Semakin dewasa, kita semakin membenci hujan. Padahal dulu kita pernah tertawa di bawah rintik hujan dari langit yang sama, Kawan. Bajumu basah, bajuku juga basah. Namun, kita tetap saja nyengir bersama ingus kita masing-masing. Dan kita berdua sudah tahu bahwa beberapa menit ke depan, di dalam rumah yang berbeda, kita akan sama-sama tertunduk terpaku sambil mendengarkan omelan ibu kita masing-masing. Omelan yang akan memberhentikan kita berhujan-hujanan hari itu...tapi tidak besok, Kawan. Besok memiliki hiburannya sendiri, permainannya sendiri, keindahannya sendiri.
Kau tahu apa yang paling indah dari air hujan, Kawan? Air-air itu akan terus mengalir ke tempat yang lebih rendah dan terbang bersama sinar mentari walaupun tahu rasanya jatuh berkali-kali. Lalu kau pasti protes bahwa air dan manusia itu berbeda..fitrahnya air memang seperti itu..sedangkan manusia berbeda. Tidak semua orang nyaman mengalir ke tempat yang lebih rendah, dan tidak semua orang juga cepat bangkit ketika terjatuh. Ah..aku kenal betul tabiatmu yang suka protes ini, Kawan. Itulah yang membuat kita tetap berkawan. Bukan karena engkau tidak memiliki sifat yang aku tidak sukai, tapi karena aku bisa menerima hal itu, dan engkau juga melakukan hal yang sama akan sikapku yang tidak kau sukai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar