
Menangislah, bukan untuk menendang kesedihan itu, bukan untuk memukul rasa bersalah itu, tapi untuk mendekapnya, memeluknya lebih erat dari biasanya. Sampai rasa sedih itu sedih untuk berlama-lama hadir di hatimu. Hingga rasa bersalah itu merasa bersalah bila harus menetap lebih lama di hatimu. Mereka bukan musuhmu, mereka hanya bukan dirimu. Dirimu bukan rasamu, bukan juga pikiranmu. Mereka semua hanya tamu-tamu dalam semesta kecilmu. Engkau abadi, begitu pula dengan sosok yang kau tangisi saat ini.
Menangislah, namun jangan merasa lemah. Engkau kuat dan aku bisa melihat itu. Air matamu saat ini bukan tanda kelemahan, namun kejujuran akan perasaanmu sendiri. Keberanian yang sejati hadir bukan karena ketiadaan rasa takut, tapi karena kejujuran dalam mengakui keberadaan rasa takut itu. Kebahagiaan yang hakiki juga hadir bukan karena ketiadaan rasa sedih, tapi karena keikhlasan dalam memeluk rasa sedih itu. Air matamu mengajarkanku tentang kejujuran dan keikhlasan ini, Kawan.
Jadi, tidak ada alasan bagiku untuk tidak mengatakan bahwa dirimu kuat. Dirimu memang kuat, bukan karena aku ingin menghiburmu, dan bukan karena aku sahabatmu. Dan dalam ketegaran dan kekuatanmu itu, engkau pasti sudah melihat bahwa surga yang ada di kedua telapak kakinya itu kini bersatu dengan keindahan semesta, bersatu dengan bintang-bintang, rembulan, matahari, bahkan udara yang kini kau hirup dan kau hembuskan. Surga itu kini menjadi lebih luas..jauh lebih luas dari apa yang mampu kau lihat dengan matamu. Bahkan, surga itu kini meresap ke dalam semesta kecilmu, menyatu dengan dirimu. _/|\_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar