Selasa, 12 Februari 2013

Jangan Marah, ya..

Di siang yang terik ini, setidaknya di Surabaya, mudah-mudahan teman-teman semua dalam kondisi hati yang tenang dan damai, terpancar kebahagiaan, dan tidak sedang emosi. Pada catatan kali ini, saya akan sedikit membahas tentang marah, tentang apa yang sebenarnya membuat kita marah, mengapa orang-orang tertentu marah akan hal tertentu, sedangkan orang-orang lainnya tidak, mengapa ada orang yang baru disenggol sedikit, sudah mau ngebacok, mengapa orang-orang tertentu lebih sabar dibandingkan orang yang lain. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat diketahui dengan memahami konsep marah. Dengan menulis hal ini, bukan berarti saya adalah orang paling sabar sedunia, yang tidak pernah marah. Orang-orang terdekat saya tahu persis bahwa ketika saya marah, saya diam. Tidak banyak kata yang diucapkan. Dan orang-orang yang marahnya diam lebih mengerikan dibanding orang-orang yang marahnya berteriak atau mengumpat. Karena dengan berteriak, orang-orang akan segera tahu apa yang menjadi penyebab orang tersebut marah, tapi orang yang marahnya diam??!

Saya tidak melarang siapapun untuk marah. Marah itu juga anugerah, yang ketika kita bisa memanfaatkan energinya, kita bisa lebih cepat mendapat apa yang kita inginkan. Hanya saja, seringkali kita kesulitan untuk mengontrol diri kita sendiri ketika marah itu datang. Baru-baru ini saya mengetahui dari seseorang bernama Anthony Robbins bahwa sebenarnya kita marah bukan karena perilaku orang lain terhadap kita, tapi lebih karena aturan yang kita tetapkan sendiri di pikiran kita masing-masing. Saya ulangi ya, kita menjadi marah karena aturan yang kita tetapkan sendiri di pikiran kita masing-masing. Ketika ada orang lain atau keadaan yang timbul dan berada di luar aturan yang ada di pikiran kita, secara otomotis kita menjadi marah atau mungkin kecewa.

Iya, mungkin ada orang yang merobek buku kita, mungkin orang lain menjambak rambut kita, mungkin ada orang yang berkata-kata kasar di depan kita, mungkin orang lain tidak membalas SMS atau BBM kita, mungkin kita tidak bisa makan makanan yang kita inginkan hari itu, dan mungkin kita sudah begitu lama menunggu seseorang keluar dari Mall, sehingga pantaslah untuk marah. Semua itu pemicu, dan yang menentukan kita marah dan bersikap reaktif terhadap hal-hal tersebut adalah kita. Ada aturan dalam pikiran kita sendiri yang mengatakan bahwa ketika orang lain tidak membalas SMS atau BBM kita berarti orang tersebut tidak peduli terhadap kita, ketika orang lain berkata-kata kasar kepada kita berarti orang tersebut menganggap kita rendah dan hina atau orang tersebut sangat tidak menyukai kita, dan kita hanya punya waktu toleransi 5 menit untuk menunggu seseorang yang sedang jalan-jalan, bila lebih, berarti orang tersebut tidak menghargai kita atau tidak mencintai kita atau tidak menganggap kita ada. Padahal kan tidak mesti seperti itu. Itu hanya pikiran-pikiran picik kita saja. Itulah yang saya katakan bahwa kita marah lebih kepada aturan yang ada di pikiran kita sendiri daripada sikap dan keadaan yang ada di luar diri kita.

Cek hati kita. Kapan saja hati kita merasa ingin marah dan kecewa berarti ada aturan di pikiran kita yang membuat kita memutuskan, ”Inilah saat yang tepat untuk menumpahkan semuanya!” Sekali lagi, saya tidak melarang siapapun untuk marah, tapi setidaknya dengan mengetahui aturan yang tersimpan di pikiran kita tentang ”syarat marah” kita, kita menjadi lebih memiliki banyak pilihan. Entah itu dengan merubah kata-kata dalam ”syaratnya” atau membiarkannya tetap seperti itu dan tetap marah. Yang jelas, ketika kita marah, kita seperti mengambil batu bara panas dengan tangan kita sendiri, kemudian melmparkannya kepada orang lain. Orang lain bisa saja terkena lemparan batu bara kita, bisa saja menghindar dan tidak kena. Orang lain mungkin saja sakit hati, sedih, malu, menyesal, dongkol dengan amarah kita, bisa saja tidak. Tapi yang jelas, kita 100% merasakan panas batu bara yang kita pegang, kita PASTI tersakiti. Ilustrasi ini begitu indah, setidaknya bagi saya, dan karenanya saya bagikan kepada teman-teman semua. Ilustrasi mengagumkan ini saya dapatkan dari pemikiran seorang biksu bernama Ajahn Brahm, penulis buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya.

So, cek kembali apa yang bisa dicek. Mungkin uang kita di dompet atau di ATM..hehe. Jangan marah, ya...bercanda. Beberapa orang sulit sekali diajak serius, beberapa yang lainnya sulit sekali bercanda, makanya saya mohon maaf apabila ada unsur keseriusan dan ke-bercanda-an yang kurang berkenan dalam catatan ini. Cek hati kita untuk mengetahui aturan main di pikiran kita! Semoga hari ini menyenangkan bagi teman-teman semua. Selamat siang, selamat berkarya!

Surabaya, 12 Februari 2012


1 komentar:

  1. Saya suka sekali dengan postingan2 Anda, terutama yang berlabel "akademik". Saya sedang membuat novel berlatar mahasiswa kimia. Beberapa postingan Anda menginspirasi saya membuat dialog dlm novel saya. Terima kasih atas tulisan Anda. sedikit membuka otak saya yang mulai buntu melanjutkan novel anak kimia ini.

    BalasHapus