Minggu, 11 Januari 2009

Pake tangan manis donk..!


Judul di atas merupakan ucapan khas seorang Ibu saat melihat anaknya yang masih berusia di bawah 5 tahun mengambil sesuatu dengan tangan kiri. Mendengar kata-kata seperti itu sang anak langsung merespon dengan mengganti tangannya dengan tangan yang satu lagi untuk mengambil barang yang ada di hadapannya. Setelah barang berada di tangan, sang anak bisa tersenyum lega penuh kemenangan. Akhirnya, sang anak hidup bahagia untuk selamanya…(lho?!?!)

Kejadian tersebut sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hampir tidak ada permasalahan yang terjadi. Sang ibu senang karena anaknya telah belajar arti kesopanan, sedangkan sang anak juga tidak kalah senangnya karena telah mendapat barang yang diinginkan. Tidak ada konflik yang terjadi pada saat itu antara ibu dan anak. Namun, apabila kejadian ini berlangsung terus-menerus dan sang ibu selalu mengatakan kata-kata yang sama untuk melarang anaknya mengambil barang dengan tangan kiri, akan ada akibat yang muncul. Kata “akibat” tidak selalu berkonotasi negatif. Akibat adalah suatu konsekuensi yang terjadi karena sebab tertentu.

Seringnya sang anak mendengar kata-kata “tangan manis” menyebabkan terbentuknya suatu pemikiran bahwa tangan kanan merupakan tangan yang manis, sedangkan tangan kiri merupakan tangan yang “kurang manis” atau “tidak manis”. Dikotomi tersebut menyebabkan apresiasi negatif terhadap tangan kiri. Banyak orang yang menganggap tangan kiri bukan “tangan yang baik” untuk melakukan aktivitas yang sifatnya mengambil atau memberi sesuatu kepada orang lain. Oleh karena itu, banyak orang kidal yang berlatih “mati-matian” untuk mengaktifkan tangan kanannya dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.

Kesopanan memang harus kita jaga. Sistem sudah dirancang dengan baik, tinggal bagaimana kita selalu menjaga alur agar tidak terlampau keluar dari batas. Penggunaan tangan kanan untuk aktivitas-aktivitas “memberi dan menerima” ini merupakan suatu hal yang sangat baik dan banyak orang akan merasa dihargai. Apalagi bila aktivitas ini dilakukan dengan penuh keikhlasan. Hanya saja, perlu ada suatu perubahan paradigma tentang dikotomi antara tangan kiri dan tangan kanan. Tangan kiri merupakan “slegrengan” (bahasa anak A2) bagi tangan kanan. Bersyukurlah kita yang dianugerahi kedua tangan ini oleh Yang Di Atas. Tangan kiri mungkin dianggap kurang baik untuk aktivitas-aktivitas tertentu, tapi dapat digunakan untuk aktivitas yang lain. Kita harus bisa mensinergikan kerja kedua tangan karena berpengaruh besar terhadap kinerja otak kanan dan otak kiri. Orang yang selalu mengerjakan sesuatu dengan tangan kanan merupakan orang yang otak kirinya bekerja lebih dominan dibandingkan otak kanannya. Kita harus menyeimbangkan kerja otak kiri dengan otak kanan dengan menyeimbangkan aktivitas tangan kanan dan tangan kiri. Kita dapat belajar menulis denan tangan kiri untuk lebih mengaktifkan otak kanan kita. Bisa juga mencoba menyapu lantai rumah dengan tangan kiri. Awalnya pasti sulit, tetapi bila dilakukan terus-menerus pasti akan menjadi suatu kesenangan tersendiri. Oleh karena itu, mari aktifkan tangan kiri kita. Hidup tangan kiri…!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar