Berkeliling Malioboro dengan becak sungguh pengalaman yang mengasyikan. Empat becak disewa secara khusus untuk mengantar gerombolan kami. Perlahan namun pasti becak pun melaju dengan kecepatan yang tidak konstan karena dipengaruhi kekuatan si Abang becak. Becak yang aku tumpangi pasti merupakan becak terberat diantara ketiga becak yang lain karena hal ini tidak terlepas dari kehadiran orang yang satu ini. Anaknya baik; manis klo dikasi gula; ganteng klo diliat dari tugu pahlawan; tidak sombong, tetapi menggonggong; dan yang tak kalah pentingnya anak ini sangat mengagumi Gita Ketawa….Yak, tebakan anda benar…! Si Om alias Gendut alias Wawan adalah partnerku di dalam becak. Sudah dapat dibayangkan bahwa 3:1 merupakan rasio pembagian tempat duduk yang tidak bisa diganggu gugat sekuat tenaga. Untung saja jarak satu tempat dengan tempat yang lainnya tidak begitu jauh, sehingga aku bisa langsung bernapas lega setiap turun dari becak….hufff
Berkeliling-keliling di toko bakpia, dagadu, batik, dll (dan lainnya lupa) memberi kesan yang mendalam pada kami. Walau tak banyak barang bisa kami beli, tapi kami mendapat banyak pengalaman berharga selama perajalanan. Kami menjadi tahu bahwa harga kaos dagadu kini bukan 10 ribu rupiah lagi. Kami akhirnya tahu bahwa bakpia dengan tipe 25 bisa dicicipi gratis di tokonya langsung. Kami pun tahu bahwa baju batik juga bisa dipake saat kita kolokium… Semangat Bang!!
Hujan pun mereda dan kita tiba di pemberhentian terakhir pukul 5 sore waktu Malioboro. Setelah administrasi selesai dengan sopir pribadi kami, akhirnya kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Banyak patung-patung Pahlawan yang kami lihat selama berjalan kaki. Ada rasa senang dan rasa sesal bergelayut dalam hati yang paling dalam. Senang karena melihat patung-patung itu dijaga dengan baik. Semangat kepahlawanannya sangat terlihat dari guratan-guratan yang dibuat sang pengukir. Menyesal karena dulu tidak pernah memperhatikan guru PSPB, selalu menyontek LKS sejarah temen cewek di kelas, dan tidak pernah tertarik dengan manusia purba.
Benteng Vredeburg tidak luput dari kunjungan kami. Dengan 750 rupiah saja kita bisa memasuki benteng itu, melihat betapa indahnya taman yang ada disana, dan berfoto dengan patung salah satu Pahlawan Bangsa (sepertinya patung Jenderal Sudirman…).
Perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi pasar sore Malioboro. Banyak yang dijual disana, mulai dari gantungan kunci sampe gantungan baju. Harganya pun sesuai dengan kantong mahasiswa, terutama mahasiswa ITS. Tempat inilah yang menjadi saksi bisu pertemuan aku dengan Anis. Sudah lama juga aku tidak bertemu dengan sesosok lelaki yang sewaktu SMA dipanggil dengan nama Bemby ini. Perawakannya masih seperti dulu, hampir tidak ada yang berubah dari penampilannya. Mulai dari potongan rambut sampe potongan kuku kaki masih menunjukkan Anis yang dulu. Hanya saja logat bicaranya sudah mulai menyatu dengan nuansa Yogya. Tidak lupa para laskar pelangi diperkenalkan juga dengan Anis agar mereka lebih akrab dan sebagai bahan cerita bahwa mereka sempat berkenalan dengan seseorang di Yogya….hehe (lanjutannya di Malioboro 3).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar