Jumat, 02 Oktober 2009

Sesungguhnya Tuhan tidak Murka..


Terdengar lagi rintihan anak bangsa diantara puing-puing bangunan yang runtuh, hancur, dan menyatu dengan tanah. Banyak orang yang mulai mengelus dadanya, berlari tak tentu arah menyelamatkan diri, dan berteriak meminta bantuan. Masih adakah yang bisa tertawa melihat saudara-saudaranya ditimpa bencana dan dengan sekejap dipanggil oleh Yang Maha Kuasa? Masih adakah yang hanya berdiam diri dan menganggap kejadian ini adalah hal yang biasa? Masih adakah yang sedang berpikir bahwa saat ini Tuhan sedang murka?
Sahabatku, manusia adalah sebaik-baik ciptaan-Nya. Diberikan akal, pikiran, dan hati nurani untuk berpikir jernih, berperasaan baik, dan berbuat untuk semakin mendekatkan diri pada-Nya. Masihkah ada dalam pikiran dan perasaan kita semua bahwa Yang Maha Baik itu menyimpan dendam pada kita sehingga harus melampiaskannya dalam bentuk kemurkaan? Masihkan hati nurani kita berbicara bahwa Yang Maha Mulia itu sudah begitu membenci ciptaan terbaiknya? Sungguh, jangan pernah berpikir demikian sahabatku, saudaraku, dan siapapun yang masih ingin dimuliakan oleh-Nya.
Pernahkan sesekali bercermin dalam diri seraya merenung bahwa apa yang terjadi di luar diri kita adalah buah dari pikiran, perasaan, dan tindakan-tindakan kita selama ini? Masihkan disangsikan lagi kebenaran hukum sebab akibat itu? Maaf bila terlalu banyak pertanyaan dalam tulisan ini. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak perlu dijawab, hanya perlu direnungkan agar pikiran, kesadaran, dan perasaan yang telah jauh mendekat kepada-Nya.
Tidak menjadi indah ketika sifat murka disandingkan kepada Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang umat, Yang Maha Pemberi rezeki, Sang Pemelihara alam, Sang Juruselamat, Sang Pelebur Dosa, dan Yang Maha Tunggal. Manusia seakan-akan tidak mampu memikul tanggung jawab atas semua perbuatan di dunia ini dan dengan sengaja menyerahkan tanggung jawab itu kepada Sang Pencipta. Kembalilah ke dalam diri kita, Sahabatku. Renungkanlah segala perbuatan kita selama ini. Bersama-sama kita dekatkan diri dan kembali kepada-Nya. Tidak pernah terlambat bagi siapapun yang ingin menjadi seberuntung orang-orang yang bertobat. Aku pun ingin kembali, aku pun ingin mendekatkan diri setelah pergi jauh…jauh sekali. Maafkan karena aku lupa bercermin, Tuhanku. Sesungguhnya Engkau telah memberikanku cermin hati yang tidak dapat menyembunyikan segala kelebihan dan kekuranganku.

Turut berduka cita atas tragedi gempa Sumatera dan tsunami Pasifik..Semoga senantiasa ada kesabaran diantara tetes-tetes air mata yang jatuh dan lantunan doa yang tulus dari banyak hati yang bergetar...

selsurya.blogspot.com, 2 Oktober 2009

1 komentar:

  1. hati adalah cermin
    tapi kapankah hati dapat d gunakan sebagai cermin tatkala cermin itu telah retak???
    masihkah ada gunanya ketika cermin telah retak
    yang ada hanya bayangan kabur tak jelas yg dapat menyebabkan salah penafsiran
    manakah yg lebih baik...

    BalasHapus