Minggu, 11 Januari 2009

15 November 2008 (Malioboro 3)

Jalan masih belum kering, tapi kami masih tetap bersemangat untuk berpetualangan di Malioboro. Lampu-lampu kota mulai dinyalakan, pedagang-pedagang makanan mulai berdatangan, dan pasangan muda-mudi mulai keluar kandang…

Masih dengan style yang sama seperti tadi siang kami menyusuri jalan Malioboro. Banyak kaos oblong dengan berbagai corak didesign khusus agar seolah-olah mampu bersuara seperti ini : “Milikilah aku para lelaki ganteng. Kamu pasti akan nampak lebih keren bila bersamaku!!” Mendengar suara gaib seperti itu membuatku harus menutup telinga dan memegang bagian belakang celana jeansku agar dompetku tidak melakukan atraksi lompat indah.

Malam semakin larut, tetapi tidak menyurutkan niat Dani untuk mencari baju oblong gareng untuk sang Adik. Sungguh kakak yang baik hati…Anis pun dengan setia menemani kami bersembilan berjalan-jalan. Sungguh teman yang baik…! Terima kasih ya Tuhan, Engkau telah menghadirkan orang-orang yang baik hati.

Setelah sekian lama berkeliling, akhirnya ditemukan juga baju gareng bertuliskan salah satu grup band luar negeri yang cukup terkenal. Gambar mulut merah besar tersablon dengan sangat rapi di atas baju itu. Setelah negosiasi ala mahasiswa vs pedagang akhirnya Dani membeli baju tersebut dengan harga seperti yang tertera pada papan harga…hehe.

Perjalanan dilanjutkan ke alun-alun selatan. Tempat itu sangat ramai oleh anak-anak muda yang sedang memadu kasih. Malam minggu ini benar-benar momentum yang tepat bagi mereka untuk saling bertemu dan membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Iringan musik di atas panggung menambah marak suasana. Siluet pohon beringin kembarpun tak luput dari pandangan kami. Pohon beringin yang dipercaya masyarakat sekitar memiliki kekuatan gaib. Siapapun yang mampu memasuki kawasan pohon beringin itu dengan mata tertutup akan dikabulkan permintaannya, terutama tentang jodoh. Kami sebagai mahasiswa eksak tentu saja tidak berkeinginan untuk mencoba hal semacam itu. Apalagi gelapnya malam pasti akan membuat kami semakin tersesat dan tidak dapat memasuki kawasan beringin itu…(Alasan ini nampaknya cukup kuat untuk mengalihkan alasan utama kami…hehehe).

Hangatnya ronde langsung meresap ke dalam tubuh kami dan berkolaborasi dengan indah di dalamnya. Obrolan santai pun tidak dapat dielakkan lagi di atas trotoar yang dilapisi tikar tipis. Obrolan yang tidak akan mungkin membahas perekonomian Indonesia, gonjang-ganjing partai, dan pertikaian Kaji Karsa. Nuansa yang begitu indah, begitu bersahabat. Hampir tidak bisa ditemukan di semua tempat di Indonesia. Reaksi yang sangat sempurna antara persahabatan dan semangat hidup. Tidak perlu katalis, tidak juga suhu dan tekanan tinggi.. Hanya dibutuhkan pengertian dan saling percaya…

Alun-alun merupakan tempat petualangan teakhir kami sebelum akhirnya kami sampai di tempat peristirahatan. Sebuah tempat yang cukup jauh dari pusat kota Yogya dan harus ditempuh dengan naik 2 kali trans Yogya dan 1 kali mobil carteran. Lelah yang kami rasakan sejak tadi siang pasti akan tersalur dengan baiknya pada kasur-kasur di kamar. Tidak ada residu padat, hanya kenangan indah berfase gas yang tidak akan kami lupa. Setelah mengucap syukur atas segala karunia-Nya, kami pun tidur dengan beraneka ragam posisi dan berharap esok pagi tidak tertinggal kereta yang akan mengantarkan kami kembali ke suatu tempat yang mempertemukan kami bersembilan, Surabaya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar