Selasa, 26 Januari 2010

Cilacap Part 1 (Kenangan Sebuah Perjalanan)


20-24 Juni 2008

Perjalanan dimulai lagi. Selalu dengan sedikit rencana dan sedikit biaya. Oleh karena itu, aku, Dani, Daus, Mushlik, dan si Om memilih kereta ekonomi sebagai alat transportasi. Kita sampai di stasiun Gumilir sekitar jam 9 malam setelah sebelumnya sempat hampir turun di stasiun Karangandri karena si Om sudah kangen berat dengan ibu bapaknya. Sampai di stasiun, kita semua disambut orang tuanya si Om. Bapaknya persis sekali dengan si Om. Ibunya terlihat sebagai sosok yang selalu ceria. Kita berlima menuju jalan Bisma dengan avanza silver. Rumahnya si Om berlantai dua. Tentu saja ini yang dinanti-nanti anak-anak, tidur di lantai dua dan bisa genjrang-genjreng sepuasnya. Kamar di lantai dua lumayan luas. Ada gitar akustik, kasur, bantal, gitar elektrik, bas, drum, sofa, tali jemuran, dan yang paling menjengkelkan lagi adalah ada TV. Anak-anak pasti nonton EURO sambil teriak-teriak. Dan yang paling menderita adalah aku karena sepak bola bukan obsesiku dan terjaga di malam hari bukanlah pekerjaan mudah.

Di rumahnya si Om ada kakak ceweknya, namanya Neti. Mbak Neti kuliah di UPN Yogya jurusan teknik kimia. Adik laki-lakinya si Om namanya Dedi. Agak langsing kalau dibandingkan dengan si Om dan lebih gaul..maklum, masih SMA. Satu perbedaan yang paling mendasar antara si Om dan Dedi adalah Dedi punya pacar, sedangkan si Om ....(lanjutin sendiri!)

Malam pertama di Cilacap dilalui dengan tidur nyenyak. Aku tidur di sofa, sedangkan anak-anak yang lain lebih nyaman di kasur bawah. Mungkin tidur kita bakal lebih nyenyak seandainya saja kita berempat tidak mengalami penyakit murahan setelah berjam-jam berada dalam kereta ekonomi dan membiarkan jendela kereta terbuka selama perjalanan. Berdasarkan kesepakatan negara-negara berkembang, nama penyakit ini adalah: “enter wind”. Sang Bayu dengan puas bersenandung di dalam perut kita berempat. Kenapa hanya berempat? Satu-satunya orang yang tidak terserang penyakit memalukan ini adalah si Om. Mungkin juga ini adalah efek kebahagiaan pulang kampung dan bertemu keluarga tercinta. Aku baru percaya bahwa kebahagiaan adalah obat terbaik.

Suasana pagi di Cilacap sangat sejuk. Adem-ayem dan cocok dengan suasana hati. Bisa jadi satu lagu nih disini...hehe. Ibunya si Om baik sekali. Pagi-pagi sudah membuatkan teh untuk kita dan tidak lupa juga menyajikan sarapan pagi. Masakannya mengundang lidah untuk bergoyang, walaupun bukan masakan padang. Aku jadi rindu masakan ibu. Sudah lama tidak merasakannya lagi. Dua makanan yang berasal dari Cilacap dan akan teringat seumur hidupku adalah mendoan dan tahu berontak. Rasa dua gorengan ini: ”Ajip banget, Om...!”

Jam 10 siang kita berangkat ke Purwokerto. Sang supir bernama Mas Eko. Mas Eko adalah teman akrabnya si Om dan rumahnya tidak terlampau jauh dari rumahnya si Om. Dedi juga ikut serta dalam kegilaan kita. Di jalan, kita sempat melihat waduk Serayu yang lumayan luas. Perjalanan ke Purwokerto ditempuh selama 2 jam. Kita langsung mengunjungi objek wisata Batur Raden. Masuk ke tempat wisata tentu saja mengharuskan kita semua merogoh kocek. Satu kepala harus membayar 15 ribu rupiah untuk semua objek wisata yang ada disana.


Objek wisata pertama bernama Pancuran Tujuh. Tempatnya bagitu memukau. Memang ada tujuh pancuran air hangat disana. Mungkin dulu ada tujuh bidadari yang sempat mampir di tempat seperti ini. Aku sangat menyesal tidak mempelajari sejarah dengan baik. Sulfur sudah jadi pemandangan biasa disana. Mineral yang satu ini selalu ada di tempat-tempat pemandian air hangat yang alami. Ada juga bubuk sulfur yang dijual untuk obat seharga 500-1000 rupiah per plastik. Secara umum, jalan menuju Pancuran Tujuh berliku-liku dan banyak pohonnya. Maklum saja, karena kawasan ini adalah kawasan hutan.



Jalan-jalan di area Pancuran Tujuh lumayan membuat capek. Mas Eko juga menyerah dan langsung memesan satu cangkir kopi untuk memulihkan kembali energinya. Anak-anak tidak mau kalah. Aku dan anak-anak langsung menyantap makanan yang tidak bosan-bosannya kami nikmati selama perjalanan ini. Makanan itu adalah MENDOAN!!


Perjalanan dilanjutkan ke lokasi kedua, yaitu Telaga Sunyi. Perjalanan ke telaga cukup menanjak. Untung saja kita semua berada di dalam sebuah benda yang oleh masyarakat Indonesia lebih dikenal sebagai mobil. Perjalanan hanya tentang memutar-mutar benda bulat di hadapan pengendara, menginjak gas dan rem, serta menggerakkan tongkat pendek yang terletak di samping kirinya. Di sepanjang jalan ditemukan banyak terparkir sepada motor yang ditinggal begitu saja oleh pengendaranya. Tempat parkirnya cukup strategis karena bersebelahan dengan semak belukar. Setelah perjalanan yang berliku, kita sampai juga di Telaga Sunyi. Pemandangannya sip, Bro!! Indonesia masih kaya akan objek-objek wisata eksotis. Air telaga begitu dingin, jernih – seolah tidak berusaha menyembunyikan apapun di dalamnya. Gemericik suara air begitu syahdu terdengar telinga. Tuhan, terima kasih atas anugerah-Mu.

Lanjutannya di Cilacap Part 2..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar