar dibandingkan orang yang lain. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut dapat diketahui dengan memahami konsep marah. Dengan menulis hal ini,
bukan berarti saya adalah orang paling sabar sedunia, yang tidak pernah marah.
Orang-orang terdekat saya tahu persis bahwa ketika saya marah, saya diam. Tidak
banyak kata yang diucapkan. Dan orang-orang yang marahnya diam lebih mengerikan
dibanding orang-orang yang marahnya berteriak atau mengumpat. Karena dengan
berteriak, orang-orang akan segera tahu apa yang menjadi penyebab orang
tersebut marah, tapi orang yang marahnya diam??!
Saya tidak melarang siapapun untuk marah. Marah itu juga anugerah, yang
ketika kita bisa memanfaatkan energinya, kita bisa lebih cepat mendapat apa
yang kita inginkan. Hanya saja, seringkali kita kesulitan untuk mengontrol diri
kita sendiri ketika marah itu datang. Baru-baru ini saya mengetahui dari
seseorang bernama Anthony Robbins bahwa sebenarnya kita marah bukan karena
perilaku orang lain terhadap kita, tapi lebih karena aturan yang kita tetapkan
sendiri di pikiran kita masing-masing. Saya ulangi ya, kita menjadi marah
karena aturan yang kita tetapkan sendiri di pikiran kita masing-masing. Ketika
ada orang lain atau keadaan yang timbul dan berada di luar aturan yang ada di
pikiran kita, secara otomotis kita menjadi marah atau mungkin kecewa.
Iya, mungkin ada orang yang merobek buku kita, mungkin orang lain menjambak
rambut kita, mungkin ada orang yang berkata-kata kasar di depan kita, mungkin
orang lain tidak membalas SMS atau BBM kita, mungkin kita tidak bisa makan
makanan yang kita inginkan hari itu, dan mungkin kita sudah begitu lama
menunggu seseorang keluar dari Mall, sehingga pantaslah untuk marah. Semua itu
pemicu, dan yang menentukan kita marah dan bersikap reaktif terhadap hal-hal
tersebut adalah kita. Ada aturan dalam pikiran kita sendiri yang mengatakan
bahwa ketika orang lain tidak membalas SMS atau BBM kita berarti orang tersebut
tidak peduli terhadap kita, ketika orang lain berkata-kata kasar kepada kita
berarti orang tersebut menganggap kita rendah dan hina atau orang tersebut
sangat tidak menyukai kita, dan kita hanya punya waktu toleransi 5 menit untuk
menunggu seseorang yang sedang jalan-jalan, bila lebih, berarti orang tersebut
tidak menghargai kita atau tidak mencintai kita atau tidak menganggap kita ada.
Padahal kan tidak mesti seperti itu. Itu hanya pikiran-pikiran picik kita saja.
Itulah yang saya katakan bahwa kita marah lebih kepada aturan yang ada di
pikiran kita sendiri daripada sikap dan keadaan yang ada di luar diri kita.
Cek hati kita. Kapan saja hati kita merasa ingin marah dan kecewa berarti
ada aturan di pikiran kita yang membuat kita memutuskan, ”Inilah saat yang
tepat untuk menumpahkan semuanya!” Sekali lagi, saya tidak melarang siapapun
untuk marah, tapi setidaknya dengan mengetahui aturan yang tersimpan di pikiran
kita tentang ”syarat marah” kita, kita menjadi lebih memiliki banyak pilihan.
Entah itu dengan merubah kata-kata dalam ”syaratnya” atau membiarkannya tetap
seperti itu dan tetap marah. Yang jelas, ketika kita marah, kita seperti
mengambil batu bara panas dengan tangan kita sendiri, kemudian melmparkannya
kepada orang lain. Orang lain bisa saja terkena lemparan batu bara kita, bisa
saja menghindar dan tidak kena. Orang lain mungkin saja sakit hati, sedih,
malu, menyesal, dongkol dengan amarah kita, bisa saja tidak. Tapi yang jelas,
kita 100% merasakan panas batu bara yang kita pegang, kita PASTI tersakiti.
Ilustrasi ini begitu indah, setidaknya bagi saya, dan karenanya saya bagikan
kepada teman-teman semua. Ilustrasi mengagumkan ini saya dapatkan dari
pemikiran seorang biksu bernama Ajahn Brahm, penulis buku Si Cacing dan Kotoran
Kesayangannya.
So, cek kembali apa yang bisa dicek. Mungkin uang kita di dompet atau di
ATM..hehe. Jangan marah, ya...bercanda. Beberapa orang sulit sekali diajak
serius, beberapa yang lainnya sulit sekali bercanda, makanya saya mohon maaf
apabila ada unsur keseriusan dan ke-bercanda-an yang kurang berkenan dalam
catatan ini. Cek hati kita untuk mengetahui aturan main di pikiran kita! Semoga
hari ini menyenangkan bagi teman-teman semua. Selamat siang, selamat berkarya!
Surabaya, 12 Februari 2012
Gambar dikutip dari: http://www.eh.com.my/fokus/tip-hangat/pasanganmu-sedang-marah
Saya suka sekali dengan postingan2 Anda, terutama yang berlabel "akademik". Saya sedang membuat novel berlatar mahasiswa kimia. Beberapa postingan Anda menginspirasi saya membuat dialog dlm novel saya. Terima kasih atas tulisan Anda. sedikit membuka otak saya yang mulai buntu melanjutkan novel anak kimia ini.
BalasHapus