Jumat, 12 April 2013

"Rumah Saya Sebesar..."

Dulu, ketika saya masih kecil, ya sekitar usia 5-6 tahun, saya seringkali terlibat "lomba" dengan teman-teman sebaya. Lomba yang nge-trend waktu itu adalah lomba "besar-besaran" kepemilikan atas sesuatu. Namanya juga anak kecil, "lomba" yang diikuti ya biasanya lomba adu mulut...hehe

Mulailah teman saya itu unjuk gigi duluan, "Rumah saya itu lebih besar dari rumahmu." Ditantang seperti itu jelas naluri emosi saya meningkat. Seandainya ketika itu saya tau bahwa rumah yang dia maksud adalah rumah orang tuanya, mungkin saya tidak terlampau emosi, sialnya saya belum tau. Langsung saja saya balas, "Rumah saya jelas lebih besar dari rumahmu, rumah saya sebesar komplek perumahan ini." Tak mau kalah, dia membalasnya, "Rumah saya sebesar kota!!". Masih dengan emosi, saya mengatakan, "Rumah saya sebesar pulau". Emosi melihat tangan saya yang bergerak membentuk sebuah lingkaran besar, dia membalasnya lagi, "Rumah saya sebesar Negara Indonesia." Mulailah saya berpikir sejenak, kemudian akhirnya muncul ide cemerlang. Sambil tersenyum saya mengatakan, "Rumah saya sebesar dunia..haha!!" Dengan cepat teman saya itu mengatakan, "Rumah saya sebesar alam semesta!" Wuih...besar banget pikir saya. Untuk ukuran anak kecil, frase "alam semesta" udah nyangkut di otaknya saja sudah luar biasa, apalagi dia bisa menggunakannya untuk melawan saya waktu itu. Saya mulai kehabisan kata-kata...tuk..tuk..tuk...dan kemudian secercah harapanpun muncul, dengan santai dan sambil tersenyum saya mengatakan, "Rumah saya sebesar Tuhan." Teman saya langsung diam seribu bahasa, walaupun saya tau betul dia tidak menguasai seribu bahasa. Jangankan seribu bahasa, bahasa Indonesianya saja masih acak-acakan.

Bagi sebagian orang, cerita di atas mungkin lucu, mungkin biasa saja, atau bahkan mungkin ada yang tersinggung karena mengeksplorasi sesuatu yang membawa-bawa Tuhan dalam perkelahian. Tapi ya namanya juga anak kecil..hehe. Habis beradu mulut, biasanya tak lebih dari 5 menit, 2 jari kelingking sudah tertaut kembali. Melalui ilustrasi cerita di atas, yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kita akan selalu "menang" dengan "mengandalkan Tuhan". Mengandalkan Tuhan yang saya makud tentu tidak persis sama dengan cerita di atas, tapi dengan meletakkan prinsip tersebut di hati kita masing-masing, tidak perlu sesumbar atau bahkan digunakan untuk merendahkan orang lain yang berbeda cara pandangnya. Cukup untuk diri sendiri dulu. Menang yang keren itu bukan dengan mengalahkan orang lain, tapi dengan meredam keinginan-keinginan untuk menyombongkan diri. Banyak hal yang rasa-rasanya tidak mungkin kita lakukan dalam hidup ini. Dan bila kita ingin mengurangi ketidakmungkinan-ketidakmungkinan tersebut, jangan hanya mengandalkan diri sendiri, andalkan Tuhan, pasrah dan ikhlas. Walaupun masih sulit, kita coba dan tidak lupa saling mengingatkan.

Selamat hari Jumat, teman-teman:)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar