Hidup bukan tentang perjalanan kaki, tetapi perjalanan hati. Bukan tentang yang paling cepat, tapi yang paling dekat.
Kamis, 19 Agustus 2010
Songa = Songai = Sungai(Part 3)
Satu..dua…tiga…satu..dua..tiga…begitulah kira-kira teriakan kami ketika mendayung perahu maju mengikuti arus sungai Pekalen. Jeram pertama yang kami lewati bernama PILAR, pilihan jeram tersulit. Arus airnya sangat deras, bebatuan yang ada di sekitar pun berukuran besar. Sempat ada rasa takut, tetapi melihat semangat teman-teman, keberanianku pun semakin tumbuh. Akhirnya, jeram pertama terlewati dengan sukses. Berhasil melewati jeram pertama, aku semakin termotivasi untuk melewati jeram berikutnya. Setiap berhasil melewati rintangan yang sulit, kami selalu menempelkan dayung menghadap ke atas, kemudian memukulkannya ke permukaan air sambil meneriakkan nama tim kama, Hap-Hap. Aku tidak tahu persis nama tim Wawan dan kawan-kawan, tapi nampaknya nama yang cocok adalah Gerombolan si Berat. Walaupun beranggotakan empat orang, termasuk Mas Tono, guide, aku yakin total beban perahu mereka lebih berat dibandingkan total beban perahu kami yang berisi lima orang.
Jeram-jeram lain tak kalah seru tantangannya. Ada yang bernama jeram hiu, ada juga yang bernama jeram titanic. Aku tidak hapal nama keseluruhan jeram yang ada disana karena sangat banyak. Ada sekitar 50 jeram yang ada di songa atas. Keseluruhan jeram menghadirkan pesona yang berbeda. Beberapa kali kami melihat air terjun yang begitu indah. Perahu pun sengaja kami dekatkan agar kami merasakan cipratan air terjun yang jatuh dengan bebasnya. Gua-gua kelelawar pun tak luput dari pandangan kami selama mendayung perahu. Yang lebih indah lagi, aku dapat melihat pelangi begitu dekat, begitu nyata, di atas permukaan air sungai. Sungguh, ini panorama yang begitu indah. Pelangi yang selama ini hanya bisa aku lihat setelah hujan di atas langit sana, kini bisa aku lihat di depan mataku, diantara cipratan-cipratan air sungai yang jatuh dari atas tebing. Tuhan, sungguh pemandangan yang luar biasa. Aku bangga bisa hadir di tempat seindah ini. Aku bangga bisa menjadi warga Indonesia.
Ada pelajaran menarik setiap kali aku mendayung perahu mengarungi jeram, baik itu maju, maupun mundur. Sulit bagiku mengontrol arus air yang ada, tetapi aku diberi kemampuan untuk mengontrol perahu yang aku tumpangi. Bergerak maju atau mundur adalah pilihan. Terkadang ingin mengarungi sisi jeram sebelah kiri, tetapi arus terlalu deras membawa kami ke sisi sebelah kanan. Melawannya seringkali membawa perahu kami tersangkut pada batu yang besar. Berpegang pada pengalaman itu, kami pun selalu mencoba bergerak seirama dengan arus air yang mengalir, dengan penuh semangat, tanpa merasa putus asa. Begitu juga dalam mengarungi jeram kehidupan ini. Kita dianugerahi akal pikiran untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan ini. Terkadang ada keinginan yang tidak tercapai karena angin nasib membawa kita pada pilihan yang berbeda. Dan kita pun senantiasa berusaha dan berjuang, mencoba menjalani kehidupan dengan tetap menjaga harmonisasi dengan alam semesta. Tetaplah semangat karena selalu tersaji keindahan dibalik setiap tantangan yang kita hadapi dalam hidup ini.
Sempat juga kami beristirahat sejenak sambil memakan pisang goreng dan meneguk teh hangat yang dicampur dengan jahe pada sebuah gubuk sambil mengistirahkan raga yang sedari tadi tak hentinya mendayung. Begitu nikmat, walaupun hanya pisang goreng. Mungkin karena dimakan pada saat kelelahan di tempat yang sangat indah. Lima belas menit beristirahat, kami pun segera melanjutkan perjalanan yang tersisa. Tiga puluh menit mendayung, akhirnya kami semua sampai pada titik akhir perjalanan arung jeram siang ini. Mobil pick up telah menunggu untuk mengantarkan kami menuju basecamp.
Sesampainya di basecamp, kami langsung menuju kamar mandi dan langsung membersihkan badan. Benar-benar petualangan yang penuh dengan kesegaran dan tantangan. Selesai mandi, makan siang telah siap di meja makan, dan kami pun sudah tidak sabar melahapnya. Ada sebakul nasi putih yang dicampur dengan jagung, ada urap-urap, tahu, tempe, ikan pari, sambal yang menggugah selera, dan tidak lupa semangka sebagai buah pencuci mulut. Sungguh nikmat makan siang hari ini.
Setelah makan siang kami pun menyempatkan berbincang-bincang dengan Mas Andre dan Mas Tono. Dari keterangan yang diberikan, kami menjadi tahu bahwa objek wisata sungai Pekalen mematok target 29 ribu pengunjung setiap tahun. Hingga bulan Agustus ini, target itu telah tercapai. Sungguh luar biasa…!! Kami bertujuh termasuk orang beruntung yang bisa menikmati keindahan berarung jeram di lokasi ini. Setelah berbincang-bincang, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Surabaya. Tidak lupa, kami pun mampir untuk menikmati nasi punel di daerah Bangil, tepatnya di jalan Jaksa Agung Suprapto.
Hari semakin petang, dan matahari kian tenggelam. Bias sinarnya masih mampu membuat mataku takjub akan kehadiran pelangi yang membelah langit. Sungguh pemandangan yang memesona di balik kaca jendela mobil yang kami tumpangi. Terimakasih Tuhan, terimakasih teman-teman. Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya…Gunung Rinjani menunggu kita!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar