Sabtu, 26 Desember 2009

Antara Positif dan Tak-Negatif


Kita seringkali mendengar seruan atau nasihat seseorang yang mengajak kita untuk berpikir positif. Berpikir positif dapat diartikan secara sederhana dengan berpikir yang baik-baik atau berpikir yang baiknya saja. Lalu, yang negatif? Dihilangkan dari pikiran hingga tak berbekas. Sulitkah? Tentu saja. Menurutku, setidaknya ada 3 hal yang menjadi penyebab dasar kesulitan ini.
Pertama, setiap hari kita dihinggapi puluhan ribu pikiran. Richard Carlson, dalan bukunya "Don't sweat the small stuff", menyatakan bahwa dalam sehari, rata-rata, manusia memiliki kurang lebih 50.000 pemikiran yang beragam. Bukan perkara mudah mengontrol begitu banyaknya pemikiran manusia setiap hari. Pikiran-pikiran tersebut, pada akhirnya, menimbulkan beragam keinginan. Ketika melihat baju di toko, ingin membeli. Melihat gadis cantik, ingin berkenalan. Melihat buku kimia, ingin tidur. Semuanya berpusat pada pikiran. Namun, Erbe Sentanu pernah memberikan deskripsi yang cukup menarik tentang kehadiran pikiran manusia ini. Menurutnya, gerakan pikiran manusia itu seperti gerakan awan di langit. Jangan berfokus pada setiap gerakan awan itu, tetapi jadilah langit yang luas itu. Menjadi sesuatu yang kokoh dan tidak terganggu oleh pergerakan awan-awan pikiran. Itulah idenya.
Kedua, setiap orang mempunyai definisi yang berbeda tentang sesuatu yang positif. Positif bagiku bukan berarti positif bagi orang lain. Namun, hal-hal positif memberikan kesamaan manfaat yang tidak bisa dielakkan, yaitu kedamaian hati. Pikiran positif akan mendatangkan perasaan positif. Perasaan positif itu lebih penting dibandingkan pikiran positif itu sendiri. Oleh karena itu, pikirkanlah hal-hal yang dapat mendamaikan hati kita. Dengan hati yang damai, dunia tampak lebih indah.
Ketiga, kita masih sering menganggap bahwa berpikir tak-negatif adalah juga berpikir positif. Ini tidak sepenuhnya tepat. Sebagai contoh, seseorang yang ingin berhenti dari kebiasaan merokok seharusnya tidak memberikan afirmasi kepada pikirannya bahwa "Aku tidak akan merokok lagi." Kata-kata "Aku tidak akan merokok lagi" adalah contoh kata-kata yang ada dalam pikiran tak-negatif karena terdapat kata "tidak" dan hal yang, dianggap sebagian besar orang, negatif (merokok). Bagaimana mungkin bisa berhenti merokok, sedangkan dalam pikirannya masih "tertulis dengan jelas" kata merokok? Afirmasi yang lebih baik adalah "Aku ingin lebih sehat lagi dan Aku ingin keluargaku bahagia melihat Aku lebih gemuk." Atau "Aku menghargai tubuh yang bersih." Bisa juga dengan "Aku menghargai uang dan menggunakannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan." Tidak ada lagi kata merokok. Harapannya, kebiasaan merokok akan memudar secara perlahan. Contoh kedua adalah pikiran untuk melupakan seseorang. Biasanya pikiran ini timbul pada akhir hubungan persahabatan atau percintaan yang kurang berlangsung baik. Kenapa aku bisa tahu? Karena aku pernah mengalaminya dan hanya ingin berbagi. Afirmasi yang timbul biasanya "Aku tidak ingin mengingatnya." Afirmasi seperti ini tentu saja merupakan afirmasi tak-negatif. Kita harus mengubahnya. Kita coba dengan "Aku ingin melupakannya." Nampaknya, lebih enak untuk dipikirkan. Namun, tetap saja sulit. Walaupun kata "tidak" telah dihilangkan, tetapi masih ada kata "-nya" setelah kata "melupakan". Bagaimana bisa kita melupakan sesuatu yang kita pikirkan terus? Afirmasi yang lebih baik adalah "Aku kini lebih bebas menjalani hari-hari yang indah." Atau "Aku kini mempersiapkan hatiku untuk seseorang yang mencintaiku dengan tulus." Mudah-mudahan pikiran dan harapan itu terkabul. Amiiiieeeeeennnnnnnnn!
Berpikir positif itu indah, asal kita tahu seninya. Aku bukan orang yang selalu dapat berpikir positif. Kadangkala ada saja awan gelap pikiran yang sulit disingkirkan. Menangani hal ini, aku butuh waktu untuk berdiam diri seraya berdoa memohon petunjuk. Mudah-mudahan selalu ada titik terang bila kita memusatkan pikiran dan hati kita pada Sumber Cahaya Yang Abadi. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar