Senin, 07 Desember 2009

Memory of Camplong


Dimulai dari sebuah rapat kabinet di kost gang makam Keputih blok E no 22, akhirnya diputuskan bahwa lokasi tujuan tour pada tanggal 6 Desember 2009 adalah pantai Camplong. Ditinjau dari komposisi hurufnya, aku hampir tidak percaya bahwa “Camplong” adalah nama sebuah pantai. Menurutku, nama itu lebih pas bila dijadikan nama sebuah makanan khas daerah. Namun, bagaimanapun juga rakyat Madura sudah menyematkannya sebagai nama objek wisata bahari di kota Sampang. Waktu pemberangkatan direncanakan pukul 9 pagi dengan menggunakan sepeda motor.
Keputusan tersebut disepakati secara bersama dan dilanggar secara bersama pula karena kami baru berangkat pukul 10 siang...!! Hidup Indonesia...! Tiga sepeda motor telah siap meluncur menuju Madura. Pole position ditempati oleh Mushlik dan Kacong dengan sepeda motor bernopol S 3287 KK. Kacong adalah putra daerah Pamekasan dan telah bersedia dengan (mudah-mudahan) ikhlas untuk menjadi guide pada perjalanan kali ini. Makasi, Cong! Urutan kedua diisi oleh Dani dan Wawan dengan sepeda motor bernopol W 5919 XC. Nomor paling buncit dipegang olehku dan Riesthandie dengan sepeda motor bernopol DR 6830 AL. Madura, we’re coming...!!
Tiga puluh menit berlalu dan kami telah sampai di jembatan yang saat ini sedang naik daun, Jembatan Merah Plasa...ups salah, maksudnya Jembatan Suramadu. Sungguh megah dan benar-benar mempesona. Hasil karya anak negeri. Cukup dengan membayar tiga ribu rupiah saja, satu sepeda motor sudah bisa melintasi jembatan ini. Murah meriah. Perlahan namun pasti sepeda motor kami melintasi jembatan dengan panjang 5.438 m itu dan selat Madura terlewati begitu saja.
Kota pertama setelah melewati jembatan Suramadu adalah Bangkalan. Setelah menaklukkan Bangkalan, Sampang telah menunggu. Berhasil melewati Sampang, Pamekasan siap menghadang. Di posisi ujung, Sumenep pun bersiaga. Emang sampe Sumenep? Nggak kok, cuma mau ngasi informasi aja. Perjalanan menuju pantai sebenarnya sangat jauh, tetapi Kacong benar-benar telah menjadi motivator terbaik. Lama perjalanan yang sebenarnya tersisa 1 jam lagi dari tempat pemberhentian sementara di pom bensin dikatakan dengan polosnya tinggal 20 menit lagi. Bagus, Cong...! Kami pun berhasil sampai di pantai Camplong pukul 1 siang bolong, saat matahari tersenyum manis sekali.
Objek wisata pantai Camplong terletak di jalan raya Camplong dan dekat dengan PT Pertamina. Memasuki pantai ini, kita diharuskan membayar dua ribu rupiah. Mungkin untuk biaya kebersihan. Setelah memarkir sepeda motor di tempat yang layak, kami pun segera memanjakan perut-perut yang sedari tadi bersenandung lirih. Sepiring rujak dan segelas es degan cukup untuk membuat mereka berhenti bernyanyi. Setidaknya untuk 2 jam kedepan. Sambil makan rujak, kami pun menikmati pemandangan sekitar pantai. Pantai ini cukup bersih. Warna airnya biru jernih dari kejauhan, namun tidak menyatu dengan warna birunya langit. Pasir pantainya sangat lembut. Mungkin lebih tepat dinamakan serbuk pasir dibandingkan butiran pasir. Kapal-kapal nelayan dibiarkan terapung karena memang bukan waktu yang tepat untuk menangkap ikan. Hanya saja, pantai ini sangat sepi pengunjung. Yaiyalah, mana ada orang yang dengan cueknya jalan-jalan santai di pantai bermandikan sinar uv-a, uv-b, dan uv-c. Setelah berfoto-foto ria, kami pun segera meninggalkan pantai, menuju rumah Kacong.
Keikutsertaan Kacong dalam perjalanan kali ini setidaknya memberikan tiga manfaat penting bagi kami berlima. Pertama, Kacong telah berhasil menjadi peta berjalan, sehingga penggunaan bensin berlebihan yang disebabkan aktivitas bernama nyasar dapat dihindari. Kedua, keberadaan rumah Kacong yang dekat dengan tujuan tour mengakibatkan silaturahmi dengan keluarganya semakin erat dan camilan yang keluar pun semakin banyak. Ketiga, kemahiran Kacong dalam berbahasa daerah dapat digunakan untuk tawar-menawar harga oleh-oleh, sehingga selain harganya pas di kantong, pas juga di hati.
Setelah leyeh-leyeh di rumah Kacong, kami pun segera bersiap-siap untuk perjalanan pulang. Waktu menunjukkan pukul 4 sore. Bila perjalanan lancar, kami semua akan sampai di Keputih sekitar pukul 7 malam dengan kecepatan motor berkisar antara 60 – 80 km/jam. Kami semua berpamitan dengan Ayah Kacong yang sangat baik hati karena tidak marah melihat kami mambawa satu tas keresek mangga madu yang diambil dari pohon di halaman rumah. Namanya juga rejeki...!
Saat perjalanan pulang, aku melihat pemandangan yang sangat menarik, seperti hujan awan. Lokasinya cukup jauh dari jalan yang dilalui motor kami, maka dari itu aku hanya bisa memotretnya. Baru kali ini aku lihat awan lupa merubah dirinya menjadi air saat turun ke bumi. Sungguh indah.
Langit terlalu luas untuk sekedar dipandang dan laut terlalu dalam bila hanya untuk berenang. Maknai dan berkelilinglah untuk merasakan kebesaran-Nya. Semoga bermanfaat.

4 komentar:

  1. km tau g, aq poskan komen ini saat km ad d dpnku loh
    maaf y kalo aq seakan terlalu angkuh sebagai teman

    BalasHapus
  2. tulisanmu makin lama makin gokil ya
    jgn heran kalo aq ketawa ketiwi sendiri nih
    aq lg dengerin lagu il divo, sambil sesekali lirik kamu, gile bener, tambah cakep aja y loe
    kapan aq bs jd cewekmu
    hehehehe
    peace...^_^

    BalasHapus
  3. untung aj g ketauan aq lg buka blogmu
    hehehehe
    ntar aq ka jd malu
    eh, jarang2 loh aq berdua ma km
    aq tuh mimpiin banget saat2 kayak gini
    tp ternyata aq g bisa manfaatin waktu ya
    maaf y

    BalasHapus
  4. Makanya aq juga bingung, kok ketawa2 sendiri...Tapi makasi deh udah nyempetin baca cerita ini..Makasi juga udah bilang tmbah cakep, namanya juga laki2. Kalo tambah cantik, aq kan bingung sendiri..
    Sukses ya!

    BalasHapus