Jumat, 28 Februari 2014

Menulis Kebaikan


Sambil menikmati suara gerimis, tadi sempat baca butir-butir budaya jawa. Banyak sekali ternyata butir-butirnya. Karena saya suka menulis, ada salah satu butir yang berhubungan dengan tulis-menulis  Ini dia:

"Yen sira dibeciki ing liyan, tulisen ing watu, supaya ora ilang lan tansah kelingan. Yen sira gawe kebecikan marang liyan tulisen ing lemah, supaya enggal ilang lan ora kelingan."

Ada yang roaming? Saya juga..hehe. Tapi, kurang lebih artinya: Jika kamu menerima kebaikan orang lain, tulislah di atas batu supaya tidak hilang dari ingatan. Namun bila kamu berbuat baik kepada orang lain hendaknya ditulis di atas tanah, supaya segera hilang dari ingatan.

Kadang-kadang, filosofi seperti ini diartikan secara harfiah saja. Kata demi kata. Tidak direnungi lebih dalam maknanya secara keseluruhan. Sehingga, tidak sulit bagi kita saat ini menemukan batu-batu atau batang pohon yang bertuliskan sesuatu, terutama nama-nama orang yang sedang dibuai asmara. Kadang-kadang saya malah menemukan nama saya sendiri. Kapan saya nulisnya??hehehe

Kebijaksanaan orang-orang jaman dulu tidak bisa diremehkan. Filosofi hidup mereka sangat luhur, walaupun belum banyak, atau bahkan belum ada, sekolah dan universitas saat itu. Kehidupan yang dekat dengan alam menjadikan alam juga dekat dengan mereka. Banyak hal yang sebenarnya bisa kita contoh dari kesederhanaan hidup orang-orang jaman dulu. Dan perlu kita ingat, bahwa lawan kata dari kesederhanaan itu bukan keberlimpahan, tapi ketidaksederhanaan (kerumitan). Orang yang sederhana sikapnya, belum tentu tidak berlimpah harta atau ilmunya. Tapi, kalau ada sesuatu yang rumit, itu tandanya ada yang tidak/belum sederhana.

Selasa, 25 Februari 2014

Semut-Semut Nakal


Semut-semut nakal adalah judul sebuah lagu yang sering saya dengar sewaktu SD dulu. Seperti lagu anak-anak lain, lagunya lucu dan berisi kegalauan anak kecil yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada para semut. Di jaman sekarang ini, justru lagu anak-anak sudah sangat langka. Anak-anak kecil jaman sekarang diperdengarkan lagu-lagu yang bernuansa cinta khas orang dewasa, lengkap dengan lika-likunya. Cintanya sih tidak salah...lika-likunya itu loh yang saya pikir tidak pantas bila sering didengarkan oleh anak-anak kecil. Tugas anak kecil ya bermain..bermain..bermain..belajar. Urusan cinta-cintaan nanti dulu.

Kembali ke urusan semut. Sore ini ada yang curhat sambil ngomel-ngomel. Kemarin malem dia membeli pizza. Makan di tempat. Sebelum pulang, tidak lupa memesan satu paket pizza yang ukurannya kecil untuk dibawa pulang dan dimakan esok paginya. Sampailah dia di rumah dan menaruh bungkus pizzanya di atas meja di dalam kamarnya. Malam harinya dibiarkannya pizza itu dan dia bergegas tidur.

Pagi harinya..langit begitu cerah..burung-burung bernyanyi riang. Pizza yang sudah disiapkan dari kemarin malam untuk disantap sebagai sarapan sudah lebih dahulu menjadi sarapannya para semut! Tidak terbendung lagi amarahnya. Diambilnya obat nyamuk semprot dan tidak beberapa lama tamatlah sudah riwayat para semut itu. Dan sekalipun para semut sudah meninggal, pizzanya sudah tidak bisa dimakan lagi, dan dia pun tetap emosi. Akhirnya banjirlah curhatannya:

"Sebel..sebel..sebel!! Pizza-ku dimakan semut. Aku udah beli dari tadi malem untuk sarapan, malah dimakan semut. Banyak banget semutnya. Langsung aku semprot mereka semua pake obat nyamuk! Mereka nyuri pizzaku!!"

"Oh..iya..iya..pasti sebel banget rasanya.Tapi pizza kan masih diproduksi..kita bisa beli lagi."

"Iya! Tapi sebel...semut-semut itu nyuri makananku!"

"Emang semut punya konsep 'mencuri'? Sepertinya dalam dunia semut gak ada konsep itu. Semut paling taunya cuma jalan ke suatu tempat..nyari makanan..kalo udah nemu ya mereka panggil temen-temennya untuk bantu ngangkat ke sarang. Mereka gak tau kalo tindakan mereka itu termasuk kategori mencuri dan merugikan orang lain."

"Oh iya ya...semut gak merasa mencuri ya?!"

"Iya, itu konsepmu aja tentang mereka. Jadi, sebenernya kamu marah terhadap konsepmu sendiri tentang semut. Semakin kamu nyalahin semut, semakin kamu berharap agar semut bisa mengubah sikapnya sesuai keinginanmu. Itu kan susah banget?! Lebih baik kamu yang mengubah sikapmu..menutup rapat makanan..meletakkan makanan di tempat yang sulit dijangkau semut, dll."

"Oke deh...lain kali aku taruh makanan di dalam toples. Aku punya banyak toples!"

"Nah gitu dong!"

"Tapi aku masih sebel!"

"Iya, gak apa-apa, gak ada larangan untuk sebel kok." :)

Kadang kita itu ya seperti itu, termasuk saya juga. Menyalahkan sesuatu berdasarkan kriteria-kriteria yang kita buat sendiri.Sebel-sebel sendiri. Marah-marah sendiri. Berharap sesuatu yang kita salahkan berubah, sedangkan kita tidak. Kalo mudah sih gak apa-apa, tapi kalo sulit?! Mengubah diri sendiri aja tidak gampang, apalagi orang lain, apalagi binatang, terlebih lagi semut! Kita harus menguasai bahasa semut untuk mengubah semut! Dan untuk menguasai bahasa semut, kita harus belajar, kan?! Kita yang harus bergerak, kan?! Kita yang harus berubah, kan?! Yang jelas, jangan belajar sama saya karena saya tidak menguasai bahasa semut..hahaha.

Pelajaran terpentingnya adalah: Setiap apapun kondisi mental kita, itu disebabkan oleh aturan yang kita buat sendiri, baik secara sadar maupun tidak. Kita menjadi marah karena aturan kita sendiri. Menjadi bahagia karena aturan kita sendiri. Menjadi galau karena aturan kita sendiri. Kadang kita gregetan untuk menyalahkan faktor luar yang bisa berupa orang lain, keadaan, cuaca, dll. Itu manusiawi saja. Mungkin dari kecil kita sama-sama pernah belajar "memukul" meja atau lantai atau tembok atau benda-benda lain yang kita "anggap" membuat kita terjatuh atau terluka. Dari sanalah awalnya kenapa kita mudah sekali menyalahkan sesuatu di luar diri kita daripada melakukan instrospeksi...hehe.

So, ini poinnya, apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, ingatlah selalu untuk melihat ke "dalam" diri sendiri. Ini tentang aturan yang kita buat sendiri. :)

IQRA

Ada percakapan menarik yang saya kutip dari sebuah buku;

X: Kamu tahu itu nabi Muhammad, apa perintah pertama untuk beliau?
Y: IQRO...BACA...

X: Apa yang dia baca?
Y: Al-Quran

X: Goblok kamu..Apa yang dia baca? Quran? Lah, Quran-nya belum jadi kok. Surat pertama turun itu kan Iqro yang artinya baca, yang pasti bukan baca Al-Quran, lah baru turun surat pertama. Jadi apa yang dia baca? Yang dia baca itu alam semesta. Dan membaca itu adalah salah satu kunci sebuah kesuksesan. Baca apa saja yang kamu bisa baca, bukan hanya buku dengan teori, tapi juga gerak-gerik manusia beserta alamnya, maka nanti kau akan temukan apa itu sukses.

Rabu, 19 Februari 2014

Refleksi Ego


Setiap konflik yang kita lihat atau alami di dunia luar sesungguhnya adalah proyeksi dari ego kita. Sebenarnya, dunia ini benar-benar damai dan kita memproyeksikan rasa takut pada kedamaian ini ke dalam dunia kita. Jadi, kita memproyeksikan hal itu ke orang lain dan berpikir “mereka” adalah orang-orang yang membuat kita tidak nyaman. Padahal orang lain sesungguhnya adalah netral, seperti papan tulis kosong dan kita mewarnai mereka dengan makna dan definisi kita sendiri. Lalu, kita bereaksi kepada mereka seolah-olah definisi-definisi ini nyata. Orang lain tersebut, pada akhirnya, akan memperlakukan kita sesuai dengan cara yang kita harapkan. 

(Doreen Virtue)

Senin, 17 Februari 2014

From Inside to Outside


Dulu, ketika saya sekolah, ada mata pelajaran tertentu yang saya tidak suka. Tentu ada juga yang saya sukai. Hingga akhirnya saya mengerti bahwa rasa suka-tidak suka itu sifatnya dinamis, tidak statis. Bisa bergerak-gerak; dari suka menjadi lebih suka, dari tidak suka menjadi biasa saja, dari biasa saja menjadi suka, dll. Hal ini sangat terkait dengan pemaknaan yang kita berikan terhadap sesuatu. Makna yang dikaitkan dengan nilai (value) diri - berhubungan dengan tujuan, impian, atau harapan - bisa sangat memengaruhi tindakan-tindakan kita. 

Pemaknaan, tentu saja sifatnya sangat personal. Namun, faktor luar bisa menjadi pemicu pergeseran makna dalam diri kita. Salah satu faktor luar itu, terkait dengan masa sekolah saya, adalah guru-guru yang sangat menguasai pelajaran tertentu yang mana pelajaran tersebut tidak saya sukai. Melihat antusiasme, gairah, kesederhanaan bahasa yang digunakan dalam menjelaskan, lelucon-lelucon, dan keterkaitan nilai-nilai pelajaran tersebut dengan filosofi kehidupan membuat saya berpikir ulang. 

Pasti ada yang 'salah'! Kenapa guru ini bisa sangat menyukai pelajaran ini, sedangkan saya tidak? Kenapa guru ini bisa sangat enjoy, sedangkan saya tidak? Pasti ada yang 'salah'! Pasti ada makna tertentu yang 'kurang/tidak menguntungkan/memberdayakan' yang telah saya kaitkan dengan mata pelajaran ini, sehingga saya tidak suka. Mata pelajarannya sama saja. Perbedaannya terletak pada makna yang ada di benak saya dan guru tersebut tentang mata pelajarannya. Ini bukan 'salah' mata pelajarannya. Ini tentang pemaknaan yang saya berikan tentang mata pelajarannya. Seandainya saja saya memiliki pemaknaan yang sama/hampir sama tentang mata pelajaran ini dengan guru saya, kemungkinan saya akan mulai menyukainya. 

Konsep pemaknaan ini menjadi penting karena pada tingkat tertentu bisa memengaruhi tindakan. Kita akan kesulitan untuk bisa membuat seseorang menyukai sesuatu bila kita tidak 'menyentuh' tataran pemaknaannya. 'Memaksakan' agar 'mata pelajarannya' disukai tidak lebih efektif dibandingkan menularkan antusiasme, cinta, dan gairah kita terhadap 'mata pelajaran' itu. Seperti yang dilakukan guru saya. 

Antusiasme, cinta, dan gairah itu mengalir. Cintai dulu 'mata pelajarannya', kemudian cinta inilah yang akan dirasakan oleh banyak orang dan 'menggeser' pemaknaan-pemaknaan mereka. Inilah yang menjadi dasar; lakukanlah apa yang kita cintai, cintai apa yang kita lakukan, biarkan cinta ini yang menggerakkan pemaknaan orang lain, daripada 'berusaha' untuk membuat orang lain menyukai apa yang kita lakukan. Kecintaan orang lain terhadap kita adalah cermin kecintaan kita terhadap diri kita sendiri. From inside to outside. 

Selamat mencintai hari ini teman-teman. Semoga apa yang saya tulis bisa bermanfaat, terutama sebagai pengingat untuk diri saya sendiri. :)

Sabtu, 15 Februari 2014

Buku Lama Bersemi Kembali


Saya senang membaca buku. Ada banyak koleksi buku di rumah. Ada kalanya saya beli buku baru, kemudian membacanya santai-santai. Tidak ada target waktu khusus untuk menyelesaikan membaca sebuah buku. Bila ada waktu luang, ya saya baca. Ada kalanya juga saya baca lagi buku-buku yang dulu pernah saya baca. Anehnya, saya kadang-kadang kaget menemukan kalimat-kalimat tertentu yang 'sepertinya terlewat' ketika saya membacanya dulu. Tidak jarang kalimat-kalimat tersebut menjadi 'pengetahuan baru' dan menjadi solusi bagi permasalahan kita saat ini. 'Buku yang sama yang kita baca pada waktu dengan wawasan yang berbeda bisa memberikan sudut pandang baru'.

'Buku lama' mungkin sama dengan masa lalu. Dan masa lalu tentunya tidak identik dengan kekeliruan atau kesalahan yang pernah kita lakukan saja. Masa lalu juga berisi kemenangan-kemenangan kita, pelajaran-pelajaran berharga, dan perjumpaan-perjumpaan dengan orang-orang yang tidak bisa kita lihat lagi saat ini. 'Masa lalu' yang kita baca saat ini bisa memberi sudut pandang baru yang sama sekali berbeda ketika kita membacanya dulu. Setiap kita sedang bertumbuh. Ada benarnya orang yang mengatakan bahwa hidup baru bisa dimaknai ketika kita melihat ke belakang dan baru bisa dijalani ketika kita melihat ke depan. Namun, seberapa banyak orang yang berani membuka 'buku lamanya', mencarinya di tumpukan buku-buku baru dan membersihkan 'debu-debunya'??
Itu pilihan..sama seperti ketika kita memilih untuk menikmati membaca buku yang sedang kita pegang saat ini:)

Film di Langit


Lagi tidur-tiduran di teras depan rumah sambil lihat awan. Bergerak terus, selalu membuat pola atau bentuk yang baru. Kadang saya lihat bentuknya seperti anjing, seperti gajah, seperti orang berlari, seperti bola, seperti nenek sihir yang membuka mulutnya ingin memakan kupu-kupu, seperti singa yang sedang menerkam kaki burung besar. Ini serius, saya tidak sedang melebaykan cerita, tapi itu kesan yang terlihat oleh saya.

Karena seringnya menonton TiVi, menonton video di youtube, menonton film di laptop, atau PC, atau tab, jadi lupa kalau langit juga menyuguhkan cerita yang tidak kalah indahnya untuk kita nikmati. Natural, indah, menawan, dan kita bisa jadi sutradaranya. Keren kan?! Hehe..

Itu hanya sedikit cerita dari langit, masih banyak cerita2 yang lain, yang seringkali kita lewatkan karena terlampau sibuk dengan aktivitas dan pekerjaan. Kita adalah bagian dari alam ini, setidaknya kita tidak lupa memerhatikan alam. Saat ini saya sedang memerhatikan awan, dan mungkin di saat yang sama, awan2 itu sedang memerhatikan saya

Ho'oponopono

"You have two ways to live your life, from memory or from inspiration. Memories are old programs replaying. Inspiration is the Divine giving you a message. You want to come from inspiration. The only way to hear the Divine and receive inspiration is to clean all memories. The only thing you have to do is clean."

~Dr. Hew Len

Doamu, Rasamu


Memang agak rumit dikit, tapi ini yang dikatakan Om Gregg Braden, "Kita bisa mengubah atom dengan mengubah energinya. Energinya ada 2, yaitu energi elektrik dan energi magnetik. Dan ada 1 organ dalam tubuh kita yang memproduksi medan elektrik dan medan magnetik terkuat. Organ itu bernama HEART. HEART menghasilkan medan elektrik dan medan megnetik berupa FEELING. Medan elektrik yang dihasilkan HEART itu 100 kali lebih kuat dibandingkan yang dihasilkan otak kita, dan medan magnetik yang dihasilkan HEART itu 5000 kali lebih kuat daripada yang dihasilkan otak."

Ilmu ini sangat keren, terlebih karena kita ternyata sudah dianugerahkan sesuatu yang sangat keren dan powerfull untuk mengubah sesuatu. Dan saya akhirnya semakin paham dengan pernyataan bahwa "Feeling is your prayer" (Rasamu adalah Doamu). Pernyataan senada juga pernah saya tuliskan dalam buku CHEMINLOVE bahwa: Doa bukan saja tentang keindahan kata-kata yang dirajut oleh kecemerlangan pikiran, tetapi juga oleh vibrasi yang keluar dari hati kita.

Hal Terpenting Tentang Ego State


Di Amerika Serikat, perpecahan yang mendalam berkembang antara orang-orang yang mendukung perang kedua di Irak dan mereka yang menentangnya. Akhirnya, argumen menentang perang menjadi meyakinkan, hampir secara mutlak. Sebagai percobaan, sekelompok pemilih pro-perang dimasukkan ke suatu ruangan dan dimintai menilai dukungan mereka pada skala 1-10. Mereka kemudian diberi ceramah tentang alasan menentang perang. Saat itu tahun 2008, lima tahun sejak berlangsungnya konflik Irak, dan terdapat segunung laporan objektif tentang isu-isu yang paling diperdebatkan, seperti senjata pemusnah massal, ancaman terorisme, korban sipil, dan sebagainya.

Para peneliti menyajikan posisi antiperang sefaktual mungkin, sengaja tidak memihak. Pada akhir ceramah, kelompok itu diminta menilai posisi pro-perang mereka untuk kedua kalinya pada skala 1-10. Hasilnya, mungkin mengejutkan kita, kelompok itu justru SEMAKIN PRO-PERANG. Alasannya bukan karena mereka tidak memercayai fakta antiperang. Mereka hanya TIDAK SUKA DIPERLIHATKAN KESALAHAN MEREKA.

Sama halnya, bagian-bagian diri kita yang merasa dimusuhi tidak akan berhenti. Bagian diri kita yang kita hakimi tidak akan berubah. Dia tidak memiliki motivasi untuk bekerja sama-bahkan sebaliknya. Apa pun yang kita musuhi bahkan akan menggali lebih dalam.

Sejak awal keseluruhan usaha untuk membuat perbedaan nyata antara diri yang lebih rendah dan lebih tinggi adalah kesia-siaan. Tidak ada bagian diri kita yang terpisah, serbabaik, dan serbabijak yang menang atau kalah. Kehidupan adalah satu aliran kesadaran. Tidak ada aspek diri kita yang terbuat dari hal lain. Ketakutan dan kemarahan terbuat dari kesadaran murni, sama halnya dengan cinta dan kasih sayang. Pada akhirnya, pelepasan tidak dicapai dengan mengutuk apa yang buruk pada diri sendiri dan membuangnya, melainkan dengan sebuah proses yang menyatukan kedua sisi berlawanan.

~Deepak Chopra

Tetaplah Cinta

Cinta tetaplah cinta, mengalir dalam setiap karya. Sekalipun pelukis memaknainya melalui kanvas, pujangga memeluknya dengan kata-kata, dan musisi memesrainya dalam nada.

Cinta tetaplah cinta, sekalipun tidak tersabda, hanya kau kulum dalam senyuman. Tidak berkurang maknanya bila hanya itu yang bisa diberi dan kau mengerti. Seperti dedaunan yang mengerti tumbuh dan menyejukkan bumi, air yang mengerti mengalir dan menyegarkan dahaga, matahari yang mengerti bercahaya dan menghangatkan raga.

Cinta tetaplah cinta, baik dalam keramaian maupun keheningan. Keberadaan yang menggetarkan. Eksistensi dalam vibrasi. Sekian lama engkau dan aku mencari, dengan berjalan dan berlari. Hingga akhirnya sama-sama mengerti bahwa cinta tidak kita miliki...karena engkau, aku, dan kita semua adalah cinta itu sendiri.


Surabaya, 14 Februari 2014