Minggu, 11 Januari 2009

Nasi goreng terenak….


Aku adalah orang yang sangat menyukai makanan yang satu ini. Makanan khas dalam negeri ini selalu membuatku kangen rumah. Paduan rempah-rempah yang diulek sebagai bumbu menambah cita rasa tersendiri. Aku benar-benar bisa melihat Indonesia dari hanya melihat satu piring nasi goreng yang siap disantap. Bumbu yang terbuat dari paduan cabe-cabean dan bawang-bawangan menunjukkan bahwa negeri ini memiliki beraneka ragam flora. Tambahan garam sebagai penyedap rasa menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari lautan. Cobek yang digunakan dalam pengulekan bumbu menunjukkan bahwa bangsa ini sangat mencintai warisan leluhur. Beras sebagai bahan baku nasi goreng menunjukkan bahwa Indonesia termasuk salah satu Negara agraris di dunia. Kecap menunjukkan bahwa penduduk Indonesia manis-manis. Saos yang berwarna merah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bukan bangsa yang pengecut. Minyak yang digunakan untuk menggoreng menunjukkan bahwa Negara kita masih punya stok minyak bumi, walopun tidak banyak lagi. Tumpukan nasi goreng yang berasap di atas piring menyerupai bentuk gunung yang menandakan bahwa Indonesia memiliki banyak gunung berapi. Sungguh makanan yang memiliki filosofi tinggi….!

Itu adalah beberapa alasan mengapa aku menyukai nasi goreng, selain karena harganya yang relatif terjangkau oleh mahasiswa rantau seperti aku dan waktu produksi yang relatif singkat. Semenjak menjadi mahasiswa dan mengenal apa yang disebut tempat kost, nasi goreng tidak lagi menjadi makanan gratis yang bisa disantap setelah mengucapkan password “Bu, tolong buatin nasi goreng!”

Masa-masa indah itu kini telah berlalu, tapi kenangannya masih membekas sampai sekarang. Waktu telah mengajarkan banyak hal tentang kedewasaan. Berbagai tempat makan aku jelajahi untuk mencari nasi goreng yang memiliki kualitas sebaik kualitas nasi goreng yang dibuat ibuku. Akhirnya, pilihan jatuh pada nasi goreng yang dibuat oleh seorang bapak tua di daerah Gebang, Surabaya. Gerobak dengan logo MN selalu menemani bapak tua ini dalam berjualan nasi dan mie goreng. Tangannya yang kurus kering mampu mengaduk 7 porsi nasi goreng sekaligus di atas penggorengan. Bapak tua yang sampai saat ini belum aku ketahui namanya ini merupakan orang yang sangat menjaga cita rasa dan mencintai kebersihan. Perhitungan komposisi campuran bumbu-bumbu merupakan hal yang sudah ada di luar kepala tanpa harus bergelut dengan mata kuliah kimia dan kalkulus. Antri adalah hal yang hampir selalu aku lakukan setiap memesan nasi goreng ini karena jumlah pembeli yang cukup banyak. Nasi goreng bapak tua ini selalu menjadi alternatif pertama saat aku ingin menikmati nasi goreng sebagai santapan malam hari.

Nasi goreng ini memiliki karakter sendiri dari segi rasa. Bumbu-bumbu yang digunakan tercampur secara merata pada nasi goreng. Tidak ada kadar yang berlebihan dan tidak terjadi penumpukan bumbu pada salah satu bagian nasi goreng. Potongan-potongan kecil ayam goreng yang diberikan untuk 1 porsi nasi goreng juga cukup banyak. Namun, tetap saja tidak bisa mengalahkan nasi goreng yang dibuat ibuku. Ada satu bumbu yang digunakan ibuku untuk memenangkan pertandingan ini. Bumbu rahasia itu adalah kasih sayang Ibu kepada anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar