Dulu, ketika saya sekolah, ada mata pelajaran tertentu yang saya tidak suka. Tentu ada juga yang saya sukai. Hingga akhirnya saya mengerti bahwa rasa suka-tidak suka itu sifatnya dinamis, tidak statis. Bisa bergerak-gerak; dari suka menjadi lebih suka, dari tidak suka menjadi biasa saja, dari biasa saja menjadi suka, dll. Hal ini sangat terkait dengan pemaknaan yang kita berikan terhadap sesuatu. Makna yang dikaitkan dengan nilai (value) diri - berhubungan dengan tujuan, impian, atau harapan - bisa sangat memengaruhi tindakan-tindakan kita.
Pemaknaan, tentu saja sifatnya sangat personal. Namun, faktor luar bisa menjadi pemicu pergeseran makna dalam diri kita. Salah satu faktor luar itu, terkait dengan masa sekolah saya, adalah guru-guru yang sangat menguasai pelajaran tertentu yang mana pelajaran tersebut tidak saya sukai. Melihat antusiasme, gairah, kesederhanaan bahasa yang digunakan dalam menjelaskan, lelucon-lelucon, dan keterkaitan nilai-nilai pelajaran tersebut dengan filosofi kehidupan membuat saya berpikir ulang.
Pasti ada yang 'salah'! Kenapa guru ini bisa sangat menyukai pelajaran ini, sedangkan saya tidak? Kenapa guru ini bisa sangat enjoy, sedangkan saya tidak? Pasti ada yang 'salah'! Pasti ada makna tertentu yang 'kurang/tidak menguntungkan/memberdayakan' yang telah saya kaitkan dengan mata pelajaran ini, sehingga saya tidak suka. Mata pelajarannya sama saja. Perbedaannya terletak pada makna yang ada di benak saya dan guru tersebut tentang mata pelajarannya. Ini bukan 'salah' mata pelajarannya. Ini tentang pemaknaan yang saya berikan tentang mata pelajarannya. Seandainya saja saya memiliki pemaknaan yang sama/hampir sama tentang mata pelajaran ini dengan guru saya, kemungkinan saya akan mulai menyukainya.
Konsep pemaknaan ini menjadi penting karena pada tingkat tertentu bisa memengaruhi tindakan. Kita akan kesulitan untuk bisa membuat seseorang menyukai sesuatu bila kita tidak 'menyentuh' tataran pemaknaannya. 'Memaksakan' agar 'mata pelajarannya' disukai tidak lebih efektif dibandingkan menularkan antusiasme, cinta, dan gairah kita terhadap 'mata pelajaran' itu. Seperti yang dilakukan guru saya.
Antusiasme, cinta, dan gairah itu mengalir. Cintai dulu 'mata pelajarannya', kemudian cinta inilah yang akan dirasakan oleh banyak orang dan 'menggeser' pemaknaan-pemaknaan mereka. Inilah yang menjadi dasar; lakukanlah apa yang kita cintai, cintai apa yang kita lakukan, biarkan cinta ini yang menggerakkan pemaknaan orang lain, daripada 'berusaha' untuk membuat orang lain menyukai apa yang kita lakukan. Kecintaan orang lain terhadap kita adalah cermin kecintaan kita terhadap diri kita sendiri. From inside to outside.
Selamat mencintai hari ini teman-teman. Semoga apa yang saya tulis bisa bermanfaat, terutama sebagai pengingat untuk diri saya sendiri. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar