Minggu, 11 Januari 2009

Juanda 1

Alkisah, hiduplah seorang pemuda dari kerajaan Mataram yang kini menimba ilmu di perguruan ITS. Bertahun-tahun mempelajari ilmu kimia untuk menaklukan musuh-musuhnya. Musuh terbesarnya tidak lain dan tidak bukan adalah….eng…ing…eng….dirinya sendiri (glodak, gubbrakkk, prang, dueeerr!!).

Sekarang mulai serius nih….!

Hari ini tepat tanggal 21 Desember 2008 penanggalan masehi. Lebih tepatnya lagi jatuh pada hari minggu pon, sasih kenam, wuku dukut (pasti bukan hari yang cocok buat kerja di air, soalnya bukan lumba-lumba!hehehe). Angka di kalender berwarna merah dan ini merupakan salah satu indikator kebahagiaan bagi mahasiswa rantau seperti Aku ini. Berbulan-bulan berhadapan dengan jurnal-jurnal ilmiah, laporan praktikan kimia dasar, laporan KP, rancangan TA yang belum jadi, dan rancangan masa depan yang mulai kelabu, akhirnya Aku memutuskan untuk turun gunung sekedar melepas lelah. Tepat pukul 18.50 WIB nanti, pesawat yang akan mengantarkan Aku ke Mataram berangkat dari bandara Juanda. Persiapan harus matang, mulai dari baju layak pakai, celana pendek dan panjang, perlengkapan mandi, dan beberapa aksesoris peningkat ketampanan tidak boleh lupa dibawa. Ternyata itu saja belum cukup, Papa (ceileh!) menyuruhku untuk membelikan pakaian untuk 2 penjahat kecil di Mataram. Kedua makhluk ini tentu saja misan-misanku yang baru berumur masing-masing 1 dan 2 tahun. Pekerjaan tambahan deh…!

Pekerjaan seperti ini tentu saja membutuhkan naluri seorang wanita. Dengan daya penglihatan dan penciuman yang dimiliki, wanita pasti dapat mencarikan hal-hal yang berhubungan dengan pengemas badan balita ini dengan amat mudah. Hal seperti itu sudah Aku ketahui, so Aku meminta tolong seorang teman cewek dari perguruan yang sama untuk menemaniku mencarikan barang wasiat ini. Nama wanita tersebut adalah Bunga (bukan nama sebenarnya).

Perjalanan ke tempat tujuan tidak membutuhkan waktu lama. Delta Plasa masih berdiri di tempat yang sama seperti 3 tahun lalu. Tanpa berpikir panjang kami pun langsung menuju lantai 3 dan bersilaturahmi dengan para pelayan Matahari Dept. Store disana. Muter-muter, ngobok-ngobok pakaian balita, dan clingak-clinguk adalah aktivitas-aktivitas yang kami lakukan secara berulang-ulang di dalam toko yang membuat kepalaku pusing 7 keliling. Waktu begitu cepat berlalu, dan 2 jam di dalam toko sama seperti 120 menit….hufff. Dengan penuh perjuangan, kami pun menemukan 2 pakaian balita yang sepertinya cocok untuk misan-misanku di Mataram. Harganya pun tidak lebih mahal dengan harga gitar Akustik yang ada di kostku (perbandingan yang aneh!). Setelah transaksi pembelian berlangsung, kami pun tidak lupa pulang ke kost masing-masing. One mission complete!!

Jam 3 sore Aku ada janji ma anak-anak Vanilla untuk ngeband bareng. Sebagai anak band yang bertanggung jawab, mau tidak mau Aku harus menepati janji itu. Studio yang kami pilih untuk atraksi kami hari ini adalah studio Mayura di daerah Bratang. Pram, Gendut, Mail, Lego, Dani, Prima, ma Aku tentu tidak bisa menyembunyikan kegembiraan di sore hari ini. Dengan durasi waktu 2 jam kami berhasil merubah semua aransemen lagu D’masiv, Ungu, dan ST 12 menjadi tidak komersil….hehehe. Penyaluran energi ini cukup positif sekali bagi kami. Tidak menyebabkan kanker, gagal jantung, dan gangguan kehamilan. Walaupun lebih banyak tawa dibandingkan suara alat musik, kami semua bahagia….sekali lagi…bahagia!!

Pukul 5 sore atraksi berakhir dan Aku harus cepat-cepat pulang ke kost dan bergegas ke bandara Internasional yang disepakati bersama bernama bandara Juanda. Letaknya cukup jauh dari Keputih dan itu berarti dibutuhkan perhitungan waktu yang sangat rumit untuk sampai tepat pada waktunya. Setidaknya rumus t=s/v merupakan rumus dasar yang Aku gunakan untuk perhitungan awal. Riesthandie adalah orang yang terkena musibah untuk membantuku mengaplikasikan teori kecepatan klasik ini. Pukul 6 sore kami berdua meninggalkan Keputih dengan sepeda motor. Langit sudah mulai menghitam. Petir mulai menunjukkan taringnya di kejauhan, tapi hujan belum berani turun. Perjalanan ini sungguh menegangkan, setidaknya untuk kami berdua. Aku baru menyadari pentingnya waktu disaat Aku tidak mempunyai banyak waktu lagi…(yang ini serius Coy!). Laju sepeda motor Riesthandie berbanding lurus dengan laju detak jantungku. Kerikil-kerikil kecil di jalan tak mampu membuat sepeda motor Riesthandie kehilangan keseimbangan, tetes-tetes air mata langit belum mampu memadamkan api semangat kami, tiupan angin malam belum mampu menerbangkan segala niat yang mulia untuk datang tepat waktu di Juanda. Teriring doa yang tulus, akhirnya kami pun sampai di bandara Juanda sebelum pesawat yang akan mengantarkanku ke Mataram berangkat. Bak seorang yang akan pergi jauh dan tak kembali, Aku pun menjabat erat tangan Riesthandie dan mengucapkan terima kasih dengan nada dasar C#m, sehingga terdengar lebih menyayat hati. Riesthandie pun berlalu dari hadapan dan dengan cepat malam membuat sosoknya tidak tampak dari kejauhan….

Memasuki bandara adalah hal yang biasa Aku lakukan. Berjalan santai dan tersenyum ramah pada petugas-petugas bandara adalah hal yang sudah Aku hapal semenjak SMA. Namun, ada hal yang agak luar biasa malam ini. Salah seorang petugas Lion Air menyatakan bahwa Aku tidak layak terbang malam ini karena datang terlambat ke Bandara. Bayangkan saja, aku datang pukul 18:40, sedangkan pesawat berangkat pukul 18:50…Ini g mahasiswawi..!

“Seluruh penumpang seharusnya sudah melakukan check in 30 menit sebelum pemberangkatan,” kata salah seorang petugas bandara ketika Aku menanyakan alasan mengapa insiden ini dapat terjadi. Ini bukan pertama kalinya aku datang ke bandara mendekati jam penerbangan pesawat, tapi baru pertama kalinya aku dinyatakan tidak boleh terbang karena masalah waktu seperti ini. Sebagai kaum intelektual aku tidak memperpanjang masalah dan mencoba menanyakan beberapa solusi yang mungkin agar Aku tetap bisa berangkat malam ini.

“>!@##!>#!#(#U$!(!),” kata petugas bandara tersebut.

Aku pun terdiam dan mulai menunggu di depan kantor Lion Air.

Entah ada angin apa, Aku mendengar pengumuman dari petugas bandara yang menyatakan bahwa pesawat Lion Air dengan tujuan Mataram ditunda pemberangkatannya sampai pukul 20:05 WIB. Sontak, Aku langsung menghampiri petugas Lion Air dan menanyakan tentang status kepenumpanganku malam itu. Mungkin ini adalah bagian dari proses saling menghormati dan menghargai, tenggang rasa dan tepa selira, serta saling mencintai sesama manusia dan Aku pun dinyatakan tetap TIDAK BISA berangkat karena alasan menyalahi ATURAN. Dengan lesu, Aku menelpon keluarga yang ada di Mataram dan mengabarkan bahwa Aku tidak bisa berangkat malam ini. Aku tahu ini berat, tapi Aku tidak mau membebani langkah kepulanganku ke kost dengan sumpah serapah!! Banyak pengalaman berharga yang aku peroleh….ada persahabatan, ada aturan, ada tiket untuk penerbangan esok hari, dan ada supir taksi yang turut berduka atas kecerobohanku malam ini….(Bersambung!)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar