Senin, 02 Juli 2012

From Connectivity to Chemistry


Pada catatan terdahulu, aku pernah menulis bahwa istilah chemistry saat ini sudah mengalami pergeseran makna. Dari yang semula bernuansa scientific menjadi lebih cair ke arah personal relationship. Agar tidak kehilangan jati dirinya sebagai salah satu ilmu sains, aku memilih untuk memaknainya menjadi kesesuaian frekuensi. Kesesuaian frekuensi inilah yang erat kaitannya dengan connectivity. Jadi, chemistry pada catatan kali ini lebih berhubungan dengan connectivity daripada reaksi-reaksi kimia itu sendiri.

Agar bisa connect dengan sesuatu atau seseorang itu membutuhkan keahlian khusus. Aku tidak katakan itu sulit, tapi bila hal ini mudah, tentu kita tidak akan pernah mendengar istilah LOLA (LOading LAma), "heng-hong", dan "nggak nyambung blas!" Bila "TIDAK SULIT" dan "TIDAK MUDAH", lalu apa? Berarti, "ITU BISA DIPELAJARI". Aku akan mengerucutkan konsep ini, sehingga lebih berkaitan dengan komunikasi diantara dua orang atau lebih.

Ada berapa banyak orang yang tidak asyik saat diajak ngobrol? Topik bercanda ditanggapi serius, topik serius ditanggapi bercanda. Diajak serius, malah serius bercandanya. Ada berapa banyak orang yang "nggak nyambung" saat diajak berbicara? Sedang asyik membahas BB, malah takjub sendiri melihat hape monoponik. Aku sungguh tidak tahu jawaban dua pertanyaan itu, yang jelas aku pernah menjadi salah satu dari orang-orang yang ada dalam pertanyaan itu.

Untuk bisa connect atau "nyambung" dengan seseorang, kita harus tahu variabel penting yang memengaruhi. Variabel itu bernama frekuensi. Sepertinya ilmiah, tapi mari kita buat mudah. Begini, setiap nada pada alat musik memiliki frekuensi tertentu yang berbeda satu sama lain. Nada C memiliki frekuensi 261.63 Hz, nada D memiliki frekuensi 293.66 Hz, nada E memiliki frekuensi 329.63 Hz, dan seterusnya. Dengan kata lain, frekuensi itu menunjukkan ciri khas atau karakteristik dasar dari sesuatu. Itu kan sesuatu, lalu bagaimana dengan seseorang? Frekuensi pada manusia memang lebih kompeks dibandingkan dengan frekuensi pada alat musik karena dipengaruhi oleh suasana hati, suasana pikiran, dan pengalaman hidup. Tapi, setiap orang memiliki "nada dasar" yang dominan, memiliki "tombol khusus masing-masing". Ada seseorang yang menyukai fashion, senang membicarakan teknologi, pintar sekali merangkai kata, gembira bila berhadapan dengan banyak makanan, dan sebagainya. Yang sulit itu adalah menemukan "nada dasar" orang-orang galau. Orang-orang tipe ini kurang jelas frekuensinya, kadang minor, kadang mayor, kadang ngeloyor...

Akhirnya menjadi mudah dimengerti bahwa seni connectivity itu adalah seni menemukan frekuensi, sedangkan chemistry itu sendiri adalah kesesuaian frekuensi. Contoh yang paling mudah dilihat dalam upaya menyesuaikan frekuensi adalah ketika kita berbicara dengan bayi. Bayi tentu tidak bisa menyesuaikan frekuensi dengan kita, jadi kita yang harus menyesuaikan frekuensi dengan bayi tersebut agar dia bisa tertawa. Sehingga kata-kata yang muncul adalah "uuhhh...lutuna, anak ciapa ini? Nang..ning...ning...nang..ning...klek!!" Ada penyesuaian disana. Jadi, bila ada seseorang yang mengatakan "chayank beud sama kamuh celama-lamax", berarti orang tersebut sedang berbicara dengan adik bayinya...hehehe

Tidak mudah memang bila kita langsung menyesuaikan frekuensi dengan seseorang yang baru kita kenal. Kita harus menemukan frekuensinya dulu. Mungkin dari hobinya memelihara tanaman, kegemarannya bersepeda, kecintaannya akan musik, dan kegilaannya akan shoping, yang kesemuanya itu bersinergi dengan frekuensi kita juga. Dari hal-hal kecil itulah kita bangun komunikasi. Mungkin awalnya timbul gesekan-gesekan. Namanya juga manusia, sesuai-sesuainya frekuensi, pasti ada hal-hal kecil yang tidak sesuai juga. Ini bukan seruling, ini manusia! Jadi, perbedaan tidak bisa dihindari. Anggap saja gesekan-gesekan itu sebagai "amplas" yang sedang menghaluskan hati agar kita bisa lebih santun dan lebih rendah hati.

Seiring berjalannya waktu, connectivity yang dijalin terus-menerus akan mampu memunculkan chemistry. Inilah mengapa judul catatan ini adalah From Connectivity to Chemistry. Chemistry itu sendiri jangan diartikan hanya tentang orang yang sedang jatuh cinta, tapi lebih umum, misalnya: chemistry seorang ibu kepada anaknya, chemistry antarsahabat, dan chemistry antarpemain sinetron. Dan ini adalah pengalaman pribadi, ketika aku SMA, aku memiliki seorang sahabat, yang saking connect-nya, kita bisa tiba-tiba tertawa bersama dari hanya saling menatap karena sudah mengetahui isi pikiran masing-masing. Poinnya adalah ketika chemistry tercapai, kadang-kadang kata-kata tidak lagi punya makna. Chemistry melemahkan kata-kata...! Dan daripada kita kehilangan chemistry, lebih baik aku akhiri saja deretan kata-kata ini..hehe. Selamat beraktivitas teman-teman, sukses selalu!

Surabaya, 2 Juli 2012
Gambar dikutip dari: http://apakah.net/koleksi-gambar-atau-foto-bayi-lucu/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar