Kamis, 05 November 2009

Harapan Tak Berbeban..


Suatu ketika aku mendengar sebuah pernyataan menarik dari seorang kawan tentang harapan. Dia mengatakan, “Jangan terlalu banyak berharap, nanti kecewa!”. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam suasana persahabatan yang cukup santai. Bila ditelaah lebih dalam, pernyataan tersebut mungkin juga ada benarnya. Segala sesuatu yang melebihi takaran atau sering disimbolkan dengan kata “terlalu” tidak jarang memberikan dampak yang kurang baik. Terkadang, sulit bagi kita untuk cepat merasa cukup dalam pencapaian sesuatu. Bahkan, seringkali terlihat, terdengar, dan terasa tabrakan-tabrakan keinginan dan kepentingan yang berujung pada kebahagiaan di satu sisi dan kekecewaan di sisi yang lainnya. Itulah hidup.
Ada yang puas hanya dengan berjalan kaki, ada yang ingin terus berlari, bahkan ada yang ingin terbang tinggi agar memiliki jangkauan pandang yang lebih luas dibandingkan yang lainnya. Selama semuanya nyaman dengan aktivitas masing-masing tanpa ingin mengganggu yang lainnya, mungkin dunia akan terasa lebih damai.
Maaf bila mata ini salah memandang, tapi yang sering terlihat justru bentrokan keinginan yang menimbulkan perpecahan. Banyak yang belum merasa bahagia dengan pencapaiannya selama ini karena hidup dalam standar kebahagiaan orang lain, bahkan tidak sedikit yang tidak tahu apa yang membuatnya hidup bahagia di dunia ini. Untuk kasus yang terakhir, mungkin disanalah pentingnya sebuah harapan.
Pernah, pada suatu ketika, aku berada pada masa-masa ketika aku tidak tahu apa yang menjadi keinginanku, sehingga sulit merasa bahagia. Apa yang terjadi dalam hidup dianggap sebagai sebuah fenomena alam yang sudah seharusnya terjadi. Realitas tidak tercermin sebagai sebuah harapan yang mewujudkan dirinya bak merekahnya bunga mawar. Yang terjadi selanjutnya adalah ketidakhadiran rasa syukur yang mengakibatkan tak tersentuhnya dinding-dinding kebahagiaan dalam hati. Tidak ada sensasi layaknya seorang jagoan yang berseru, “Inilah yang aku inginkan!”. Kita memang tidak bisa melawan takdir, tetapi kita tidak dilarang untuk memperbaiki nasib dengan usaha dan doa.
Mengapa kita perlu berdoa? Apakan Tuhan Yang Maha Sempurna itu tidak mengetahui keinginan-keinginan kita? Bukan Tuhan yang tidak tahu, tetapi kita yang seringkali masih bingung dengan keinginan-keinginan kita, sehingga anugerah-Nya tidak disadari sebagai suatu kehadiran yang patut disyukuri. Belum sampai anugerah itu menyentuh bumi, sebagian dari kita sudah sibuk dengan keinginan yang lain. Yang lainnya sedang kebingungan seraya bertanya, “Aku kan minta ikan, kenapa dikasi kail?”. Sisanya lagi sedang sungguh-sungguh bertanya, “Kapan Engkau hadirkan kepadaku, ya Tuhan?”.
Ada hal-hal dalam hidup yang terkadang bukan perwujudan dari harapan-harapan kita sebelumnya. Beban harapan muncul ketika kita dengan sombongnya mengambil alih semua kehendak jawaban atas harapan-harapan kita tanpa mengizinkan Tangan-Tangan Yang Maha Lembut itu mengambil bagian. Kita terlampau angkuh untuk meminta semua yang kita inginkan tanpa mau menerima apa yang kita butuhkan. Namun, dengan berhenti berharap, kita telah dengan sengaja menutup hati kita akan kehadiran kuasa Sang Pengabul Doa. Menjadikan harapan sebagai beban malah semakin mengunci pintu keikhlasan. Sulit memang untuk membuka pintu keikhlasan, tetapi setidaknya jangan sampai kita sengaja untuk menguncinya. Biarkan perlahan-lahan terbuka oleh penerimaan-penerimaan kita akan karunia-Nya yang membungkus semua harapan-harapan kita. Semoga bermanfaat.

1 komentar:

  1. ketika tak ada lg satupun keinginanmu dari dunia ini
    apakah yg dpt membuatmu bertahan hdp d dunia ini?

    BalasHapus