Jumat, 30 September 2011

Telah Cukup Baginya


Dan bila mentari harus tetap terbit
menyapa bumi pada sebuah ufuk
kemudian sinarnya menembus gumpalan awan yang menutupi langit,
menjangkau debu-debu yang beterbangan di udara,
daun-daun yang basah oleh embun,
tanah kering yang lama tak dipijak,
dan gulungan ombak yang menyembunyikan mutiara,
biarlah cinta tetap menemukan getarnya
sekalipun pada cahaya bintang yang mengalah pada fajar

Karena telah cukup bagi cinta untuk tetap indah,
walaupun tak terlihat, sekalipun di kejauhan
Telah cukup bermakna baginya,
walaupun harus berdiam di balik awan..
Setidaknya untuk saat ini..saat ini saja
Karena kesetiaan akan menenggelamkan mentari
dan melarutkan seluruh cahayanya dalam samudera yang tenang
hingga hanya guratan bias yang tersisa di langit
dan lambat laun terhapus oleh cahaya redup purnama

Akhirnya tak ada yang dapat menyembunyikan wujudnya
Langit telah menyibakkan awan dan menelanjangi dirinya sendiri
agar cinta terlihat,
kemudian menyelimutinya dengan angin dari
nafas jiwa-jiwa yang rindu kedamaian



Selasa, 06 September 2011

Titik Netral


Hanya dua kata saja judul catatan hari ini. Cukup sederhana memang, namun kita akan mencoba mencari sesuatu yang bermakna dari hal yang sederhana ini. Netral bisa diartikan sesuatu yang tidak bermuatan, tidak positif, tidak juga negatif. Tidak memiliki perbedaan potensian/kutub. Tidak atas, tidak juga bawah, tidak kiri, dan tidak kanan, persis di tengah-tengah. Tidak juga memihak apapun atau siapapun.

Dalam ilmu kimia, khususnya larutan, netral berarti tidak asam, tidak juga basa (pahit). Seperti air murni, tawar rasanya. Netral dapat juga disamakan dengan karakter neutron sebagai salah satu elemen penyusun struktur atom. Neutron tidak bermuatan, sedangkan proton bermuatan positif dan elektron bermuatan negatif.

Bila sudah ada sedikit gambaran pemahaman, mari kita mulai! Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita berjumpa dengan hal-hal yang sifatnya netral. Ambil contoh yang kecil saja, sebuah pisau. Sebuah pisau sebenarnya tidak bermuatan apapun, tidak positif, tidak juga negatif, netral saja. Kemudian, pikiran kitalah yang memberikan muatan kepada pisau tersebut. Yang menjadikan pisau sebagai alat yang berguna untuk memotong bahan-bahan sayur dan makanan lainnya memberikan muatan yang positif kepada pisau tersebut. Yang menjadikan pisau sebagai alat untuk menakut-nakuti dan melukai orang lain memberikan muatan negatif kepada pisau tersebut. Begitu juga dengan ilmu pengetahuan. Ilmu yang tidak dikontrol dengan pikiran yang baik justru akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Bukan ilmunya yang salah, tetapi pikiran dan sikap kita terhadap ilmu tersebut. Kita ambil contoh saja ilmu kimia. Ilmu kimia itu netral saja. Pikiran yang positif menjadikan ilmu tersebut sangat bermanfaat dalam bidang kesehatan, teknologi, pangan, forensik, energi, dan sebagainya. Sebaliknya, pikiran yang negatif mengarahkan ilmu tersebut kepada hal-hal yang merugikan, misalnya perakitan bom untuk menghancurkan fasilitas-fasilitas umum, racun untuk membunuh seseorang, pembuatan narkoba untuk meraup keuntungan dan menghancurkan generasi muda. Dan masih banyak lagi hal-hal yang sifatnya netral, tapi kemudian dalam fungsinya atau penggunaannya cenderung mengarah pada salah satu kutub, bisa positif atau negatif.

Yang sering terjadi justru penyalahan hal-hal netral ini. Saat ini, bahan-bahan kimia cenderung berkonotasi negatif. Segala sesuatu yang mengandung bahan kimia cenderung menghancurkan dan merugikan kesehatan. Padahal udara, air, vitamin, dan makanan sehat yang bermanfaat bagi tubuh adalah juga merupakan bahan kimia. Udara itu baik, tapi bila kita bernapas cepat-cepat juga kurang baik. Makanan sehat baik bagi kesehatan, tapi kalau dimakan berlebihan juga membuat efek kurang baik bagi tubuh. Bom yang digunakan untuk menghancurkan rumah penjahat dalam film justru memiliki nilai artistik. Bukan bahan-bahan kimianya yang negatif atau positif, tetapi niat, tujuan, dan cara kita menggunakannya yang menjadikan bahan-bahan tersebut memiliki muatan/kutub.

Begitu juga jejaring sosial seperti facebook, friendster, my space, dan twitter. Bagiku, jejaring-jejaring sosial tersebut netral saja. Yang menjadikannya bermuatan adalah kita sebagai pengguna. Api itu netral saja. Tapi api kan berbahaya? Iya, berbahaya bagi tubuh bila berdekatan secara langsung. Tubuh bisa terluka dan terbakar. Namun, yang menggunakannya untuk menghangatkan badan di pegunungan pasti mendapat manfaat yang berarti dari api. Begitu juga yang menggunakannya untuk memasak, menerangi gelap malam, membakar dupa untuk beribadah, dan lain sebagainya. Bukan apinya yang negatif, tetapi cara kita menggunakannya.

Hidup tidak akan pernah lengkap tanpa dua sisinya, begitulah kira-kira yang pernah dikatakan M. Arief Budiman, seorang blogger kelahiran Rembang. Ada sisi positif dan ada juga sisi negatifnya. Kemudian manusia meramu batas-batas sesuatu agar hanya tampak sisi-sisi positifnya saja. Yang cenderung menimbulkan efek negatif dibuang karena tidak menguntungkan. Sungguh manusiawi. Karena pada dasarnya, kita semua menginginkan hal-hal yang baik terjadi dalam hidup. Namun bagiku, kebijaksanaan itu justru hadir ketika kita mampu berada pada sebuah titik netral dan memandang sesuatu dari dua sisinya. Sisi-sisi yang bertolak belakang, namun selalu ada, positif dan negatif. Cukupkah dengan memandang saja? "Memandang" adalah sebuah langkah awal, kita harus bergerak menuju sesuatu yang kita inginkan. Titik netral adalah sebuah "tempat peristirahatan sementara". Hidup akan menggiring kita untuk menentukan pilihan, kemudian bergerak, menyelaraskan langkah dengan visi, menguji sebuah teori, dan kemudian kita akan sampai pada pemahaman yang lebih mendalam akan sesuatu.

Sebagai akhir, aku berpesan, kepada siapapun yang menyalahkan cinta, berpikir ulanglah. Mungkin bukan cinta yang salah, tetapi niat, tujuan, atau cara kita mencintai sesuatu atau seseorang yang harus diperbaiki. Mungkin..

Denpasar, 6 September 2011